Bab 17

1194 Kata
Malam yang dingin pun kembali menyapa. Terdengar suara burung malam saling bersahutan ikut meramaikan suasana malam. Aku melewati sepanajang hari ini dengan bersantai ria bersama Hellen. Beruntung Mom tidak menyadari keabsenan sekolah kami sehingga kami berdua bisa lolos dengan mudah dari segala ocehan ketika Mom akhirnya pulang di sore hari.   Nampaknya Dad juga tidak berniat mengutarakan keabsenan kami pada Mom sehingga kami menjadi tetap aman sepanjang hari ini. terima kasih Dad. Kau yang terbaik. Aku tersenyum kecil memikirkan hal itu. Kini aku tengah berdiri di dekat jendela, menyenderkan tubuh di pinggirnya. Kulihat Hellen menuruti perintahku untuk menutup kembali jendela kamarnya dengan rapat.   Aku tidak tahu apa yang tengah dia lakukan saat ini sejak semua akses jendelanya tertutup rapat berikut dengan tirai jendelanya, tapi aku yakin Hellen sudah mengambil langkah tidur. Aku tidak mendengar suara apa pun di dalam kamar itu. Aku menatap jendela kamar Hellen dengan raut wajah puas.   Aku melongokkan wajah ke arah lorong rumah kami yang seperti biasa akan terlihat kosong. Udara dingin langsung menyapa wajahku dengan cukup kencang ketika aku sedikit memajukan wajah ke arah luar jendela. Kuperhatikan dengan lekat tiap ujung lorong yang nampak terlihat sepi seperti biasa. Tidak ada apa pun yang terlihat mengganjal kali ini, tidak seperti sebelummnya.   Aku menoleh ke dalam kamar, lebih tepatnya ke arah jam dinding yang menunjukkan angka 10 malam. Waktu yang kurang lebih sama ketika kemaren aku melihat bayangan asing yang datang itu. Kamarku terlihat remang-remang dengan pencahayaan lampu dari lampu tidur saja yang berada di atas meja nakas di sebelah ranjangku.   Sengaja aku tidak menyalakan lampu kamar. Lagi pula tidak ada lagi yang akan aku lakukan selain tidur setelah ini. Tangan kiriku bergerak meraba lengan kananku yang terluka. Aku tidak merasakan sakit di sana. Namun entah kenapa sesekali aku akan merasa panas yang seakan tengah membakar luka itu. Panas yang kemudian terasa menjalar dalam tiap nadiku.   Tidak sepanas seperti waktu aku terluka di tempat professor Robert, tapi panasnya kadang terasa mencubit. Mungkin lebih baik aku mulai berangkat tidur sekarang. Tidak ada gunanya juga berdiri diam di depan dekat jendela tanpa melakukan apa-apa selain hanya menoleh ke sana dan kemari. Akhirnya aku memutuskan untuk benar-benar menutup pintu jendela dengan rapat, berikut tirainya. Aku berencana akan pergi tidur.   Aku mulai merebahkan diri ke atas ranjang tidurku yang nyaman. Menarik selimut hingga menyelimuti sebagian tubuhku. Setelah itu aku mulai memejamkan kedua mata dan menyusuri alam mimpi. Malam yang dingin nan panjang menemani tidurku malam ini. Tanpa kusadari cairan yang masuk ke dalam luka di lenganku semakin merambat masuk ke dalam bagian terdalam di tubuhku dan perlahan secara perlahan merusak sebagian sel-sel di sana dan menggantinya dengan yang baru.   Perubahan itu yang mengakibatkan tubuhku mulai memanas hingga terasa terbakar. Aku berkeringat deras dalam tidurku. Kedua mataku terpejam dengan rapat dan tanpa sadar aku sesekali akan mengejang. Kedua tanganku tidak jarang meremas dengan kuat selimut yang kupakai hingga membuatnya terlihat kusut. Sedangkan aku sendiri masih tenggelam dalam alam mimpi. Ruangan yang terlihat begitu gelap, dingin, tidak berujung dan tidak berdasar.   Aku merasa seolah tengah mengangbang di udara. Aku begitu kosong. perlahan demi perlahan aku merasa sesuatu yang terasa dingin tengah mengalir keluar dari luka pada lengan kananku. Sesuatu yang dingin itu mengalir dan merambat ke seluruh tubuhku seperti jelly. Semakin lama semakin memenuhi area tubuh bahkan wajahku. Aku merasa sulit bernapas. Aku merasa seolah aku akan tenggelam ke dalam kolam yang dalam dan gelap. Aku mulai panik.   “Tolong! To—tolong aku! tolong!” Aku mencoba untuk berteriak meminta pertolongan. Meminta tolong pada siapa pun yang bisa menolongku. Aku berteriak sekencang mungkin. Aku juga tidak henti menggeliatkan seluruh tubuhku, berharap sesuatu yang bergerak memenuhi seluruh tubuhku ini akan pergi, atau setidaknya berhenti bergerak.   Aku mencoba mengulurkan tangan untuk meraih apa pun yang bisa kujangkau dengan tangan itu. Aku merasa ketakutan. Aku seolah bukan dengan diriku sendiri. Aku seolah akan mati jika aku tidak melawan jelly hidup yang tetap saja bergerak seenaknya pada tubuhku ini. Bahkan kini kedua mataku telah berkaca-kaca dengan pancaran mata yang menyinarkan rasa takut dan cemas yang begitu kentara.   Aku semakin takut. Terlebih ketika Jelly itu mulai berusaha memasuki mulutku. Aku mencoba menutup mulutku dengan rapat agar jelly itu tidak masuk ke dalam sana. Itu cukup sulit. Tapi sepertinya usahaku itu hanyalah sia-sia. Jelly itu cukup pintar untuk akhirnya beralih memasuki lubang tubuhku yang lain.   Aku membolakan mata dengan begitu lebar ketika aku merasakan bahwa jelly itu mulai masuk ke dalam lubang hidungku tanpa kendala sedikit pun. memasuki kedua lubang telingaku, dan bahkan jjuga memasuki kedua sela mataku begitu saja. Aku semakin ketakutan setengah mati. Aku merasa sesuatu tengah bergerak di dalam tubuhku, melewati kerongkongan dan tenggorokanku.   Hingga tidak lama kemudian aku dipaksa membuka mulut dengan lebar dri dalam. Seketika jelly dari dalam tubuhku bergerak keluar, muntah dengan begitu banyak jelly yang keluar dari dalam dan berakhir muntahan itu jatuh tepat di atas wajahku, menenggelamkan sisi tubuhku yang masih belum tertutupi jelly. Akhirnya aku benar-benar tenggelam ke dalam kolam yang tidak berdasar. Aku jatuh semakin dalam dan dalam. Napasku terasa begitu sesak seperti layaknya orang yang tenggelam. Aku pikir aku akan mati saat itu juga.   “HUAHHH!”   Aku membuka mata dengan lebar begitu juga dengan mulut yang langsung meraup udara dengan rakus. Terbangun dari alam mimpi dengan cara paksa. Bahkan setengah tubuhku sampai terperanjat bangun saking kagetnya dengan mimpi itu. Aku duduk di atas ranjang untuk sejenak, sebelum kemudian beralih melemas dan merobohkan tubuh sekali lagi dengan kencang.   “Hahh ... hahhh ... ahh..” Napasku terasa berat. Aku berusaha menetralkan tarikan napasku yang terasa berat untuk beberapa saat yang lalu. Mataku dengan lemas memandang ke arah langit-langit kamar. Lalu mata itu bergulir ke arah sekitar dan memerhatikan dengan lekat sesisi ruang kamar.   Kulihat sinar mentari pagi juga masuk ke dalam sela-sela tirai jendelaku. Segera aku menarik napas dengan begitu lega. Aku benar-benar kembali ke dunia nyata saat ini. Mimpi itu terasa begitu hidup dan menyeramkan. Aku merasa akan benar-benar mati untuk beberapa saat yang lalu. Untuk beberapa saat aku hanya terdiam di atas ranjang, memandang langit-langit kamar kembali sembari menetralkan tarikan napasku yang mulai lebih teratur. Satu tanganku bergerak mengusap bulir-bulir keringat yang membasahi wajahku. Ya, aku berkeringat saat ini. Bahkan keringat itu begitu banyak hingga membuat kaos yang kukenakan saat ini menjadi basah. Aku tidak mengerti kenapa sebuah mimpi bisa membuat tubuhku menjadi seperti ini, tapi yang pasti aku butuh mengganti baju. Aku juga perlu bersiap ke sekolah secepatnya sebelum Hellen datang dan mengomel tiada henti atas keterlambatanku ini. Aku mulai menggerakkan tubuh kembali dengan langkah berat menuruni ranjang. Berjalan dengan malas menuju kamar mandi dan masuk ke dalamnya. Aku berhenti di depan wastafel sembari menggaruk belakang kepalaku yang gatal. Lalu meraih sikat dan pasta gigi dan mulai menggosok gigiku. Mataku beralih ke arah kaca untuk memperhatikan penampilanku saat ini. Detik kemudian aku langsung melongo tidak percaya melihat pantulan diriku sendiri. Ada apa dengan wajah pucat dan mata panda itu?! Wajahku langsung mendekati kaca dengan cepat untuk melihat dengan lebih jelas penampilanku saat ini. Wajah itu masih tetap sama pucatnya. Aku benar-benar tidak salah melihat. Bahkan aku juga meraba wajahku sendiri tanpa sadar. Aku merasa telah menjadi mayat hidup saat ini. Sungguh, ini nampak mengerikan sekali bahkan untuk diriku sendiri!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN