ADIK IPAR-9

1157 Kata
Happy Reading ----------------- Safir mencondongkan tubuhnya ke arah Ruby. Sontak Jantung Ruby berdebar, menahan nafas menatap lurus ke depan. Tubuhnya diam tidak bergerak. Safir mencubit dagu Ruby lalu mengarahkan wajah Ruby menatapnya. Kedua manik mata mereka bertemu dan tanpa sadar, Ruby menelan ludahnya. "K-kak Safir mau a-apa?" tanya Ruby terbata-bata. Safir semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Ruby. "Berikan handphonemu atau kakak---" bisik Safir, menatap lekat mata boneka Ruby. "Jangan macam-macam. Aku bilangin Papa." gumam Ruby mengingatkan Safir. "Bilangin aja kalau kamu nggak malu." Bisik Safir, ujung hidung sudah mencium ujung hidung Ruby. Mata bulat Ruby terpejam, merasakan nafas hangat Safir menerpa wajahnya, membuat tubuhnya meremang. "Berikan ponselmu, Ruby." "Nggak mau." Ruby tetap mempertahankan ponsel dalam tas di pelukannya. Ruby berusaha memalingkan wajahnya. Tangan Safir semakin kuat menahan dagu Ruby supaya wajah mereka tetap berhadapan. "Berikan atau aku cium." ancam Safir. "Jangan harap." Safir sengaja menempelkan bibirnya di atas bibir tipis merah muda milik Ruby. Gadis itu membelalakan mata, kaget. Sontak melepas tas dalam pelukannya kemudian mendorong dαda Safir, menghentikan pria itu sebelum melumat bibirnya. "Kakak!" Ruby menggeram memukul lengan Safir dengan kedua tangannya. Kemudian menghapus bibirnya dengan punggung tangan. Safir tersenyum jahil, mengambil tas Ruby. "Balikin nggak?" teriak Ruby. Safir tergesa merogoh ponsel dari dalam tas sebelum Ruby menarik selempang tasnya. "Kak Safir! Ihh ngeselin bener sih …" Ruby memukul Safir dengan tas, kemudian mendekat untuk merampas ponselnya. Safir menjauhkan tangannya dengan cara mengangkat ke atas. Safir merasa sial, ponsel gadis ini minta buka sandi. "Sandinya berapa,By?" tanya Safir, satu tangannya menahan bahu Ruby agar tetap diam di tempat duduknya. "Balikin ponsel Ruby, kak."Bentak Ruby. "Katakan dulu sandinya berapa." Safir balik menghardik. Geram melihat Ruby. Ruby menutup mulutnya rapat, melipat lengan di depan dadanya.Mengacuhkan permintaan Safir. Safir melepas tangan dari bahu Ruby. Mengembuskan nafas kasar, kemudian melirik gadis yang memasang wajah angkuh. "By, dengerin kakak. Aku dan Erli nggak ada hubungan apa-apa. Kami hanya teman. Dan nggak seperti yang kamu bayangkan. Demi Tuhan, By. Aku nggak pernah selingkuh dari Intan. Kau boleh percaya atau tidak, itu terserah kamu. Kau boleh menunjukkan video yang kamu ambil sama ayah, kalau ingin keluarga kita hancur hanya karena salah paham." Safir menyerah, ia mengembalikan ponsel Ruby. Ruby mengambil dan menyimpan ke dalam tas. Memalingkan wajah dari tatapan Safir. "Kakak melewati batas." katanya tanpa melihat Safir. "Batas mana yang kakak lewati, By?" tanya Safir dengan kening berkerut. Ruby mengerucutkan bibir, tidak ingin mengingatkan tentang ciuman yang baru saja terjadi, walaupun hanya menempel, Ruby merasa sangat rugi. Safir menebak isi pikiran Ruby, kemudian berujar untuk mengkonfirmasi, "Itu bukan ciuman, jadi jangan terlalu memikirkannya." ucapnya dengan nada ringan. "Ruby mau pulang, buka pintunya." ucap Ruby seraya mencoba membuka pintu mobil. "Kakak antar," Safir menghidupkan mesin mobil, "pakai seat belt mu," ucapnya melirik sebentar Ruby yang tengah merona. **** Berlian mengambil gelas wine yang ada di atas meja bathtub kemudian menyesap isinya. Kembali ia meletakkan gelas bertangkai itu diatas meja bathtub, lalu merebahkan kepalanya pada bantalan bathtub. Tiba-tiba terngiang di kepalanya ucapan Ruby saat di Mall. "Ruby tidak peduli jika kak Safir selingkuh dari Ruby." Senyumnya mengembang seraya memainkan busa dalam bathtub. Secara tidak sengaja ia mengetahui hubungan Safir dan calon istrinya tidak dalam keadaan baik. Berlian bersenandung kecil menyiratkan kebahagiaan hatinya. Info tentang hubungan Safir cukup menghibur hatinya yang tidak jadi berduaan dengan Safir di dalam Bioskop. Sementara di tempat lain, mobil Safir memasuki halaman rumah Ruby. Gadis itu turun dari mobil tanpa mengatakan apapun. "By, kamu dari mana?" tanya Gemma, ketika melihat putrinya. "Main, Pa." Ruby menyalami tangan Gemma. "Mama mana?" tanya Ruby, tidak menemukan Ibunya di ruang santai itu. "Biasa kumpul bareng teman-temannya. Duduk, Nak. Temani papa." Gemma menepuk sofa di sampingnya. "Malam ayah." Safir menyapa, mengejutkan Gemma. "Kok, kamu ada di sini?" tanya Gemma. "Antar Ruby, Ayah." Safir duduk di sofa tunggal, melirik sebentar Ruby disamping Gemma. "Kalian keluar bareng atau gimana nih?" tanya Gemma. Ada senyum yang tersirat di wajah Gemma saat melihat putrinya. "Papah kak Safir jalan bareng ce—" "Iya ayah. Aku ajak Ruby makan malam." Bohong Safir memotong ucapan Ruby. Ruby mencebikkan bibirnya, 'dasar tukang bohong!' Benak Ruby, memicingkan mata melihat Safir. "Bagus dong. Kalian baik-baik ya. Papa sangat bahagia jika kalian berdua bahagia." Tangan Gemma terulur menepuk puncak kepala putrinya lembut. Ruby tersenyum manis, "Papa Ruby naik ke kamar, ya,"Ruby beranjak dari tempat duduknya. "Boleh tapi, sebelumnya buatkan kopi untuk papa dan kakak kamu gih,"ujar Gemma. "Papa aja yang buat, Ruby ngantuk." "Loh, kok Papa sih." "Biar Safir yang bikinin, Ayah." Safir bangun dari duduknya. "Eh gak usah, ada Ruby kok." Gemma menyuruh Safir kembali duduk, kemudian melihat Ruby yang masih berdiri di tempatnya. "Ayo sayang, kapan lagi Papa minum kopi buatan kamu." ujar Gemma. Ruby berdecak malas, meletakkan kembali tas di atas sofa. Ia melangkah meninggalkan ruangan itu menuju dapur. "Menantu, kalau kalian sudah menikah tolong sabar mengajari Ruby. Dia sedikit pembangkang tapi, ayah yakin dia akan patuh pada kamu." ujar Gemma, sedikit berharap. "Iya ayah, Safir akan mengajarinya." Balas Safir tersenyum simpul. "Oh, iya ayah sampai lupa bertanya. Apa kabar Kristal?" Gemma bertanya tentang cucunya. "Baik ayah, dia sudah bisa mengangkat kepalanya sendiri." "Wah, padahal belum ada dua bulan." Ruby membawakan dua gelas kopi di atas baki. "Ini kopi nya, Pah." ucap Ruby, meletakkan di hadapan Gemma, kemudian langsung duduk tanpa menawarkan Safir. "Itu kopi siapa?" tanya Gemma, menunjuk dengan dagunya. "Kopi kak Safir." "Lah tawari dong. Gimana sih anak gadis Papa ini." Safir melihat Ruby, heran dengan kebencian gadis itu padanya. Sejak Intan meninggal Ruby selalu menatapnya dengan pandangan jengkel. "Aku naik ke atas ya, Pah. Ruby ngantuk." ucap Ruby, membawa tas miliknya. "Ya sudah langsung tidur, jangan main game lagi." pesan Gemma mengingatkan putrinya itu. "Iya, Pah." Ruby melangkah meninggalkan ruang santai. "Minum, Nak." ucap Gemma. "Iya ayah." Safir mengambil gelas kopi dari atas baki. Ia meniup uap panas yang mengepul dari dalam gelas. Kemudian menyesapnya dan memuncratkan dari mulutnya. Ruby tersenyum dari anak tangga mendengar semburan dari mulut Safir sekaligus batuk-batuk kecil dari mulut pria itu. "Rasain. Itu bayaran mahal sudah berani menyentuh bibir Ruby dengan bibir sialanmu itu." batin Ruby menaiki anak tangga satu persatu. "Kenapa?" tanya Gemma ikutan panik. "Nggak apa-apa, ayah. Aku pikir sudah dingin ternyata masih panas." "Astaga, kau terlalu semangat menikmati kopi buatan calon istrimu. " seloroh Gemma. "Baju kamu kena kopi. Ganti sana," sambungnya. Safir melihat bekas kopi hitam di kaos putihnya. Ia menggeram dalam hati dan menoleh ke lantai atas. Dimana Ruby tepat melihatnya dari koridor kamar. Ruby meleletkan lidah meledek Safir, dan mengangkat jari tengahnya. Rahang Safir mengetat, " Safir naik keatas ganti baju dulu , ayah." Safir beranjak dari tempat duduknya. "Iya, minta sama Ruby kunci kamar kalian." ujar Gemma. "Baik ayah." Safir berjalan cepat meninggalkan ruang santai. Berlari menaiki anak tangga menuju kamar Ruby. Safir membuka pintu tanpa mengetuk, mengejutkan Ruby. "Ngapain?" tanya Ruby dengan suara tertahan. Langkah Safir melebar dan pasti menghampiri Ruby, menarik tengkuk Ruby kemudian menundukkan kepala untuk melumat bibir Ruby. ----- Jangan lupa berikan komentarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN