Part 38

1831 Kata
*** Danen menatap datar kekacauan yang berada tepat di depannya. Tangan kanannya masih setia melingkari pinggang ramping Aludra yang terbalut gaun violet. Sedangkan pembuat onar menatap ke arahnya dengan pandangan tak merasa bersalah. Jivar. Pria dengan balutan jas abu abu itu berdiri di depan meja yang tak lagi ada penghuninya karena semua gelas gelas yang awalnya berdiri membentuk menara tersebut sudah tergeletak di lantai dengan bentuk yang tak berupa lagi. Semua tamu menjadikan Jivar sebagai pusat perhatian. Menatapnya penuh keterkejutan dan penasaran. "Tak akan ada yang menyangka bukan, seorang Danendra Gunadhya merebut kekasih orang lain dengan cara yang sangat licik dan tanpa malu-malu langsung menikahinya." Ucapan Jivar tentu membuat semua mata membicarakan sang pemilik acara. Danen tersenyum sebelum menolehkan kepalanya pada Bram yang sudah sigap berdiri tidak jauh darinya dengan beberapa pengawal lainnya. Ia memberikan kode dengan matanya dan Bram langsung menghampirinya dengan langkah lebar pria itu. "Bawa Aludra kedalam kamar." Danen mendorong pelan Aludra ke arah Bram. Membuat Aludra menolehkan kepalanya bingung pada Danen yang hanya memberikannya usapan lembut pada bahunya. Bram mengangguk patuh sebelum membantu untuk mengangkat gaun Aludra dan membawanya ke kamar Danen yang mulai hari ini sudah menjadi kamar mereka berdua. Danen mengalihkan pandangannya pada punggung Aludra yang mulai tenggelam dalam keramaian para tamunya. Melempar tatapan penuh ejekannya pada Jivar yang tampak mulai marah karena kepergian Aludra. Danen melangkahkan kakinya dengan tenang, menghampiri Jivar dengan kedua tangan yang tenggelam dalam saku celana bahannya. "Danendra Gunadhya, seorang pria perebut kekasih orang." Danen berdecih, "Kekasih? Memangnya siapa kekasih Aludra, istriku?" Jivar menggeram marah mendengar panggilan Danen pada Aludra, "Menjijikkan kau, Danen!" "Apa ada yang salah dengan panggilanku pada istriku sendiri?" Danen mengeluarkan tangannya pada saku celananya, memamerkan jemarinya yang dihiasi cincin pernikahannya dengan Aludra, "Kami sudah sah menjadi pasangan suami istri, Jivar. Dan juga bukankah sekarang kau datang kemari karena undangan yang kuberikan padamu tiga hari yang lalu. Undangan pernikahanku dan Aludra." "Sialan kau, b******k!!" "Lagipula aku menikahi Aludra disaat kau sudah putus dengannya, apa kau tidak ingat jika Aludra yang memutuskan hubungan kalian berdua malam itu. Kau juga sempat marah dengannya, Jivar. Bahkan kau sempat melampiaskan amarahmu malam itu dengan menampar dan menjambaknya. Apa itu masih belum cukup untuk meredakan amarahmu? Dan apa sekarang kau juga akan melampiaskan nya dengan menghacurkan pesta kami? Menghancurkan kebahagiaan kami?" "Diam kau, sialan!!!" Murka Jivar. Danen tersenyum miring melihat gurat amarah yang memenuhi wajah Jivar, "Seharusnya kau harus bersikap lebih baik lagi sebagai mantan kekasihmu, Jivar. Kupikir Aludra juga tidak salah memutuskan hubungan kalian, karena kau sudah mulai berani bermain tangan dengannya. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kau menyakitinya. Bahkan sampai membuat wajahnya terluka dan rambutnya rontok karena ulah tanganmu. Itulah alasan kenapa Aludra memutuskanmu, karena Aludra sudah mulai tidak suka dengan sikap kasarmu." "DIAM, BRENGSEKKK!!!!" Jivar memajukan badannya dan langsung melayangkan pukulan pada wajah Danen yang hanya tenang mendapat pukulan Jivar dengan tiba-tiba. Bahkan ia menyeka darah segar pada sudut bibirnya dengan tersenyum kecil karena mendengar suara bisik-bisik para tamu yang mulai terkejut dengan pernyataan nya baru saja. "Kau tidak pantas menjadi suami Aludra, sialan!!" "Hentikan, Jivar!!" Jivar hendak memukulkan tinjunya kembali pada Danen, namun suara teriakan seorang wanita membuatnya menghentikan niatnya dan membuat tangannya melayang di udara dengan penuh kekakuan ketika melihat wanita yang ia cintai memeluk pria lain dihadapannya. "Aludra," Danen terkejut ketika melihat Aludra memukulnya dengan menangis tersedu. Tubuh Aludra yang memeluknya untuk melindunginya dari pukulan Jivar bergetar dan tangisan penuh kepiluan itu memenuhi indra pendengarannya. "Apa yang kau lakukan disini, Aludra." Danen menarik Aludra dari tubuh tubuhnya, menatap wajah Aludra yang sudah kacau. Make up wanita itu sudah meluber kemana-mana karena air mata. Danen mengusap pelan air mata Aludra dengan lembut, lalu membawa wanita itu kepelukannya untuk meredakan tangisannya. "Tenanglah, Aludra." Ujar Danen pelan sambil mengusap punggung bergetar Aludra. Seketika rasa kepuasan karena melihat amarah Jivar menghilangkan tergantikan dengan rasa khawatirnya melihat tangisan Aludra. Entah apa yang membuatnya seperti ini, ia sendiri pun tidak tahu. "Akh…." Danen melepaskan pelukannya dengan panik ketika mendengar Aludra meringis kesakitan. Danen langsung menumpukan tangannya pada punggung tangan Aludra saat matanya melihat wanita itu memegang perutnya dengan ekspresi kesakitan, bahkan keringat sudah membasahi kening Aludra. Dan air mata yang tadinya belum berhenti membasahi pipi wanita itu pun kembali mengalir dengan deras. "Ada apa, Aludra? Apa perutmu sakit?" Aludra mengangguk dengan lemah, membuat Danen dengan sigap menggendong Aludra dengan bridal style. Rasa khawatir yang memenuhi dadanya begitu menyesakkan sampai hampir membuatnya lupa jika sekarang mereka tengah berada di tengah-tengah pesta pernikahan mereka. "Panggil Dokter Charlotte sekarang, Bram!!" Bram mengikuti langkah lebar Danen dengan tangan yang dengan sigap menelpon dokter kandungan sang nyonya. Menyuruhnya mendatangi hotel tempat diadakannya pesta pernikahan sang tuan dengan jangka waktu lima menit. Membuat dokter Charlotte yang awalnya sibuk harus menghentikan kesibukannya karena desakan beserta ancaman yang Bram lemparkan padanya. Sedangkan Alex yang masih terdiam di tengah-tengah kerumunan para tamu pesta mulai mendekati Jivar, meninggalkan wanita yang tadinya ia ajak untuk menemaninya datang menghadiri pesta pernikahan Danen. Ia melangkahkan kakinya dengan tenang menghampiri Jivar yang masih terpaku di tempatnya dengan tangan yang perlahan-lahan turun penuh dengan kekakuan. "Jika kau sudah merasa cukup dengan menghancurkan pesta ini, silahkan berjalan ke pintu keluar, Tuan Jivar. Anda tidak lupa bukan dengan pintu keluarnya. Ah… jika pun lupa tak masalah, disini akan ada banyak pengawal yang akan mengantarkan anda keluar dari pesta suci ini. Bukan apa saya berkata seperti ini…." Alex berhenti sejenak untuk menatap penampilan Jivar dari atas sampai bawah, lalu kembali berkata, ".... orang kotor seperti anda memang tidak pantas mendatangi pesta suci yang Tuan Danen telah persiapkan secara baik-baik. Dan sepertinya Tuan Danen salah karena mengundang anda, seharusnya saya mengingatkan beliau untuk tidak mengundang tikus menyebalkan agar pesta pernikahan nya tidak kacau seperti ini." **** Danen menaikkan selimut sampai menutupi d**a Aludra dengan tatapan khawatir yang masih tidak dapat lepas saat memandangi istrinya. Ia sangat khawatir dengan wanita itu. "Bukankah sudah kubilang untuk membawanya masuk ke dalam kamar, Bram." Danen menggeram marah setelah Dokter Charlotte pergi sesudah memeriksa keadaan Aludra. Beruntung tidak terjadi sesuatu yang serius pada kandungan Aludra. Dokter Charlotte berkata jika Aludra hanya mengalami kram biasa seperti ibu-ibu hamil lainnya. "Maaf, Tuan. Nyonya Aludra bersikeras untuk kembali karena takut Jivar melakukan hal yang tidak beliu inginkan." "Dia memang sudah melakukannya, Bram. Bahkan karena itulah aku mau kau membawanya masuk kedalam kamar." Ujar Danen dengan mata yang tidak lepas memandangi Aludra yang sudah terlelap dengan nyenyak. "Kami sempat sampai di lantai dua, Tuan. Namun saat sesampainya di sana, tiba-tiba Nyonya Aludra berlari menuruni tangga karena mendengar teriakan Jivar. Nyonya…." "Apa kau bilang? Berlari?!!" Danen memekik terkejut mendengar pernyataan Bram. Apa karena itulah Aludra mengalami kram pada perutnya. "Bagaimana bisa kau membiarkan nya berlari menuruni tangga, Bram?!" "Saya sudah berusaha mengejar, Tuan. Tapi Nyonya begitu cepat dan saya tidak sempat menahannya." Bram menundukkan kepalanya dalam-dalam, merasa sangat bersalah karena kecerobohan dalam menjaga sang nyonya. "Sialan kau, Bram. Bisa-bisanya kau kalah dari satu wanita saja!" Danen menatap nanar pada perut Aludra yang terbalut selimut tebal. Ia mendaratkan telapak tangan besar miliknya pada perut Aludra dan membelainya dengan pelan. "Keluarlah, Bram. Awasi pesta sampai selesai. Jika ada yang mencariku katakan saja aku sedang sibuk." Bram pun menganggukan kepalanya dan pergi meninggalkan Danen dan Aludra. Tepat saat pintu tertutup, Danen berdiri dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya. Lima belas menit kemudian, Danen keluar kamar mandi hanya dengan handuk yang melingkari pinggangnya. Danen berjalan menuju walk in clocet dan menghampiri lemari besar yang sudah tertata dengan rapi barang barang miliknya dan Aludra. Mengambil celana pendeknya dan memakainya. Setelah selesai, Danen menaiki ranjang dan memutuskan untuk ikut istirahat bersama Aludra. Danen menarik Aludra kedalam pelukannya dan menenggelamkan wajahnya pada rambut Aludra. Menghirup dalam wangi strawberry dari rambut Aludra yang entah mengapa sangat menarik dan candu bagi Danen. Bahkan jika ia sedang berada jauh dari wanita itu, aroma strawberry Aludra akan selalu ia rindukan. Itulah yang membuatnya beberapa minggu terakhir pulang cepat, karena ia sangat tidak sabar berada dekat dengan Aludra dan menghirup aroma strawberry wanita itu yang begitu candu. Tangan Danen terus mengusap punggung Aludra yang bergerak naik turun dengan teratur, hal yang membuat wanita hamil itu semakin merapatkan pelukannya pada tubuh tegap Danen dan menyembunyikan kepalanya pada d**a pria itu. Begitu hangat dan nyaman. "Cukup jangan biarkan ibu hamil berpikir terlalu keras. Jangan biarkan stress. Karena hal itu sangat berpengaruh untuk janin dalam kandungannya." Danen teringat perkataan dokter Charlotte yang memeriksa Aludra tadi. Membuat Danen harus extra dalam menjadi Aludra, Apalagi kandungan Aludra masih di fase yang sangat rentan. Danen menghembuskan nafasnya pelan dan mulai menyusul Aludra ke alam mimpi. Danen terbangun ketika merasakan hembusan nafas pelan di wajahnya. Begitu kedua matanya terbuka, Danen dapat melihat keterkejutan di wajah wanita yang sedang berbadan dua tersebut. Wajah Aludra yang mulai memerah sangat dekat dengan wajahnya. "Maaf, apakah aku mengganggu tidurmu?" Ucap Aludra dengan nada bersalah. "Tidak. Kenapa terbangun?" Tanya Danen lembut dengan jemari yang menyingkirkan rambut di wajah Aludra. Aludra hanya menggeleng pelan, namun sepertinya bayi mereka protes dengan jawaban sangat ibu. Terdengar suara dari perut Aludra. Membuat keduanya dengan bersamaan melihat ke sumber suara tersebut. Menatap pada perut Aludra yang mengeluarkan bunyi protes karena rasa laparnya. "Apa dia kelaparan?" Ucap Danen dengan sedikit terkekeh. Dan dijawab dengan semburat merah di pipi Aludra. Danen duduk dan menghubungi nomor Resepsionis hotel, memesan makanan untuk keduanya. "Sabar sedikit ya," Danen berbaring lagi dengan tangan kanan yang membelai perut rata Aludra. Ia harus berbuat lemah lembut kepada Aludra. Bukan hanya karena darah dagingnya yang berada di dalam perut Aludra, namun bagaimanapun Aludra harus terperangkap dalam permainan nya dan menyerahkan semua hatinya pada Danen. Dengan begitu Danen akan dengan mudah mengendalikan nya. Suara bel, membuat Danen melepaskan pelukannya dan berjalan menuju sumber suara. Danen berjalan pada pintu kamar, dan mempersilahkan masuk pada pelayan yang datang dengan makanan pada meja dorong tersebut. Tepat saat petugas hotel menutup pintu kamar, Aludra keluar dari kamar mandi karena harus membersihkan dirinya yang tadi belum sempat ia lakukan. Dan sekarang tubuh wanita itu sudah terbalut dengan sebuah piyama. "Kemarilah," Danen duduk di atas kursi meja makan, Aludra pun mendekat dan duduk di kursi samping Danen. Melihat hal tersebut, Danen berdiri dan sedetik kemudian mengangkat Aludra dan menduduki kursi Aludra dengan Aludra yang berada di atas pangkuannya. "Danen," Aludra terjengit kaget dengan kelakuan Danen. Namun Danen tak peduli dan tetap melanjutkan kegiatannya. "Buka mulutmu," Tanpa protes Aludra mengikuti perintah Danen dan menerima sup macarons dari Danen, makannya lahap dan wanita itu sama sekali tidak merasa mual sedikitpun. Entahlah, sejak hamil tak ada makanan yang bertahan lama pada perut Aludra kecuali makanan yang disuapi oleh Danen. Dan hal itu membuat Danen semakin mudah menjalankan misinya. "Kau makanlah juga, Danen." Aludra mengambil garpu dan menyuapi Danen dengan pasta yang berada di piring lainnya. Dan mereka pun menghabiskan makan malam dengan saling menyuapi makanan masing masing. Menghabiskan makan malam mereka setelah itu tertidur dengan pulas setelah berbagi cerita dengan masih duduk di kursi tempat mereka makan. Menghabiskan malam pertama mereka dengan berbagi cerita satu sama lain. Namun cerita Danen hanya seputar dengan hewan-hewan kesayangannya, tidak lebih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN