“Tapi, saya bukan gugup karena diri sendiri,” elak Ratu.
Harry pun langsung menghampirinya. “Lantas, apa yang membuatmu gugup?”
“Anda. Ini adalah pengalaman pertama menjadi CEO dan ini pertama kalinya Anda akan menghadapi proses audit eksternal,” lugas Ratu dengan percaya diri.
Pria itu pun berdiri dengan kedua tangan yang telapaknya tertahan di atas meja sekretaris. “Terima kasih, sudah khawatir padaku. Namun aku lebih paham dengan perusahaan ini melebihi siapa pun yang ada di sini, termasuk Anda, Nona Ratu.”
Ratu mengerjapkan mata. Apa aku salah, dia hanya paham secara teori, namun tak pernah berpengalaman mengurus langsung. Dia bahkan tak pernah menunjukkan batang hidungnya di gedung perusahaan sebelum menjadi CEO. Aku ragu dia mengenal seluruh jajaran eksekutif perusahaan.
“Nona Ratu, bukankah aku sudah pernah bilang sebelumnya. Don’t judge the book, by its cover! Aku tau kau pasti ragu dengan kemampuan dan pengalamanku, tapi aku tidak akan diutus di sini jika aku sebodoh itu,” ucap Harry dengan sengaja. Ia ingin sekali melihat Ratu yang kikuk karena merasa telah salah bicara.
“Ah, maaf. Bukan itu maksud saya, Pak. Saya sama sekali tidak menganggap Anda bodoh, maksud saya hanya ....”
“Aku mengerti, Nona. Tidak perlu gugup,” ucapnya seraya mendekatkan wajah ke arah Ratu.
“Apa ini?” Harry mengambil kertas biru tua dengan desain yang elegan, dia melihat kertas tersebut karena merasa kenal terhadap benda tersebut. “Ini undangan dari Jesslyn? Kau mengambil milikku?” tanya pria tersebut sambil mengeluarkan undangannya.
“A ... anu,” gugup Ratu.
“Mustahil!” seru Harry begitu melihat nama pemilik undangan tersebut.
Ratu menunduk diam. Ia takut Harry memintanya menemani ke pesta itu, Ratu berencana untuk tidak datang padahal. Bukan terlalu percaya diri, hanya saja Harry itu makhluk yang ... sangat tidak bisa ditebak.
“Kau mau datang?” tanya Harry.
Ratu ragu untuk mengangguk atau menggeleng. Namun dia hanya menyunggingkan senyum walau terlihat kaku.
“Tak usah datang jika tak ingin. Kau pasti malas untuk datang ke sana, kan?” tebak sang CEO.
Sekretaris itu masih tak sanggup untuk menjawab.
“Katakan saja kau sedang ada tugas, aku yang akan menjadi alibimu.”
“Ma-maksudnya, Pak?”
“Kau akan kuberi jadwal pada jam dan tanggal yang bersamaan dengan pesta ulang tahun Jesslyn. Bagaimana?" tawar Harry.
Ratu pun sejenak berpikir, lalu menatap Harry dengan sudut matanya.
“Aku tau, bekerja itu lebih baik bagimu daripada datang ke acara ulang tahun Jesslyn, kan? Apa aku salah?”
Wanita di hadapan Harry itu seketika mengangguk. “Saya setuju, Pak. Beri saya tugas di waktu tersebut. Terima kasih.”
Keduanya pun tersenyum setelah menyepakati hal itu.
Namun tiba-tiba Ratu mengingat sesuatu. Mereka sedang membicarakan masalah audit, tapi Harry malah mengalihkan semua pembicaraan mereka pada sebuah surat undangan.
“Tunggu! Kita tadi sedang membahas audit, Anda mengalihkan pembicaraan. Saya mohon agar Anda serius dalam menangani proses audit internal nanti. Besok kita akan mulai untuk rapat perencanaan audit ini, Pak.”
Harry pun bangun dan berdiri tegak setelah tadi tubuhnya agak condong ke arah Ratu. Kali ini dia melipat kedua tangan di depan dadanya. Lalu tersenyum miring pada Ratu. “Aku pasti serius dalam menangani ini, Nona. Perusahaan ini bukan main-main, dari mana aku mendapat gaji jika aku tak mengurusnya dengan benar?” Pria itu sengaja memainkan kedua alisnya.
“Bukankah kau tau, tak akan perusahaan yang mampu menggaji diriku selain Global Chem!”
Deg!
Ratu seketika mengangkat wajahnya dan menatap tajam pada Harry.
Harry membalas tatapan itu ditambah dengan sebuah seringai yang mengejek pada Ratu.
“Kamu ...?” Seketika panggilan Ratu pada Harry berubah menjadi tidak formal.
“Iya, Sayang. Kau ingat dengan aku?” Harry mencoba memberikan senyuman pada Ratu.
“Harry, kenapa kamu pergi tanpa memberi kabar padaku?”
“Mana mungkin aku memberi kabar pada sekretaris bodoh sepertimu!” Harry membentak Ratu dan gadis yang tidak muda itu merasakan jika ada sebuah benda mengetuk keningnya.
Seketika lamunannya membuyar. Dia menyadari jika Harry sedang melambaikan tangan di hadapannya dan sebelah tangan lagi mengetuk-ngetuk dahi sekretaris tersebut.
“Jadi kau setuju atau tidak jika aku memberimu pekerjaan di waktu yang sama dengan pesta Jesslyn?” Harry mengulang pertanyaannya.
Ratu pun baru menyadari jika sedari tadi dia berkhayal ketika dia ingin menghardik Harry karena mengalihkan pembicaraan.
“Oh, o ... oke. Terima kasih, Pak, atas kebijakannya. Saya memang tak ingin menghadiri pesta tersebut. Ok! Kalau begitu, jangan sampai lupa, ya!” Harry pun menunjuk sebagai isyarat agar dia tak melupakan janjinya. Kemudian lagi-lagi, pria itu menyugar rambut dengan cara familiar bagi Ratu sambil dia berjalan kembali ke dalam ruangannya.
Apa ini hanya perasaanku saja? Gumam Ratu dalam hati.
Kemudian dia membuka dompetnya dan melihat pada sebuah foto di sana. Seorang pria yang tengah bersamanya, tersenyum sambil memegang boneka.
Kau dulu bilang, jika hanya Global Chem yang mampu menggaji dirimu. Lalu sekarang? Kau kerja di mana? Setelah lulus dari kuliah, kau pergi tanpa kabar. Apa kau mendapat pekerjaan yang layak sekarang? Kau berbohong kalau begitu! Jika kau bekerja dengan perusahaan lain, kau tidak digaji oleh Global Chem!
Wanita itu kesal sambil menggigit bibir bawahnya dengan agak kuat. Namun ibu jarinya senantiasa membelai pada foto tersebut.
“Apa aku sudah gila menyamakan CEO dengan mantan OB hanya karena namanya yang sama?” Ratu mempertanyakan kewarasannya. “Tapi, jika setelah 8 tahun wajah Harry berubah?” tanya Ratu sambil mengamati foto dalam dompet tersebut lalu mengambilnya. Ia mengamati potret lawas itu lebih dekat.
Ratu mengamati lekat-lekat wajah pria yang ada di sana. “Kalau dia menjadi lebih gemuk dan badannya berotot, lalu pipinya dipenuhi jambang, kulitnya menjadi lebih putih.” Wanita itu tersenyum sendiri dengan gemasnya. “Dia pasti mirip dengan CEO Harry.”
“Ya ampun, apa yang aku bicarakan?” Ratu menepuk dahinya sendiri. “Ini bukan waktunya memikirkan Harry,” lanjutnya dengan memasang wajah yang serius lagi.
“Ayo kita fokus untuk perencanaan audit. Ayo, Ratu! Fokus!”
“Ratu,” panggil seorang pria yang terlihat baru saja keluar dari lift. Di tangannya terdapat beberapa berkas dan juga sebuah tablet.
“Oh, Pak Glenn. Ada apa?” Ratu berdiri menyambut tamunya.
“Apa Pak Harry sedang senggang?” tanya Glenn.
“Dia sedang memeriksa dokumen. Ada apa? Apa ada dokumen yang perlu ditandatangani?” Ratu balik bertanya.
“Aku baru selesai membuat laporan persetujuan untuk perjanjian kerja sama dengan Prameswara Group. Mereka akan membangun pabrik pupuk baru. CEO lama memberi izin padaku untuk meninjau secara finansial kerja sama ini, lalu ini tanggapanku.” Dia menjelaskan tujuannya pada Ratu.
“Bukankah hal yang seperti ini akan Anda sampaikan melalui presentasi di ruang meeting?”
“Ini ... permintaan Pak Bagus. Beliau yang memintaku untuk menyerahkan dan bicara langsung pada Pak Harry. Aku juga bingung, karena menyampaikan secara pribadi pasti akan membuat suasana menjadi lebih canggung,” papar Glenn lebih lanjut.
“Kau benar, tapi jika itu keinginan dari Pak Bagus, ya, silakan saja. Aku akan memberitahu Pak Harry.” Ratu pun keluar dari meja sekretaris dan mendekati pintu ruang CEO.
Mengetuk dengan tiga ketukan.
“Hmmm,” timpal orang yang berada di dalam.
Ratu perlahan membuka pintu dan membungkuk pada Harry. “Ada Pak Glenn mencari Anda, Pak.”
“Pak Glenn? Direktur Keuangan kita?”
Ratu mengangguk. “Dia ingin menunjukkan alasan persetujuan kerja sama dengan proyek pabrik pupuk bersama dengan Prameswara Group. Tuan Bagus meminta beliau untuk menunjukkan secara langsung pada Anda.”
Harry pun mengangguk. “Minta Pak Glenn untuk masuk.”
“Terima kasih, Pak.”
Kemudian Ratu pun keluar ketika mempersilakan Glenn masuk.
Sementara itu, di kursinya Rudi tersenyum melihat pria yang baru saja masuk. Tatapan Glenn pada Ratu menjadi pencuri perhatiannya.
Ternyata, sainganku masih sama seperti yang dulu.