"Ayah tidak tahu kalau kamu akan menikah dengan cara yang seperti ini, nak. Kenapa harus menikah secara diam diam begini. Bahkan paman dan bibimu pun tidak tahu kalau kamu akan menikah malam ini." Ayahku berbicara dengan ku di kamarku. Beliau menyangkan atas terjadinya pernikahan pura pura ini.
"Ayah ...Asegap bisa melindungi aku dari kakak." ku genggam tangan ayahku. Saat ini aku sudah melakukan akad dengan Asegap. Hanya dihadiri oleh ayahku dan penghulu juga pak ustad saja. Dan dua minggu kemudian kami akan menerima surat nikah kami. Mesi aku dan Asegap ini menikah kontrak, yang mana Ayahku pun tahu. Namun tetap saja, di depan agama dan negara kami ini syah.
Saat ini aku berada di kamarku. Aku masih menggunakan baju kebaya sehabis akad selama beberapa menit yang lalu. Ayahku langsung memberondongi aku dengan banyak pertanyaan karena tidak mengerti dengan diriku, yang mau menikah secara tersebunyi dan tanpa perayaan apapun.
"Kamu enggak sedang hamilkan nak?" tanya ayahku lagi. "Kamu tau kan kalau Ayah sudah mengingatkan kamu. Bahwa ayah tidak mau menerima anak ayah yang sudah berzinah?"
Aku tersenyum dan masih menggenggam tangannya. "Tidak, ayah. Aku tidak hamil. Aku menikah dengan Pak Asegap karena aku membutuhkan perlindungan darinya. Malam itu, aku dijual oleh kakak ke club. Tapi Pak Asegap menemukan ku dan mau menikahi aku. Bukankah itu hal yang sangat luar biasa?"
"Tapi kenapa harus menikah kontrak? kenapa orang lain tidak boleh tahu tentang pernikahan kalian?"
"karena kami tidak saling menyukai. Pak Asegap juga hanya membutuhkan ku untuk melaporkan pada kedua orang tuanya, kalau dia sudah memiliki pasangan hanya itu. Beliau selalu di desak untuk menikah." ujarku.
"ayah sungguh bingung harus bilang apa. Tapi yang jelas, ini ... ini membuat ayah enggak tenang."
Aku sangat mengerti dengan apa yang ayah cemaskan. Karena kalau aku jadi ayah pun aku pasti akan melakukan hal yang sama.
"Yah ... ini semuanya akan baik baik saja. Nanti Lian, bakal beliin apapu ... apapun yang ayah dan ibu mau."
"Ibumu sedang sakit parah sekarang."
"Makanya dari itu. Besok, kita bawa ibu ke rumah sakit yang paling canggih." kuusap air mata ayahku. Aku tahu beliau sangat mencintai ibuku. Meskipun kerjaan Ayah, hanya bisa memberikan ibuku makan saja. Yang aku syukuri, kekurangan harta tidak membuat kedua orang tuaku berhenti untuk saling mencintai.
"Apakah nak Asegap mau memberikan uang sebanyak itu, nak?" Ayah terlihat cemas.
"Ayah jangan khawatir. Asegap akan memberikan aku uang banyak kalau aku terbukti masih suci." ujarku.
"Dan kamu rela nak? kamu rela nikah sama lelaki yang hanya menginginkan kesucian kamu saja?" Ayah terlihat sedih dan simpati padaku.
"Aku rela, karena ini untuk ayah dan ibu. Aku akan melakukan apapun, ini pernikahan yang syah, dan aku enggak melanggar apapun kan?"
Ayahku hanya terdiam saja. Beliau mengusap pucuk kepalaku."Mudah mudahan kalian saling mencintai pada akhirnya."
***
Ayahku sudah pulang karena merasa enggak enak pada Asegap. Perlu diketahui meskipun aku menikah dengan Asegap syah secara agama dan negara. Tapi kami memang tidak saling mencintai. Dan Asegap ini adalah orang yang sangat kaya jelas berbeda kasta dengan ku. Ayahku merasa tidak mau merepotkan ku dengan beliau menginap di mansion ini. Jadi setelah kami mengobrol, beliau pun pulang.
"Nona belum tidur?" tanya Tristan padaku. Aku saat ini sedang duduk di taman belakang rumah ini. Meski malam hari, di sini terlihat indah dan menyenangkan. Sekeliling mansion ini di kelilingi oleh tembok tinggi yang di atasnya di pasang oleh duri duri sehingga sangat aman sekali.
"Aku tidak punya teman di mansion ini, tristan." aku tahu nama laki laki itu karena dia memperkenalkan dirinya pada setelah aku sampai di mansion ini.
"Saya siap menjadi temannya Nona." ujar Nya.
"Kamu punya temen cewek enggak? kalau punya apa boleh diajak ke mansion ini?" aku ingin memiliki teman ngobrol, sehingga aku enggak kesepian.
"Aku punya temen cewek, tapi sepertinya tuan enggak akan mengijinkan saya bawa ke sini, Nona." tentu saja, siapapun akan segan tinggal di mansion besar dengan pemiliknya yang agak menakutkan seperti Asegap. Dia tampan amat sangat. Namun dia memiliki kharisma yang membuatku tidak sanggup untuk membantah apapun yang diperintahkannya.
"Nona, sepertinya tuan sudah menunggu anda di ruangannya." ujar Tristan lagi, membuatku menghela napas dalam. Jantungku berdebar tidak karuan karena malam ini Asegap mungkin akan mengoyak miliku. Aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya membahagiakan seorang lelaki, karena aku belum pernah memiliki seorang pacar.
Ayahku memang melarangku untuk memiliki seorang pacar. Ayah bilang, pacaran itu hanya merugikan pihak perempuan saja. Laki laki akan diuntungkan karena bisa menyentuh perempuan yang bukan lah miliknya. Ya, bagi Ayahku meski hanya memeluk dan mencium, kalau belum ada pernikahan, itu jelas tidak boleh. Dan aku adalah satu satunya anak perempuan yang ayah miliki. Sehingga Ayah sangat over protektif. Makanya Ayah cukup kaget, ketika mendengar aku akan di jual oleh kakakku.
"Aku bingung harus ngapain tristan." cicitku. Kulihat Tristan mengerjap dan melengos bingung. "Aku belum pernah melayani seorang laki laki. Maksudku, aku belum pernah memiliki seorang pacar. Ah, entahlah, kenapa aku malah berada diposisi ini." aku tidak tahu kenapa malah mengeluh pada Tristan. Namun ini terjadi karena aku sungguh merasa percaya pada laki laki ini, kalau dia bisa menjadi teman yang baik.
"Mmm aku pergi dulu ya." aku pun beranjak dari bangku yang ada di taman itu. Tristan mengangguk dan mempersilakan ku.
Aku menaiki lift menuju ke lantai lima di mana ada Pak Asegap di sana. Lantai khusus ruangannya Pak Asegap yang di jaga ketat oleh para pengawal berjas hitam. Mereka menunduk mempersilakan ku masuk. Tiba di sebuah kamar yang begitu luas. Aku di sapa oleh warna warna emas yang memikat. Kursi berwarna emas, dan semua furniture di sana adalah perpaduan warna emas. Lampu hias yang ada di atas langit langit kamar pun begitu mewah dan berwarna gold yang memanjakan mata.
"Itu emas asli!" suara Asegap membuatku merinding. Dia memegang gelas yang entah apa isinya. Dia memakai baju kimono seperti habis mandi. Dia berjalan menuju padaku dengan tatapan yang ... entahlah. Aku jadi merinding dibuatnya.
Kedua mata gelap yang menawan itu, sungguh mendebarkan jiwa ini. Segera kualihkan tatapan ini demi bisa menyelamatkan hatiku. Lelaki dengan wajah yang tampan nan rupawan, memang sangat mudah meruntuhkan pertahanan lawan jenisnya, meski hanya dengan satu lirikan saja
Dan aku sungguh berharap tidak sampai jatuh cinta padanya. Karena jika itu terjadi, maka pernikahan ini adalah neraka untuku.
"Maaf, aku hanya ingin melihatnya." cicitku.
"Kamu bebas melihatnya, karena jika kamu terbukti masih suci, maka mansion ini adalah milik mu!" benarkah itu? begitu berharga nya sebuah kesucian?
"Kemarilah!" dia merengkuh dan mengangkat tubuhku. Ini sungguh gila. Baru diangkat seperti ini saja, rasanya sudah luar biasa. Harum tubuhnya Asegap sudah mulai membuatku tidak berdaya. Bagaimana kalau ...
"Kamu sudah minum obat nya? aku tidak mau kamu hamil!" Iya, aku tidak boleh hamil. Pernikahan ini hanya tiga tahun saja. Entah kenapa hatiku rasanya agak perih. Sadarlah Berlian!
"Iya." jawabku.
"Itu obat yang paling bagus. Kamu tidak akan gemuk dan wajahmu akan semakin mulus." Dia meletakanku di atas ranjang king size yang begitu mewah. Dia menatapku dan mengangkat daguku.
"Jangan jatuh cinta padaku, karena aku hanya ingin tubuhmu saja!" ujarnya, dan detik berikutnya dia mulai menjamahku.