Demi Johan, Katanya

1728 Kata
Johan berkedip-kedip bingung, sembari memandangi Gadis di depannya itu dari atas hingga bawah. "Mau kuapakan Gadis ini?" tanyanya kemudian. Alan menginjak puntung rokoknya santai, kemudian beranjak berdiri. "Kita akan mencoba membuat Hale cemburu." Johan langsung manggut-manggut. "Ini bukan hal yang sulit kaulakukaan, kan? Ayo. Kelasnya sudah hampir selesai." Setelah itu, Reyhan, Alan, Johan, juga Gadis bernama Zakia tadi langsung bergegas meninggalkan rooftop. Mereka memutuskan untuk menunggu Halsey di UKS dulu agar rencana bisa berjalan lebih natural lagi. Sembari Johan dan Zakia yang bersiap berakting, Alan dan Reyhan mencari tempat untuk mengawasi posisi Halsey, sekaligus juga berusaha membaca ekspresi gadis itu. "JOHAN?! Bersiaplah! Hale sudah dekat!" teriak Alan serius. Johan dan Zakia langsung mengangguk bersamaan. "Ya, Baila?" Halsey tampak berbincang dengan seseorang di telepon. "Baiklah. Assalamualaikum." Reyhan menjentikkan jarinya seolah memberi kode agar Johan dan Zakia memulai percakapan. "Aku benar-benar minta maaf, Kak. Kau jadi terluka begini karenaku," ujar Zakia penuh kesan menyesal. "Jangan dipikirkan lagi," balas Johan juga sembari meremas dadanya kuat-kuat. Ia sangat berdebar-debar sampai jantungnya sudah terasa hendak lepas dari rongganya. Sementara di posisi Reyhan dan Alan, kedua Pria itu langsung memerhatikan baik-baik gerak-gerik tubuh Halsey yang langsung terdiam. Gadis itu bahkan menjeda niat untuk segera memasukkan ponselnya ke saku seragam, kemudian menatap ke lantai porselen seolah sedang berpikir keras. "Hale? Itu bukan urusanmu lagi, mengerti?" Dan Halsey kembali melanjutkan langkahnya hingga berlalu dari sana. "Wah, Rey. Kau dengar, tidak, Hale mengatakan apa?" tanya Alan tak percaya. Reyhan menoleh sekilas. "Hm," balasnya sembari melompat turun, dan menghampiri Johan juga Zakia di posisinya. "Kalian masih harus terlihat bersama di depan Halsey. Ayo!" Mendengar itu, Johan, Zakia, juga Alan langsung bergegas mengikuti Reyhan. Setelah tiba di gerbang sekolah, mereka mendapati sosok Halsey tengah duduk di dalam mobil bersama sosok Gadis berwajah ceria, Baila. "Ayo, cepat! Kalian hanya perlu memperlihatkan diri lagi, dan bersikap seolah berbincang santai saja!" teriak Alan sembari langsung menarik Reyhan untuk mencari posisi mengintip lagi. Setelah Johan dan Zakia berjalan beriringan di depan mata Halsey, Alan dan Reyhan kembali berusaha fokus membaca perasaan lewat ekspresi Gadis itu. "Rey? Apa kau bisa membaca isi pikirannya?" tanya Alan berbisik. Reyhan menggeleng. "Aku hanya bisa membaca tulisan, bukan pikiran." "Tapi ... dari yang terlihat, Halsey seperti biasa-biasa saja," lanjutnya. Alan menoleh cepat. "Lalu yang ia katakan di depan UKS tadi ..., apa maksudnya itu?" "Mana kutahu?" balas Reyhan sewot, sembari tetap fokus menontoni Halsey dari posisinya. "Rey? Rey ...?!" Reyhan menoleh kesal saat Alan langsung menjambak rambutnya keras. "Lepaskan jambakan-" "Atha. Gadis yang bisa membaca pikiran itu, Rey!" Alan berteriak penuh semangat. "Apa ...?" Alan berdehem keras, sembari bibirnya yang langsung melengkung lebar. "Saat kau menjemput Sella sebentar, sekalian juga jemput Atha, ya. Ini demi Johan, Rey. Kita butuh bantuan gadis itu agar misi ini bisa berhasil sepenuhnya." Reyhan membeku selepas perginya Alan. Menjemput Atha? Menjemput gadis s****n itu dia bilang?! Huh?! "JANGAN MENGATAKAN OMONG KOSONG, YA! DEMI JUNIOR LOTONG SIALANMU ITU, AKU TIDAK AKAN PERNAH SUDI!" ▪▪▪ Sesuai perjanjian, maka kini, Reyhan dan Alan sudah duduk manis di apartemen Johan, guna menyusun rencana mereka untuk membuat Halsey cemburu. Ralat. Menyusun rencana agar Halsey mau cemburu lebih tepatnya. Dengan kasar, Reyhan meletakkan secarik kertas ke atas meja, kemudian, "Ini. Aku sudah mau sudi mencari alamat rumahnya. Berhenti memaksaku untuk menjemput gadis s****n itu," ujarnya datar, sebelum akhirnya bergegas ke dapur dan kembali dengan sebotol air dingin di tangannya. "Kau ini keras kepala sekali, sih, Rey?! Hanya sekali! Hanya kali ini! Demi Johan!" Alan berteriak sembari merebut paksa sebotol air dingin tadi, dan meneguknya tanpa dosa. Menyaksikan itu, Johan lekas berdiri sebelum perkelahian keduanya terjadi. "Tidak perlu mempermasalahkan itu, Alan, Rey! Kalian membantu sejauh ini saja, aku sudah sangat bersyukur." "Dan soal Atha ..., aku yang akan menjemputnya. Kalian jangan khawatir," lanjutnya lagi. Alan menggeleng sembari menepis kasar tangan Johan dari pundaknya. "Kau tidak akan pergi sendirian. Kita akan pergi bersama," balasnya tenang. Selanjutnya, mereka bertiga kembali duduk di sofa masing-masing. "Jadi ..., di mana kita akan menjalankan misi?" tanya Alan memecah hening. "Kira-kira di mana?" Johan melirik Reyhan. "Tempat umum atau yang ramai saja. Menurutku ... Halsey akan lebih berusaha mengendalikan diri jika sedang berada di tempat ramai. Kalau serius cemburu dan ia menampakkannya secara tidak sengaja, maka ... kita bisa tahu kesimpulannya," sahut Reyhan. Johan menggeleng. "Tapi ..., Hale tidak suka tempat ramai. Terdengar mustahil juga jika kita bisa bertemu dengannya di sana secara kebetulan." "Kalau begitu ... jangan buat kebetulan. Aku setuju dengan Rey. Sesekali, Hale juga harus tahu rasanya menjatuhkan harga diri di tempat umum, sepertimu," timbrung Alan. "APA?! JANGAN ASAL-" "Ah, iya. Bagaimana jika kau minta bantuan Baila saja?" Alan langsung berdiri. "Maksudku ... Baila mengajak Hale untuk datang ke mall bersama, dan kita akan menjalankan misi di sana," tambahnya lagi. Reyhan mengangguk cepat, kemudian ikut berdiri. "Oke, sudah fix, kan? Ayo, kita berangkat sekarang." Menyaksikan Reyhan bergegas duluan, Alan dan Johan langsung terkekeh bersama. "Jangan terlalu bersemangat, Sayang! Kau pasti akan bertemu Atha, kok!" Reyhan tak menanggapi. Pria itu hanya terus melangkah, hingga kakinya sudah berpijak sempurna ke dalam lift. Mmenyaksikan itu, Alan dan Johan langsung mengejar, panik. Tapi ..., terlalu telat. Reyhan bahkan dengan sengaja langsung menutup pintu lift, sebelum Alan dan Johan masih terlalu jauh untuk menahan pintu agar tetap terbuka. "WHOOOO! REYHAN b******k! MANUSIA LAKNAT!" Alan berteriak penuh emosi. "Awas kau, Rey! Berjaga-jagalah atau kubakar junior-mu nanti!" teriak Johan juga. Reyhan hanya bisa terkekeh jahat di dalam lift. "Aku pasti sudah gila jika sudi ikut menjemput," gumamnya sebelum melangkah keluar dari lift. Setelah mendaratkan b****g di jok kemudi, ia lantas meraih ponsel sembari mobilnya yang juga ia lajukan. "Halo?" "Kenapa? Huh?! Kau mau junior-mu serius kubakar, ya?" sahut Johan dari seberang. Reyhan terkekeh. "Aku akan mengurus lokasi mall, dan menyusun bagaimana misi nanti dijalankan. Hati-hati, ya. Sebaiknya gunakan kaca mata jika akan bertemu gadis gila itu." ▪▪▪ Jadi ..., posisinya seperti ini. Reyhan dan Alan mengambil tempat duduk yang tak jauh dari Halsey dan Baila, sementara Johan dan Atha sedikit terpaut beberapa kursi pengunjung dari mereka. "Hale? Apa yang kau lihat?" Setelah mendengar suara Baila barusan, Alan dan Reyhan yang tadinya pura-pura sibuk menikmati makanan masing-masing sontak menoleh. "Huh? Um ... tidak," balas Halsey cepat. Baila hanya mengangguk singkat. Setelahnya, kedua Gadis itu pun sibuk dengan makanan masing-masing tanpa lagi terselip perbincangan singkat. "Rey? Bagaimana ekspresi Hale sekarang?" tanya Alan berbisik. Kedua Pria ini sedang melakukan penyamaran. Mereka mengenakan pakaian seasing mungkin agar sulit dikenali. "Seperti tidak berselera lagi," balas Reyhan tidak terlalu jelas. "Hale? Mengapa kau hanya mengaduk-aduk makananmu?" Alan dan Reyhan kembali mencuri-curi pandang tatkala suara Baila terdengar lagi. "Aku sedang tak nafsu. Habiskan saja makananmu," balas Halsey juga. "Katakan padaku, Hale. Mengapa kau berubah seperti ini?" Baila bertanya lagi. "Apa maksudmu? Aku hanya kehilangan selera makanku." "Kau tadi lapar, 'kan? Kalau begitu apa yang membuatmu hilang nafsu makan?" "Tidak tahu." Reyhan semakin memerhatikan bagaimana Baila berlalu dari hadapan Halsey, juga Gadis itu yang semakin terang-terangan mencuri-curi pandang ke arah Johan dan Gadis gila di seberang mejanya. "Aku sudah membayar tagihannya. Ayo kita pergi." Baila kembali. Setelah menyaksikan Halsey dan Baila berjalan beriringan menjauh dari tempat mereka tadi, Alan memutuskan untuk memutar badan juga agar bisa lebih leluasa menyaksikan. "Jangan memalingkan wajah, Rey. Coba lihat betapa berbakatnya Gadis yang kaubenci itu," ledek Alan tanpa dosa. Tersisa beberapa langkah lagi, Halsey dan Baila benar-benar melintas tepat di sisi kanan Johan dan Atha. "Benarkah, Kak?" Atha memulai. "Iya, Sayang." Mendengar balasan Johan, Alan kembali melirik Reyhan yang hanya memandangi ke arah mereka dengan sorot biasa. "Sabar, ya, Rey. Itu hanya akting, kok. Jangan cemburu," ledeknya lagi. "Kalau begitu aku tidak takut. Wleeee!" Reyhan memutar bola mata muak tatkala menyaksikan Atha bersikap sok imut lagi. "Sini! Biar kugelitik perut-" 'Byurr!' Setelah minuman Atha tertumpah sempurna ke pakaian Halsey, keduanya langsung menontoni dengan serius. "Hale? Ya ampun, Atha?! Apa yang kau lalukan?!" Johan langsung sok panik. "Kau ini apa-apaan, sih? Pakaian Hale jadi basah begini, 'kan?!" susul Baila sembari meraih beberapa lembar tisu kemudian mengelapi pakaian Halsey. Sementara Halsey hanya terdiam, Atha mulai berusaha fokus dan membaca setiap ungkapan batin Gadis itu. 'Mengapa aku jadi tidak tahu caranya menyuarakan amarah?' Membaca itu, Atha terkekeh. Ia lalu berpindah memasang wajah santai sembari menatap Johan. "Ini salahmu, Kak! Aku hanya menghindar karena kau ingin menggelitikku," ujarnya kesal. "Hale? Kau tak apa-apa, 'kan?" Johan niat mendekat ke arah Halsey, makanya Atha buru-buru berpikir mengambil tindakan lagi. "Jadi kau menyalahkanku dan lebih membela Gadis ini, Kak?!" teriaknya sealami mungkin. Ia sudah terlalu terbiasa, terlebih jika mengingat betapa sering ia harus berusaha bersikap biasa di depan orang-orang yang sudah jelas ia ketahui isi hatinya. Johan menghentikan langkahnya kemudian menoleh pada Atha. "Bukan begitu, Atha. Kau sebaiknya meminta maaf pada Hale, ya?" "Kau bahkan menyuruhku meminta maaf hanya karena kesalahan sekecil itu? Tidak akan!" "Atha?! Kau kena-" "Apa kau menyukai Gadis ini, Kak?" Atha memotong dengan nada menuntut, dan itu lagi-lagi membuat Alan menoleh pada Reyhan dengan raut wajah menggoda. "Ahheyyyyy! Kau harus hati-hati, ya, Rey. Jangan sampai yang kausaksikan ini benar-benar akan terjadi. Jangan sampai Atha malah jatuh cinta pada Johan, padahal ada kau yang jelas-jelas men-" "Diam!" potong Reyhan muak. Bukan muak bagaimana, hanya saja ..., ia tidak suka diledek menggunakan hal yang sama sekali tidak memengaruhinya. "Atha? Say-" "Cukup! Kau memang seorang pembohong!" "Pembohong apa?" Halsey bersuara, sementara pengunjung lain, semuanya sudah hampir menjadikan mereka pusat perhatian. "Mengapa kau ingin tahu?" tanya Atha balik. "Katakan padaku atau kurobek mulutmu sekarang juga," perintah Halsey masih dengan nada tenangnya. Atha tampak terdiam. Dalam hati, ia mengucap maaf beribu-ribu kali karena telah berbuat demikian untuk pertama kali sepanjang sejarah hidupnya. Jika bukan karena merasa berhutang budi pada Reyhan yang tidak sampai melaporkannya ke polisi, ia tidak mungkin mau setuju. Tapi kembali lagi dengan sosok yang datang ke rumah dan membujuknya. Alan dan Johan terlalu baik untuk ditolak. Meski berbeda jauh dengan Reyhan, ia tetap saja menyukai ketiganya. Lebih tepatnya persahabatan ajaib mereka. "Kau lihat itu, Kak?! Gadis itu mengancam akan merobek mulutku! Hiks." Atha kembali melempar pandangannya pada Halsey. "Kak Johan bilang dia menyayangiku. Kau puas?!" lanjutnya lagi, sebelum akhirnya langsung berlalu pergi dari sana. Johan berpindah menatap Halsey dan Baila bergantian. "Hale? Kau baik-baik saja, 'kan? Maafkan aku, ya? Aku harus menyusul Atha." Setelah menyaksikan keduanya berlalu pergi, Alan dan Reyhan juga ikut bergegas dan mengekori. Mereka berempat bertemu tepat di parkiran, di mana mobil Johan dan Reyhan terparkir rapi. ❀❀❀
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN