Aku menundukkan pandangan dan mencari alasan yang tepat untuk menenangkan pikiran Mom agar tidak bersikap berlebihan. Aku tidak bisa pergi ke rumah sakit. Lagi pula aku merasa aku baik-baik saja. Tidak ada sesuatu yang aneh yang kurasakan dalam tubuhku selain hanya kulit pucat saja. Meski terasa sedikit pusing, tapi itu bukan masalah besar kurasa.
Aku berusaha memutar otak dengan cepat, tapi aku tidak tahu harus beralasan apa lagi di depan Mom. Tanpa sengaja pandangan mataku kembali bertemu dengan pandangan mata Hellen yang masih menatapku dengan pandangan tidak kalah cemasnya. Aku langsung melempar tatapan minta tolong pada gadis itu untuk membantuku lari dari penyelidikan ini.
Hellen yang melihat tatapanku terlihat bingung. Aku tahu gadis itu tengah merasa ragu untuk membantuku, tapi aku tetap melempar tatapan memohon pada gadis itu. Aku berharap banyak pada Hellen. Aku masih memandangnya dengan lekat dan penuh harap.
“Ada apa Laura? Kenapa kalian terlihat begitu tegang di sana?” suara Dad sontak membuat kami bertiga tersentak kaget. Kami bertiga langsung menoleh ke arah Dad yang ternyata telah selesai menyiapkan diri untuk berangkat kerja pagi ini. Dad berdiri tidak jauh dari pintu kamar sambil memandang heran ke arah kami.
“Dave!” panggil Mom kemudian. Mom segera melangkah mendekati Dad dengan raut wajah cemasnya yang masih tercetak jelas di wajah cantiknya. Sedangkan Dad sendiri juga mulai melanjutkan langkah menghampiri kami. Mom langsung meraih lengan besar Dad setelah dia berada dalam jangkauan tangannya.
“Dave, coba lihat Danny! Wajahnya pucat sekali Dave. Aku takut dia kenapa-kenapa!” adu Mom seketika. Mendengar itu Dad menyatukan kedua alisnya dengan wajah bingung dan langsung menoleh ke arahku. Mata kami sempat bertemu, tapi aku langsung mengalihkan pandangan ke arah lain. Aku berusaha menyembunyikan wajah pucatku agar Dad tidak ikut cemas seperti yang dilakukan Mom saat ini.
“Mom aku sudah bilang aku baik-baik saja! Aku tidak sakit sama sekali Mom, Dad. Kalian tidak perlu khawatir kepadaku!” seruku dengan sedikit keras. Aku langsung membalikkan tubuh dan menyibukkan diri dengan menyiapkan sarapan roti yang lain.
Dengan cepat aku menyiapkan sarapan itu ketika dari sudut mataku aku melihat pergerakan Dad yang kembali mengambil langkah di belakangku. Aku tahu dia akan bergerak mendekat dan memeriksaku lebih jauh. Aku diam-diam menghela napas dengan berat. Ini akan menjadi semakin runyam jika aku tidak segera pergi dari sini.
“Danny, tapi tetap saja kau harus pergi ke dokter untuk memeriksakan kondisimu itu!“ balas Mom yang masih bersikeras untuk menyuruhku ke rumah sakit.
“Danny apa kau baik-baik saja?” Kali ini Dad yang menanyakan kondisiku.
“Aku sangat baik-baik saja Dad. Sungguh!” jawabku dengan cepat. Segera aku meraih tas ransel dan menyampirkannya di satu bahuku. “Aku harus pergi ke sekolah. Ini sudah telat. Kami pergi dulu, Dad, Mom!” pamitku dengan sedikit tergesa tanpa memberi kode pada Hellen terlebih dahulu.
Sebelum pergi, aku menyempatkan diri untuk meraih dua sandwich roti buatanku dan langsung menyambar tas ransel Hellen juga. Hellen sendiri terkejut melihat tindakanku itu. Tanpa menoleh ke belakang lagi, aku langsung melangkah pergi keluar rumah.
“Danny! Danny tunggu Mom!” seru Mom seketika mencoba menahan kepergianku, tapi aku tidak menghiraukannya. Aku tetap melangkah pergi keluar rumah dan bahkan tidak menunggu Hellen untuk melangkah bersamaku.
“Danny ...” Laura hanya bisa menelan ucapannya kembali ketika melihat Danny sudah menutup pintu rumah setelah melewatinya. Meninggalkan mereka bertiga di sana, termasuk Hellen. Baik Laura dan Dave sama-sama menoleh ke arah pintu tersebut meski Danny sudah tidak terlihat di sana. Hellen yang akhirnya tersadar menjadi bingung sendiri di tempat. Gadis itu langsung merasa gugup di depan kedua orang tua Danny sendirian.
“Ah, kalau begitu aku akan pergi menyusul Danny Bibi, Paman. Sampai jumpa lagi!” pamit Hellen kemduian dengan sedikit kikuk di hadapan Laura dan Dave. Laura yang melihat Hellen hendak melangkah pergi juga langsung menahannya.
“Hellen!” panggilnya. Hellen dengan terpaksa menghentikan langkah kakinya dengan jantung yang berdebar begitu kencang. Hellen takut dirinya akan diinterogasi oleh kedua orang tua Danny saat ini. Dengan menundukkan kepalanya sembari membalikkan diri ke arah mereka berdua kembali.
“Hellen, tolong jaga Danny ya. Jika terjadi sesuatu, langsung telpon kami. Kau mengerti kan?” pinta Laura kemudian dengan lembut. Meski suaranya terdengar begitu lembut, namun Hellen bisa merasakan kecemasan di tiap kalimatnya.
Tentu saja akan begitu. Laura adalah ibu kandung Danny yang sangat menyayanginya. Pastinya wanita itu akan menjadi khawatir jika ada yang tidak beres dengan anak semata wayangnya tersebut. Mendengar nada ketulusan dalam suara Laura membuat Hellen akhirnya tersentuh. Gadis itu mendongakkan kepalanya dan membalas tatapan Laura dengan tulus. Hellen menganggukkan kepalanya dengan mantap.
“Tentu Bibi. Aku akan menjaga Danny dengan sepenuh hati. Kau tidak perlu khawatir, oke?!” jawab Hellen dengan mantap. Laura akhirnya bisa bernapas dengan lega setelah mendengar jawaban dari Hellen. Muncul senyum tipis di atas bibirnya yang merah.
Setelahnya Hellen kembali membalikkan tubuh hendak melangkah keluar. Gadis itu kembali pamit pada kedua orang tua Danny. “Aku akan pergi sekarang Bibi, Paman!” Hellen tidak lupa melambaikan tangannya kepada kedua orang dewasa berbeda gender tersebut. Laura membalas lambaian tangan Hellen, sedangkan Dave yang ada di belakangnya ikut menjawab dengan menganggukkan kepalanya tanpa kata.
“Dave, apa kau tidak melihat betapa pucatnya anak kita tadi? Apa kau tidak merasa khawatir dengan itu?” Laura langsung membalikkan tubuh menghadap Dave suaminya, dan menatap pria itu dengan lekat. Dave yang masih menatap pintu rumah mereka kembali tertutup kini mengarahkan atensi penuhnya pada Laura, istri tercintanya. Pria paruh baya itu menarik napas dalam sebelum kemudian menghela napas dengan lega. Ditatapnya wanita itu dengan lekat.
“Aku tahu. Aku melihatnya Laura, tapi aku yakin Danny akan baik-baik saja. Bukankah dia sendiri yang mengatakan seperti itu, hm?” ucap Dave sembari mencoba menenangkan wanita itu. Meski begitu Laura masih menampakkan wajah khawatirnya untuk Danny.
“Tapi dia pucat sekali Dave. Aku takut dia sedang sakit saat ini.”
“Kau tidak perlu cemas Laura. Jika dia memang sakit, Danny pasti akan mengatakannya pada kita. Lagi pula ada Hellen yang selalu menjaganya bukan? Jangan terlalu dipikirkan lagi. Dia sudah dewasa Sayang. Danny bisa menjaga dirinya dengan baik. Aku yakin itu, oke?!” bujuk Dave. Pria tampan itu meraih bahu Laura dan menuntunnya menuju meja makan kembali. Dave meminta Laura menemaninya makan tanpa kata, dan dengan patuh wanita itu menuruti keinginannya.