Kelanjutan Misi

1737 Kata
"Apa?! Memuji?!" Cepat, Reyhan berjalan menghampiri Johan, kemudian menarik erat-erat kerah baju Pria itu. "Apa-apa saja yang gadis s****n itu ceritakan?!" "Ck! Rey?! Kau tidak perlu bersikap begitu, deh. Lagi pula sudah terlanjur, kan? Atha juga tidak terlalu buruk, kok. Aku dan Johan akan mendukung baik hubungan kali-" "DIAM, Anak Pungut! Aku tidak sedang bica-" Bugh! "Aku bukan anak pungut, ya, s****n! Aku merekam aksi mami dan papi saat sedang 'membuatku' di malam pertama!" teriak Alan kesal. "Kalau begitu anak haram saja, bagaimana?!" balas Reyhan lagi. "Amit-amit, ya, Rey! Jangan asal bicara!" Reyhan terkekeh, kemudian ikut duduk di tengah-tengah Alan dan Johan. "Jadi ..., apa ada kemajuan tentang Halsey?" tanyanya santai. Johan mengangguk antusias. "Sangat banyak, Rey! Hale bahkan menulis di sebuah buku bahwa ia merindukanku. Hahahah!" "Baguslah. Setidaknya, wajah menjijikkanmu saat sedang galau tidak akan mengganggu lagi," balas Reyhan lega, kemudian perlahan merebah ke belakang. Sembari memejam damai, sebelah tangannya ia letakkan di atas kening. "Lalu kau? Aku juga ingin membantumu jadian dengan At-" "Jangan membahasnya!" potong Reyhan kembali kesal. "Kalau begitu ..., berarti kau harus mau berjanji denganku dan Alan," ujar Johan lagi. Reyhan menautkan kedua alis. "Berjanji apa?" "Mulai malam ini, jika kau serius tidak punya ketertarikan pada Atha, maka ..., kau harus membuktikannya dengan bersikap biasa saja," jelas Johan. "Memangnya aku memperlakukannya secara spesial, apa?!" balas Reyhan tidak terima. Enak saja, ya, mulut bau itu bicara. "INTINYA ...." Alan tancap gas. "Kau harus bersedia bersikap baik pada Atha. Atau jika terlalu berat, setidaknya ... jangan bersikap kasar saja. Perlakukan ia seperti adik atau teman, ATAU aku dan Johan akan semakin menjodoh-jodohkanmu deng-" "KALIAN INI BICARA APA, SIH?! HUH?!" Reyhan bangkit berdiri. "Aku tidak suka, ya, jika kalian terlalu-" "Ter-se-rah! Apa pun pendapatmu, aku dan Johan tidak akan mau tahu!" Alan ikut bangkit berdiri. "Karena yang aku tahu hanyalah ... aku rindu Hale-ku. Aku rindu, dan aku harus segera tidur agar bisa lanjut bermimpi tidur seranjang dengannya sepanjang malam! Whooo!" "Aku juga! Ayo, tidur sambil berpelukan! Bayangkan saja jika aku adalah Hale." Dengan raut pasrah, Reyhan menontoni bagaimana Alan dan Johan saling tidur sembari berpelukan seperti biasa. Daripada ikut bergabung dengan mereka, ia memutuskan untuk tidur di sofa dulu malam ini. ▪▪▪ Gara-gara bangun terlalu kesiangan, pagi ini, ketiga Pria itu akhirnya memutuskan untuk mandi bersama-sama saja. Bahkan, mereka mungkin tidak akan bangun juga jika bukan karena omelan Lavina yang menggema di seluruh penjuru rumah, sekaligus suara tangisan Sella yang ikut meramaikan suasana. Meski sudah menanamkan dalam hati bahwa mereka tidak akan pernah nekat bermalam di rumah Reyhan lagi, tetap saja ..., Alan dan Johan selalu punya hambatan untuk menepati janji s****n itu. Dan kini, di meja makan tempat semua orang menyantap sarapan, mereka bertiga hanya bisa menunduk tak karuan gara-gara intimidasi yang dilemparkan Lavina juga Abrisam. "Selamat pagi, Om, Tante, dan Princess Sella ...! Wajah kalian semua tampak bersinar terang, ya," ujar Alan berusaha mengalihkan suasana, tapi ... tak ada yang merespon. Mendapati itu, ia terpaksa berdehem. Mengulurkan sebelah tangannya untuk meremas p****t Johan, seolah tengah berusaha berbagi kegugupan. "Ambil saja, Alan. Tidak perlu meremas pantatku dulu jika hanya ingin meminum s**u itu. Kita sama-sama tamu, kok." Ucapan Johan berhasil membuat semua orang sontak menoleh, hingga Alan hanya bisa membulatkan mata dan memalingkan wajah memerahnya malu. s****n! "Kapan, sih, kalian bertiga ini bisa berubah?" Lavina buka bicara sembari mengulurkan segelas s**u untuk ketiga anak Pria-nya bergantian. "Kalian itu sudah kelas 3, Rey, Johan, Alan ...! Tidak baik jika terlalu senang bersantai-santai!" tambahnya lagi. Abrisam mendengus lelah. "Sudah, Vin. Biarkan mereka menikmati sarapan," ujarnya menengahi. Setelah selesai dengan acara sarapan, akhirnya mereka bisa beranjak dari suasana yang kelewat serius tadi itu. Alan mendengus setelah bokongnya mendarat sempurna di jok belakang, begitupun juga Johan. "Aku baru bisa bernapas lega, astaga!" ujar Alan dramatis. "Mengapa om Abrisam benar-benar kaya akan intimidasi? Aku jadi ingin meminta sedikit darinya jika saja bisa," timpal Johan juga. "Ish! Jangan menyebut ayahku seperti itu!" bentak Sella sembari menengok ke belakang. Johan terkekeh. "Keluarga Alejandra memang penuh orang-orang serius dan intimida-" "KAK JOHAN?! IH! JANGAN BICARA BEGITU LAGI, ATAU AKU AKAN MENGADU-" "Jangan bersikap tidak sopan, Sella!" potong Reyhan sedikit membentak. Alan dan Johan semakin dramatis. Semoga saja mereka selalu berada di sana ketika Reyhan membentak Atha. Setidaknya untuk meninju meski sekali saja. Setelah beberapa lama, Reyhan akhirnya menepikan mobil tepat di depan gerbang sekolah Sella. Sementara Gadis itu bergegas turun, Alan dan Johan langsung sibuk mengedarkan pandangan ke sekitar, berharap bisa menemukan keberadaan Atha di sana. Tapi belum sempat selesai, Reyhan malah bergegas melajukan mobilnya cepat, tanpa persetujuan. Ia sedang dalam mood buruk, dan kedua manusia cerewet di belakangnya itu juga tampak mengerti sampai tidak melayangkan protes seperti biasa. "Ngomong-ngomong ..., pagi ini, aku sudah bisa mengakhiri keasinganku dengan Hale, kan?" ujar Johan memecah suasana. Alan menoleh cepat, sementara Reyhan, ia langsung melirik ke kaca depan dengan sorot tak setuju. "Belum 5 hari, Johan ...! Tahanlah. Sebentar lagi, kok," balas Alan. "Baiklah. Tapi aku ingin menyapa Hale hari ini. Boleh, kan?" ujar Johan lagi. "Tapi hanya sekilas," sahut Reyhan juga. Johan mengangguk antusias. Sebab jujur saja ..., ia benar-benar tidak bisa menahan lebih lama lagi untuk segera menghampiri Hale-nya. Membuatnya marah-marah, atau bersikap manja dan melontarkan candaan m***m seperti biasa, ia benar-benar rindu. "Johan? Ayo, turun! Hale juga baru saja sampai!" teriak Alan antusias. Johan bergegas cepat, begitujuga Reyhan. Seperti sebelumnya, mereka akan sengaja menebar pesona di depan Halsey, agar gadis itu bisa lebih merasa diabaikan secara natural. Begitu kata Alan. Sembari berusaha terlihat biasa saja, ketiganya berjalan menyusuri koridor dengan wajah hangat penuh sapaan, kecuali Reyhan tentunya. Beberapa langkah lagi mereka akan berpapasan dengan Halsey, makanya Johan semakin betah menebar senyum sepanjang jalan, sembari matanya yang diam-diam melirik ke bagian d**a Halsey yang lumayan bergumpal. Bukan. Bukan maksud melecehkan, tapi ... memastikan. Meski pada umumnya jantung memang berdetak, tetap saja ia bisa membedakan sesuatu dari detakan di d**a montok itu. Halsey berdebar-debar luar biasa, woy! Gadis itu bahkan terlihat salah tingkah meski tidak terlalu nampak jelas. Wah. Johan jadi gemas, deh, ah! Alan meremas p****t Johan sekilas. "Sekarang," gumamnya. Johan mengangguk cepat, kemudian menghampiri Halsey bersemangat. Bersemangat dalam hati, ya. "Hale?" Tapi Halsey hanya menghentikan langkah saja, makanya Johan memutuskan untuk memanggil sekali lagi. "Hale?" Setelah Halsey berbalik dengan raut wajahnya yang tanpa ekspresi, Johan buru-buru merekahkan senyum lembut. "Soal kemarin ... aku benar-benar minta maaf, ya," ujarnya. Alan yang menyaksikan itu malah langsung terkekeh. Baru saja niat meremas sebelah p****t Reyhan, Pria itu bahkan lebih sigap dan mendorongnya cepat. "Aku bukan Johan, ya! Awas jika kau berani melecehkanku juga!" ancamnya kesal. Alan terkekeh lagi. Benar juga, ya. Ia punya hobi baru belakangan ini. "Baiklah. Aku duluan," sambung Johan lagi kemudian menepuk pelan bahu Halsey dan berlalu dari sana. Setelah berhasil menghampiri posisi Alan dan Reyhan lagi, ia buru-buru menarik keduanya pergi saking tak tahannya lagi untuk segera berteriak dan menyalurkan kegeregetan. Ia bahagia, demi apa pun ▪▪▪ "Kau dari mana saja, sih?! Kencing darah, ya? Berapa liter? Seratus?!" Alan langsung mengomel tatkala mendapati sosok Johan sudah tampak berjalan mendekat. Seragam Pria itu sudah berantakan. Wajahnya juga penuh lebam-lebam. "Aku habis berkelahi dengan adik kelas sok jagoan itu. Bisa-bisanya dia sengaja melempar bola ke salah satu gadis yang tengah melintas di tepi lapangan basket! Pria s****n!" balas Johan penuh emosi, sembari tangannya yang bergerak membuka beberapa kancing seragam teratasnya. Reyhan berdecak. "Sudah, deh. Ayo, cepat! Kau mau menemui Halsey, kan?" tanyanya mulai kesal. Johan langsung bersemangat tatkala mendengar nama Hale-nya disebut. Benar-benar mood booster, deh, ah! Dengan suasana hati yang kian membaik, ketiganya mulai berjalan beriringan hingga tiba di taman. Mereka mendapati Halsey tengah duduk sendirian, sembari tangannya yang sibuk menari-nari di atas kertas. "Kalian tahu? Itu adalah buku khusus curhatan Hale tentangku," ujar Johan penuh haru. "Aku cemburu." Halsey tampak berbisik, dan itu sontak membuat Johan mundur ke belakang, kemudian berguling-guling di atas rumput layaknya cacing kepanasan. "Jangan cemburu, Sayang. Aku hanya mencintaimu, kok. Tak ada gadis yang lain!" bisiknya berteriak. "Kalau perlu, kemarilah! Belah jantung abang agar kau bisa percaya bahwa hanya ada namamu saj-" "Berisik, Bodoh! Kau mau ketahuan, ya?!" teriak Reyhan tak tahan. Johan mengangguk pasrah. Membiarkan Alan menjambak rambutnya, hingga ia kembali terduduk di posisi paling depan. "Aku cemburu, Johan," lanjut Halsey lagi, sembari menutup buku tadi kemudian mendesah kasar. "Iya, Sayang. Aku juga, kok," balas Johan semakin dramatis. "Astaga, iya!" Halsey langsung berseru. "Bagaimana jika aku kembali melintas di jalan itu? Mungkin saja ada yang mencoba menggangguku lalu Johan akan datang dan ikut memukuli pria-pria itu demi membelaku." Ketiga Pria itu langsung shock. Johan bahkan mengguncang kepala Alan dan Reyhan saking bahagianya. "Itu ... serius Hale, kan? Katakan padaku jika aku salah dengar!" bisik Alan tak kalah dramatisnya. Reyhan menggeleng. "Jangan berisik dulu! Ayo kita intip lagi!" Halsey kini berjalan dengan senyum tipis, makanya ketiga Pria itu juga ikut berdiri dan langsung mengekori sembunyi-sembunyi. "Tidak! Aku hanya perlu melawan saja, bukan? Jika mereka sampai bersikap kasar padaku dan beritanya sampai menyebar, Johan pasti akan tahu dan langsung saja menghajar pria itu. Iya! Itu pasti!" Johan langsung lemas dan berbaring telentang di atas rumput. Ia benar-benar tidak tahu harus menggambarkan perasaan bahagia dengan cara apa lagi, makanya ... terlihat pingsan jadi satu-satunya pilihan. "Hale mengandalkanku, Alan, Rey ...! Dia mengandalkanku, hiks ...," lirihnya terisak haru. Setelah terkekeh bersama, Alan dan Reyhan langsung menarik Johan hingga kembali berdiri. "Jangan keasikan dulu. Kalau kita telat, kau tidak akan jadi Pria pertama yang meremas pantatnya Hale!" ujar Alan. Johan membulatkan mata seolah baru sadar. "Ya, ampun, iya! Ayo, cepat! Kita harus segera menghalanginya!" Dengan susah payah, Alan dan Reyhan mengejar Johan yang bahkan sudah semakin jauh berlari. "Cegah dia, Rey! Johan bisa membuat rencana ini selesai jika ia sampai duluan!" teriak Alan di sela-sela langkah lebarnya. "Hal-mmmmmphhh! Mpphhhh!" Timing yang pas! Dengan napas terengah-engah, Reyhan dan Alan melepas bekapannya di mulut Johan lega. "Apa yang kau ... lakukan?!" tanya Johan terengah-engah. "Kau belum boleh menyapanya secara berlebihan, Bodoh! Biarkan dulu Hale merasa jika kau memang tidak peduli lagi!" balas Alan gemas. "Tapi tindakannya terlalu nekat, Alan! Aku tidak akan terima jika Hale sampai diperlakukan tidak senonoh juga!" balas Johan berteriak. "Tenang, deh! Aku yang akan mengurus itu," sahut Reyhan akhirnya. "Bawa dia pergi, Alan," lanjutnya lagi. Johan sontak menggeleng keras. "Tidak akan! Aku tid-" "DIAM, Bodoh! Percaya saja jika Rey bisa mengurus-" "Awas saja jika kau sampai bersikap kasar pada Hale! Aku tidak akan segan-segan membakar junior-mu sampai lotong, sekalian dengan bulunya!" ❀❀
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN