Part 44

1399 Kata
**** Danen berjalan menuju halaman belakang dengan Chester yang mengikuti langkahnya. Ia melangkahkan kakinya dengan santai dan senyum yang menghiasi kedua sudut bibirnya. "Kemarilah, Sayang. Ayo kita makan, aku tahu kau pasti lapar bukan," Saat sampai di halaman belakang Danen melihat Alma yang sudah duduk manis di sofa halaman belakang tersebut. Seketika senyumnya menghilang dan rasanya ia menyesal karena telah memilih membawa Chester untuk makan di halaman belakang. Danen terus berjalan dengan makanan untuk Chester. Ia meletakan makanan Chester tepat di bawah sofa yang agak jauh dari tempat Alma duduk dan membiarkan anaknya itu memakan sarapan dengan tenang. Danen duduk di sofa dan membungkukkan badannya untuk mengelus kepala Chester dengan pelan. "Kucingnya lucu, Danen. Aku suka," Komentar Alma. Matanya berbinar, ah tidak hanya berpura-pura berbinar untuk membuktikan jika ia suka dengan hewan peliharaan Danen. Walaupun sebenarnya ia tidak menyukainya. Menyukai? Bermimpilah Alma, bahkan hanya melihatnya saja Alma sudah sangat tidak suka. "Ya, terima kasih," Danen berkata dengan datar dengan mata yang tidak lepas mengawasi Chester yang melahap makanannya dengan lahap. "Kucing jenis apa, Danen? Aku baru pertama kali melihat kucing berwarna seperti itu." "Cheetah." Alma membuka mulutnya tidak percaya. Cheetah, bagaimana bisa pria yang ia sukai ini memelihara seekor cheetah. Ia saja melihat Max sudah bergidik ngeri. Apalagi sekarang ia sedang berhadapan dengan seekor cheetah. Dan keheningan pun menyelimuti mereka. Danen mendengar Alma berdehem sebentar. Ia sebenarnya malas menghadapi wanita di luar jam kantor. Terutama pada seseorang yang memiliki ketertarikan kepadanya. Ia juga tahu Alma masih terus berusaha mendekatinya bahkan setelah Aludra membuatnya kehilangan kata-kata seperti kemarin. Namun pura pura bodoh adalah hal yang sudah sering Alma lakukan dari dulu. Jadi melakukannya sekali lagi bukanlah hal yang sulit. Mata wanita itu seolah-olah memancarkan rasa suka yang sangat kentara. Membuat Danen merasa sangat tidak nyaman. Ingin pergi tapi inilah tujuan awalnya. Namun tidak pergi juga hal yang buruk baginya. "Danen," Panggil Alma kemudian. "Ya," Balas Danen tanpa mengalihkan pandangannya dari Chester. Bahkan di matanya lebih menarik Chester daripada Alma. "Apa kau yakin Pram tak terlibat dalam masalah ini?" "Entahlah, masih diselidiki." Alma mengangguk singkat, "Entah mengapa aku merasa Pram terlibat dengan masalah sertifikat itu mengingat bagaimana wajahnya saat kau menyuruh Bram dan Alex menyelidiki tentang sertifikat itu. Dan setelah membaca soal tender itu aku juga merasa keganjilan yang sangat kuat." 'Sama' jawab hati kecil Danen. Ia juga merasakan ada yang salah dengan dokumen mengenai tender itu. Mengingat tender Qatar Crop bukanlah proyek biasa. Namun melihat bagaimana santainya Wijaya property melakukannya bukanlah hal yang wajar. Dan itu patut untuk dicurigai. "Kudengar proyek itu akan ditangani Wijaya Property selama pembangunan." "Bisa saja mengingat Kendrick Group tidak memiliki cabang perusahaan seperti Gunadhya yang memiliki perusahaan khusus untuk pembangunan Properti. Apalagi dengan kemulusan Wijaya menyampai level sekarang dalam satu tahun. Itu hal yang sedikit tak wajar." "Ya aku paham maksudmu, aku akan membantu mencari tahu tentang Wijaya Property." "Bagus." Alma berdehem sekali lagi. "Danen, bisakah kau menolongku hari ini?" Tanya Alma dengan hati hati. "Soal?" "Itu teman temanku …" "Danen," Panggilan Aludra memotong perkataan Alma. Wanita itu mencebik kesal dengan kedatangan Aludra dan kemanjaan yang terpampang jelas di hadapannya sekarang. Seharusnya ia yang berada di posisi itu. Dengan mata yang sedikit mengantuk. Lebih tepatnya pura pura mengantuk. Wanita hamil itu pasti mendengar perkataan Alma. Dan Danen diam melihat kelakuan wanita hamil itu. Aludra berjalan ke arahnya dengan mengucek satu matanya mendekat ke arah Danen. Namun seketika pandangannya teralihkan dengan sesuatu di bawah sofa tepat dimana Danen duduk. Ia pun mengurungkan niatnya untuk mendekati Danen dan berjongkok mendekati Chester. "Chester," Matanya berbinar tatkala melihat kucing kecil itu di bawah kaki Danen dengan terus memakan makanannya. "Aludra." Tegur Danen saat Aludra ingin menggendong hewan menggemaskan itu. Tangannya menahan tangan Aludra yang sudah mengangkat Chester. "Sebentar saja, Danen. Aku ingin menggendongnya." Danen memberi gelengan tegas kepada Aludra. Bulu hewan sangat berbahaya untuk wanita yang sedang hamil itu. Berulang kali Danen memberi tahu soal itu, namun berulang kali pula Aludra berusaha melanggar. "Sebentar saja," Aludra berkata dengan wajah memelasnya. Tangannya tetap tidak melepaskan Chester yang berada dalam pegangannya. Danen menggeleng dengan tegas. Wajah Aludra sedikit memerah. Danen hafal dengan wajah memerah itu. Akan menangis. Sejak hamil menangis adalah senjata andalan Aludra. Namun kali ini Danen tak bisa. Aludra sudah terlalu sering berinteraksi dengan hewan hewan berbulu kemarin dan sekarang tak ada jatah untuknya. Danen mendekati Aludra dan mengambil Chester dengan perlahan lalu menurunkannya ke tanah. Kemudian menggendong wanita hamil berusia tiga bulan tersebut, memangku Aludra dan mengusap punggung Aludra dengan lembut. "Lebih baik sarapan terlebih dahulu, Aludra. Kau juga belum meminum vitaminmu." "Hanya sebentar saja, Danen. Aku ingin menggendongnya." Andai saja ia sedang tidak hamil, Aludra bersumpah ia sangat jijik dengan rengekan yang ia keluarkan agar Danen menurutinya. Namun ini semua demi keinginannya agar terkabul. "Sekali tidak tetap tidak, Aludra," Danen berdiri dengan Aludra yang masih dalam gendongannya, "Sekarang kita sarapan dan kau harus minum vitaminmu tepat waktu." "Danen!!" Alma mendengus melihat interaksi keduanya yang sangat membakar hatinya. Ia sangat tidak suka melihat Danen begitu memanjakan wanita lain. Apalagi di hadapannya. Pria itu seolah tidak peduli dengan keberadaan disana meskipun tahu jika ia menyukai pria itu. Alma mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Ia benar-benar gerah. 'Menjijikkan!' Dengusnya dalam hati. **** Danen sedang membaca Dokumen di atas meja kerja dengan begitu fokus saat tiba tiba Aludra datang dengan boneka di tangannya. Danen mengerutkan dahi melihat Aludra membawa boneka. Seingatnya di mansion ini sama sekali tidak ada boneka. Lalu dapat darimana istrinya itu? "Dari siapa?" Alis Danen menunjuk pada boneka dipelukan Aludra. Wanita itu seketika menundukkan kepala melihat benda dalam pelukannya "Entahlah aku melihatnya tiga hari yang lalu di sofa halaman belakang. Aku kira milik anak salah satu pelayan jadi ku biarkan. Tapi sudah tiga hari namun bonekanya masih tetap di sana. Jadi aku ambil dan ingin ku kasih kepada pelayan. Namun kata mereka tak ada yang memiliki boneka seperti ini." Danen terus memperhatikan boneka tersebut. Hingga sesaat kemudian kecurigaannya semakin besar. Ia pun mengulurkan tangannya pada Aludra, "Berikan kepadaku." "Untuk apa?" "Berikan saja, Aludra. Aku hanya ingin memastikan sesuatu." Dengan sedikit ragu Aludra memberikan boneka kecil tersebut kepada Danen. Danen terus memperhatikan boneka itu dengan tajam dan Danen mencongkel bola mata boneka itu dengan keji. "Sialan." Danen membanting boneka tersebut ketika menemukan kamera kecil pada mata boneka tersebut. Dugaannya benar. Boneka itu digunakan untuk memata matai dirinya sekaligus penyadap suara. Aludra terkejut dengan apa yang ditemukan Danen. "BRAM ALEX!!" Teriakan Danen menggema pada mansion membuat siapapun yang mendengarnya bergidik takut. Bram beserta Alex pun datang dengan wajah bertanya dan penuh kepanikkan. "Seseorang menyadap mansion," Danen berkata dengan desisan tajamnya serta mata yang tak berhenti menatap boneka dalam genggamannya. Bram membulatkan bola matanya. Alex berjalan mendekati Danen dan meneliti kamera kecil tersebut dengan teliti. "Danen benar," Alex mengangkat kamera yang sudah sedikit hancur ke arah Bram. Danen mengeluarkan sebuah pistol dari dalam laci meja kerjanya dan berjalan keluar ruangan kerjanya di ikuti Bram, Alex dan Aludra di belakangnya. Danen melihat sekeliling dengan teliti dan... Dor…. Danen mengarahkan pistolnya pada sebuah lukisan di dinding mansion. Alex mendekati lukisan tersebut dan menemukan kamera di mata lukisan tersebut, kamera dengan jenis yang sama persis seperti di boneka yang Aludra bawa. Tubuh Aludra bergetar mendengar suara tembakan yang terdengar dengan sangat jelas di telinganya. "Sialan. Seseorang telah berkhianat, Danen. " Dan Danen membenci fakta itu. Amat sangat. Lagi lagi seorang penghianat. "Sapu bersih semua mansion, Bram. Dan kau Alex lakukan apa yang ada pada otak kecilmu itu. " "Sialan," Umpat Alex. "Aludra, masuk ke kamar dan jangan keluar sebelum aku menyusulmu." "Tapi Danen … " Aludra menatap Danen dengan tatapan takutnya. Namun Danen mengabaikannya. "Aku tak terima pembantahan, Aludra. Lakukan sekarang," Danen berkata dengan tanpa bantahan. Dengan takut Aludra berjalan menuju kamar dengan wajah yang tertekuk. Kepalanya sesekali menoleh kebelakang dan melihat Danen yang masih berdiri dengan aura yang mencekam. Danen mengumpat pelan dengan mata yang tak berhenti memperhatikan beberapa benda di sekitarnya. Setelah itu ia berjalan lagi ke arah ruang tamu dan berdecak dengan geram. Dor. .. Dor. . . Dor… Dor… Danen tak akan membiarkan maaf pada pengkhianatan ini. Dan Danen yakin ini lah alasan p*********n yang terjadi kepadanya kemarin. Danen menggeram marah, ia sudah sangat bosan mendengar kata penghianat. Namun sepertinya orang-orang disekitarnya semakin membuatnya sering mendengar kata-kata itu. Kata-kata yang sangat Danen benci seumur hidupnya. Bahkan mereka semakin gencar menjadi penghianat untuk Danen. Ia bersumpah akan menghabisi semua orang-orang yang menghianatinya. Tidak ada kata ampun bagi mereka. Ia bersumpah

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN