Gara-Gara Topping Kacang

1943 Kata
Setelah menyaksikan keduanya berlalu pergi, Alan dan Reyhan juga ikut bergegas dan mengekori. Mereka berempat bertemu tepat di parkiran, di mana mobil Johan dan Reyhan terparkir rapi. Johan melajukan mobilnya tatkala ia dan Atha sudah terduduk di jok masing-masing, begitupun juga Alan dan Reyhan. “Jadi ..., apa aku dan Atha perlu bertukar posisi? Maksudku supaya kau tidak terbakar api cembu-“ “Kau bisa berhenti mengatakan hal s****n itu, tidak, sih?! Huh?! Kata siapa aku menyukainya?! KATA SIAPA?!” Reyhan tidak tahan lagi. Ia muak! Sementara Alan, Pria itu masih tampak terdiam saking kagetnya. “WUARRGGGHHHH! BAGAIAMANA JIKA AKU SAMPAI MATI GARA-GARA JANTUNGAN?! HUH?!” teriaknya keras, sembari memukuli lengan Reyhan hingga mobil sempat oleng. Plak! “Bodoh! Sana, menjauh!” teriak Reyhan  setelah menampar kening Alan keras. Sementara Alan sibuk meringis, Reyhan mulai fokus pada kemudinya lagi. Johan tampak menepikan mobilnya di depan sebuah kedai eskrim yang terkenal dengan rasanya yang tersedia beragam. “Ck! Mau apa, sih, mereka di tempat begitu?!” gumamnya kesal, tapi tetap ikut menepikan mobil juga. “AYO, SAYANG-KU SEMUA! AKU AKAN TERAKTIR KALIAN!” teriak Johan dari luar. Meski malas, Reyhan tetap ikut bergabung dan duduk di sisi kanan Alan, dengan kacamata hitam yang sudah bertengger rapi di hidung mancungnya. “Cepat, sebutkan pesanan kalian masing-masing!” ujar Johan bersemangat. “Aku, Kak! Eum ... rasa anggur dan vanila, dan pakai topping kacang!” seru Atha tak kalah bersemangatnya. “Aku rasa vanila saja. Topping-nya terserah,” sahut Alan juga. “Baiklah. Pesanan kita sama. Kau, Rey?” Reyhan sendiri masih diam bingung. Ingin berkata jujur, tapi ia muak jika harus diled- “Sebentar, Johan! Coba ... coba kau ingat lagi, deh. Bukannya ada yang terdengar aneh?” Alan menyahut. “Maksudku ... pesanan Atha dan Rey itu sam-" “Kata siapa!? Aku pesan rasa vanila dan anggur, tapi jangan pakai topping kacang. Aku benci!” potong Reyhan cepat, sembari tatapan tajamnya ia lemparkan pada Atha sekilas. Sementara Atha, ia hanya memilih diam saja. Bukan, bukan bagaimana. Ia tentu ingin akrab dengan Reyhan sebagaimana ia pada Johan dan Alan, hanya saja ..., sikap Reyhan terlalu meragukan. Jika ia nekat mendekati lagi lalu Reyhan membalas dengan kasar, nanti itu malah hanya mencipta pertengkaran antara mereka bertiga saja. Setelah Johan bergegas pergi dan sudah kembali lagi, Alan tampak berdehem serius. “Ayo, Atha. Ceritakan semua hal yang kaubaca dari mata Hale tadi,” pintanya. Atha ikut berdehem. “Jelasnya ..., aku tahu jika kak Hale membenciku. Katanya, Kak Johan itu Pria s****n. Terlalu mudah memanggil banyak gadis dengan sebutan ‘sayang' hahahah!” Semuanya tertawa, kecuali Reyhan tentunya. “Lagi, lagi!” pinta Johan antusias. “Eum ... ah, iya. Dia juga mengataiku tidak punya malu karena tertawa seenaknya di tempat umum,” balas Atha lagi. “Aku setuju. Kau memang tidak punya ma-" Plak! “Lanjut lagi, Sayang,” potong Alan setelah menampar mulut Reyhan sekilas. Atha berdehem tak enak tatkala menyaksikan Reyhan meringis. “Intinya ... dia cemburu dan membenciku setengah mati, Kak. Ia bahkan menyebutku Gadis hitam,” jelasnya lagi sembari terkekeh pelan. “Hitam itu seperti warna rambut, Sayang. Rambutku, rambutmu, rambutnya Kak Johan, dan rambutnya Kak Rerey. Jangan tersinggung, ya. Kau itu manis, makanya Rey suka tapi malu-malu harimau,” balas Alan ikut terkekeh. Baru saja hendak membalas, ponsel Reyhan yang bergetar mencegahnya cepat. “Hm. Kenapa?” “....” “Ck! Kau ini! Kakak sudah sering bilang agar jangan terlalu mengambil banyak kegiatan, kan? Bagaimana jika kau terlalu lelah dan jatuh sakit?!” Reyhan langsung kesal. “....” “Tidak. Kakak tidak akan beri izin lagi.” “....” “Tidak.” “....” “Kakak bilang tidak.” “....” “Iya, iya. Sudah, jangan menangis lagi.” “....” “Hm. Jangan pulang terlalu petang, ya.” Setelah Reyhan tampak selesai berbincang, Johan langsung melirik Atha. “Kau lihat itu, kan? Jadi jangan khawatir. Rey juga bisa lembut kalau sudah sayang, kok,” ujarnya. “Haduh! Indomie menelponku juga, nih!” Alan langsung panik. Johan terkekeh. Sementara Atha, ia hanya bisa bertampang bingung. “Ekhem. Iya, Indomie-nya Abang?” “....” “Mana bisa, Indomie Sayang? Abang sedang di apartemen Abang Johan, nih.” “....” “Habisnya kenapa dikasih pomade, sih, Gabbie? Itu hanya rambut boneka, lho. Pomade Abang tidak kau habiskan, kan?” “....” “Haduh, iya, iya. Jangan menangis, donggg, ah! Abang syebel, nih!” “....” “Iya, iya. Jangan menangis lagi, Indomie-nya Abang. Nanti Abang belikan boneka baru, ya. Naena simpan di kulkas saja supaya kedinginan. Siapa suruh nakal.” “....” “Iya, iya. Ummmmchhhhkkkkahhhhh, ahhhh!” Atha terkekeh tatkala menyaksikan cara Alan mencium Gabbie lewat ponselnya. “Kenapa disebut Indomie, Kak?” tanyanya pada Johan. “Karena rambutnya keriting seperti mie Indomie,” balas Johan dengan kekehannya. “Lalu Naena? Bukannya ... itu istilah untuk-" “Sssttt! Maklum saja kalau otak Alan itu terpeleset,” potong Johan cepat. Atha terkekeh lagi. “Kalau Kakak? Punya adik juga, tidak?” tanyanya sembari mendongak sedikit. “Hm, punya,” balas Johan lagi. “Siapa?” ‘Atha.’ Mata Atha sontak berkaca-kaca tatkala membaca balasan Johan lewat mata. “Aku?Jangan bercanda, Kak ...!” Alan ikut menoleh. “Siapa yang bercanda, Sayang? Kau bisa menganggap kami bertiga sebagai Kakak, kok. Jangan sungkan-sungkan,” hiburnya. “Benarkah?” tanya Atha sembari melirik Reyhan juga. Ia ragu. “Iya, kan, Rey?” timpal Johan. Reyhan mengangkat kepala sekilas sebelum akhirnya membalas dengan gelengan. “Tentu saja tidak,” lanjutnya kemudian kembali fokus dengan ponsel lagi. “Jangan dengarkan dia, ya. s****n itu hanya malu-malu ular,” hibur Johan sembari merangkul Atha lebih dekat. Beberapa saat kemudian, pesanan mereka sudah saling datang. Semua orang antusias meraih pesanan masing-masing, kecuali Reyhan yang masih saja sibuk dengan ponselnya. “Bagaimana? Apa rasanya enak?” tanya Johan sembari kembali menjilati eskrimnya. Atha mengangguk. “Terima kasih, Kak!” Johan mengangguk. Mengacak-acak rambut Atha sebentar, kemudian menikmati eskrimnya lagi, sekaligus juga senyum Gadis di sampingnya. “Rey? Kau akan terus sibuk dengan benda itu saja, ya? Cepat makan eskrimmu sebelum meleleh,” tegur Alan di sela-sela kesibukannya m******t. Reyhan tak menanggapi. Tapi setelah memasukkan ponselnya ke saku celana lagi, Pria itu lantas menelaah seluruh permukaan meja, guna menemukan eskrim sesuai pesanannya. Tapi .... Reyhan bangkit berdiri dengan perasaan geram. Saking geramnya, ia bahkan langsung melepas kaca matanya kasar, kemudian, “Kau sadar jika ini bukan pesananmu, tidak, sih?! Huh?!” teriaknya sembari langsung merampas sendok juga gelas eskrim dari genggaman Atha. Atha kaget. Saking kagetnya, Gadis itu bahkan sampai tersedak luar biasa. Bugh! “SIKAPMU BERLEBIHAN, REY!” teriak Johan geram. Pria itu kini berlari menjauh, niat membeli air mineral untuk Atha. “Atha? Sayang? Kau baik-baik saja, kan?!” tanya Alan tak kalah paniknya. Ia bahkan langsung bergegas duduk di samping Atha, kemudian mengusap punggung Gadis itu perlahan. “Tahan sebentar, ya? Johan sudah mencari air untukmu,” lanjutnya lagi. Melihat itu, Reyhan hanya duduk kembali tanpa rasa bersalahnya. Lagi pula salah siapa? Tidak mungkin, kan, jika Atha tidak sadar bahwa eskrim yang ia santap itu bukan pesanannya? Gadis itu saja yang selalu berusaha mencari perhatian! Setelah Johan kembali dengan sebotol air, Atha lekas meminumnya hingga merasa lebih mendingan. Napas Johan terengah-engah saking paniknya, sementara Alan sendiri, ia sudah lebih merasa lebih tenang dari sebelumnya. BUGH! BUGH! “DI MANA PERASAANMU?! HUH?!” Reyhan tetap diam meski pukulan Johan sudah sampai membuat sudut bibirnya berdarah. “Kau itu Pria, Rey! Jika tidak bisa bersikap lembut, setidaknya jangan bersikap terlalu tanpa perasaan!” teriak Johan lagi. Sementara Alan, ia memilih sibuk menenangkan Atha saja. Kalau sudah Johan yang marah, ia tidak akan mau melarang. Pria itu terlalu jarang marah. Tidak baik jika terlalu awet muda. “Kau lebih membela dia?” Reyhan bangkit berdiri dengan tatapannya yang terlempar tajam ke lantai porselen. “Malah bertanya! Kau tidak merasa bersalah, ya, Bodoh?! HUH?!” Reyhan terkekeh sembari berpindah menatap ketiganya bergantian. “Baiklah. Silakan bela Gadis Tukang Cari Perhatian ini, yang kalian kenal baru sejak kemarin!” balasnya sarkas, sebelum akhirnya berbalik pergi dari sana. ▪▪▪ Dengan kecepatan sedang, mobil Reyhan tampak melaju membelah jalan malam lurus khas kompleks perumahan elit. Setelah pulang dengan perasaan kesal gara-gara gadis s****n itu, ia memutuskan untuk menjemput Sella saja, sekaligus mengajaknya nonton bersama ke salah satu bioskop terdekat. “Aku tidak habis pikir dengan jalan ceritanya, Kak. Hiks, hiks,” ujar Sella terisak-isak, entah sudah yang ke berapa kian kalinya. “Andai saja tahu, aku akan lebih memilih menonton film horor atau thriller sekalian saja. Kakak tahu aku sangat benci dengan ending yang tidak bahagia ...! Hiks.” “Harusnya, kan, mereka bersatu saja! Kenapa, sih, harus dikisahkan mati tragis begitu?! Aku benci, hiks!” Mendengar itu, Reyhan lagi-lagi memutar bola mata, dengan napasnya yang juga berembus kasar beberapa kali. Memangnya salah siapa? Salah Sella juga terlalu keras kepala memilih film itu. “Hapus air matamu. Kita sudah hampir sampai,” ujarnya sembari mengulurkan beberapa lembar tisu. Sella menerimanya cepat. Tidak berani bicara lebih banyak lagi, dan berniat menyalurkan kegalaunnya di kamar nanti. Setelah mobil mentok berhenti tepat di pelataran rumah keluarga Alejandra, keduanya bergegas turun. Reyhan merangkul bahu Sella yang hingga sekarang masih terasa berguncang saking dramatisnya, sampai mereka berhasil tiba di pintu utama rumah. “Assalamualaikum.” Keduanya sudah disambut langsung dengan raut kesal khas Lavina dan Abrisam. “Waalaikumsalam.” “Kenapa terlalu keluyuran, Sell? Hm?” tanya Lavina sembari berjalan mendekat. Reyhan berdehem. “Jangan memarahinya, Bun. Aku yang mengajak Sella nonton, tadi,” ujarnya. “Tapi, Rey ....” Lavina mengusap rambut Sella sekilas. “Kau tahu, kan, jika Adikmu ini harus fokus belajar dulu? Dia harus ikut olimpiade. Terlalu keluyuran bisa membuatnya kelelahan dan tidak punya waktu untuk belajar lagi,” lanjutnya. “Jangan terlalu mengekang Sella, Bunda ...! Dia bisa stres jika terla-" “Tidak perlu protes, Rey. Ayah dan Bunda hanya ingin Sella bisa memperbaiki kesalahanmu. Ayah tidak ingin ia mengikuti jejakmu,” potong Abrisam dingin. Reyhan mendesah berat. “Terserah. Aku hanya tidak ingin tahu jika Sella sampai sakit gara-gara tekanan kalian.” Setelah berlalu dari sana dengan perasaan kesal tertahan, Reyhan membuka pintu kamarnya kasar. “Selalunya saja kesalahanku! Memangnya sepenting apa, sih, pendapat orang-orang luar s****n itu?!” “Pokoknya lihat saja jika sampai Sella sakit. Aku tidak akan tinggal di-” Reyhan terpaku setelah menyalakan lampu, dan mendapati dua sosok Pria sudah menyambutnya dengan raut menjijikkan. “REY-KU SAY-" “Mengapa kemari? Mengapa tidak menghabiskan waktu sepanjang hari saja bersama gadis s**l-" Brugh! Reyhan terhempas jatuh ke belakang, dengan Johan dan Alan yang langsung melempar diri dan menindihnya. “Jangan berkata begitu, Sayang ...! Kau tahu aku dan Johan tidak akan bisa hidup tanpa-" “TURUN, BODOH! KALIAN BERAT!” erang Reyhan susah payah. Menyaksikan itu, Johan dan Alan sontak terkekeh. Mereka lalu bangkit sembari membantu Reyhan berdiri, lalu selanjutnya langsung melempar tubuh ke atas ranjang dengan tanpa bebannya. “Tadi ..., mengapa kau terdengar menggerutu?” tanya Johan sembari duduk kembali. Reyhan tetap sibuk mengganti pakaian dan tak menanggapi. Raut wajah Pria itu tampak penuh sorot kesal yang hampir mendominasi. “Apa kau merindukan Atha?” tanya Johan lagi. “Rindu dengan senyumannya, ya? Hahahahah!” Alan menimpali, hingga keduanya langsung larut tertawa di atas kekesalan Reyhan yang sebentar lagi benar-benar hendak meledak. “Penjelasan Atha tadi benar-benar menjawab pertanyaan kita, bukan?” tanya Alan sembari melirik Johan di sela-sela tawanya. “Hm, benar. Aku bahkan tidak tahu jika kau juga bisa memuji seorang gadis, Rey! Hahahahah!” Reyhan membeku. “Apa?! Memuji?!” ❀❀❀
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN