"Terima kasih sudah berbelanja di Betamart!"
Sekotak s**u yang baru saja ia beli di minimarket 24 jam menjadi sarapan pagi Ratu. Sambil mengemudikan mobilnya menuju ke kantor, sebelah tangannya memegangi kotak s**u untuk ia minum.
Alunan lagu patah hati mengiringi pagi hari Ratu dalam mobilnya. Sepagi ini Ratu berangkat bekerja, karena Harry, -bos baru Ratu, tidak memintanya untuk menjemput ke tempat tinggalnya. Maka dari itu, Ratu akan melakukan banyak persiapan di kantor sebelum bos-nya tiba.
"Aku kembali bermimpi tentang Harry semalam," gumam Ratu sembari menyetir mobilnya.
"Mimpi yang konyol!" umpatnya pada dirinya sendiri.
Rasa kehilangan yang mulai hari kemarin ini, ternyata kembali merayapi hati seorang Ratu.
Entahlah.
Bukan sebuah rindu yang berujung nostalgia.
Atau malah layaknya sebuah 'retrouvailes' yang merupakan pertemuan dari ujung kerinduan panjang?
Bukan, bukan itu!
Yang jelas ada sebuah rasa sakit yang sengaja ditolak agar terasa baik-baik saja.
Hanya sekitar tiga puluh menit berkendara, akhirnya Ratu sampai di kantornya.
Bunyi mobil terdengar.
Mobilnya berkedip tanda telah terkunci dengan baik.
Melirik ke marka parkir sebelahnya, Ratu telah melihat sebuah Lexus berwarna putih terparkir di samping mobilnya.
Bukan mobil yang sama seperti yang kemarin. Jadi, kalau begitu ... siapa yang berani memarkirkan mobilnya di space khusus milik CEO? Batin Ratu bertanya-tanya.
Ia pun mengirim pesan pada petugas parkir yang menjaga pintu basement, untuk menanyakan mobil siapakah yang terparkir di space tersebut?
Irama ketukan sepatu indah mengalun di atas lantai.
Dengan anggun kaki ramping itu melangkah. Dia menuju ke dalam lift untuk naik menuju ruangan bos-nya.
Denting terdengar.
Pintu lift terbuka.
Langsung menuju ke meja sekretarisnya yang berada di depan ruangan CEO, Ratu segera menyusun barang-barangnya.
Menyiapkan berkas yang harus ditanda tangani oleh sang bos dan juga segala hal yang diperlukan oleh bos barunya pagi ini.
Ratu memeriksa meja yang telah ia pesan untuk bos-nya sarapan pagi bersama klienny sekarang. Di sebuah restoran mewah yang letaknya tidak jauh dari kantornya.
Wanita itu juga memeriksa beberapa proyek dan agenda yang dimulai oleh CEO sebelumnya. Karena ada beberapa proyek yang sudah dimulai dan harus diselesaikan oleh bos-nya di masa kepemimpinan barunya.
Lima belas menit sebelum bos-nya hadir, Ratu memutuskan untuk menyimpan berkas-berkas yang perlu ditanda tangani oleh Harry ke ruangan bos-nya itu.
Suara pintu terbuka.
"Kau sudah datang?" Suara itu terdengar menyambut Ratu.
"P-Pak Harry?" Ratu menjadi terkejut dibuatnya. Ternyata Harry, -bos nya, itu sudah sampai di kantornya.
Membuat langkah yang terlihat kikuk, Ratu memaksakan diri untuk masuk ke ruangan itu.
"Sejak kapan bapak datang?" tanya Ratu dengan sungkan. "Maaf, saya kurang memperhatikan," lanjutnya.
"Bukan salahmu, tak perlu minta maaf." Harry duduk sambil memutar-mutar kursinya. "Apa itu dokumen yang perlu k****a dan kusetujui?" Sang bos menunjuk ke arah tumpukan map yang berada di pelukan Ratu.
"Iya, Pak!" jawab Ratu seraya meletakkan map-map itu di hadapan Harry. "Saya sudah menyusun semua dokumen itu berdasarkan tingkat urgensinya. Bapak bisa baca dari yang paling atas," lanjut Ratu sambil menunjuk ke arah dokumen-dokumen itu menggunakan ibu jarinya.
"Bukannya sekarang ada jadwal sarapan dengan investor dari Jepang?" Harry mencoba mengingat jadwalnya hari ini.
"Betul, Pak. Pukul setengah tujuh nanti saya akan ingatkan anda. Masih ada waktu sepuluh menit, eummh, sekarang sembilan menit lagi," jelas Ratu sambil melihat jam tangan di pergelangannya.
"Ya sudah, kita berangkat saja sekarang!" titah Harry. "Biar aku periksa dokumen-dokumen ini nanti," imbuhnya lalu berdiri meninggalkan kursinya.
"Baik, Pak!" Ratu langsung berjalan mengikuti bosnya keluar ruangan dan menyambar tasnya yang tersimpan di pinggir mejanya.
Meski terkejut karena kedatangan Harry yang ternyata lebih pagi darinya, Ratu cukup bersyukur karena tak melihat Harry dengan ekspresi jahilnya pagi ini.
Ratu berharap hari ini dia bisa melalui hari kerjanya yang normal, tanpa candaan sang bos yang terdengar tak masuk akal seperti saat hari pertamanya bekerja bersamanya kemarin.
*
Sarapan pagi bersama klien itu berjalan dengan lancar. Harry dan kliennya membicarakan tentang sekolah berbasis SAINS di Indonesia, yang dijalankan menggunakan kurikulum dari Jepang. Sehingga mereka meminta KIT[2] pembelajaran agar dibuat khusus untuk sekolah mereka.
KIT itu nantinya sudah dirancang dengan model yang ditentukan dari Jepang, sehingga Global Chem tinggal membuat sesuai pesanan dan merakitnya saja.
Kemudian nantinya juga akan ada pihak dari Jepang yang akan melakukan assesment terhadap produk yang telah dibuat sebelum didistribusikan ke sekolah tersebut.
Hal ini disetujui oleh CEO sebelumnya, yakni Tuan Bagus. Menurut Tuan Bagus, hal ini bisa menjadi salah satu sarana promosi kancah Internasional bagi Global Chem.
Sehingga mau tidak mau, Harry yang harus melanjutkan kerja sama ini. Beruntung Ratu tak perlu dibuat sulit, karena bos-nya yang sekarang juga memiliki pemikiran yang sama dengan CEO terdahulu untuk menyetujui kerja sama ini.
Sembari menunggu sang bos sarapan pagi tadi, Ratu baru sempat membuka ponsel pribadinya lagi, dan ia baru menyadari jika ada balasan pesan dari petugas penjaga parkir.
[Selamat pagi juga, Bu. Mobil putih di samping milik ibu adalah mobil Pak Harry]
Ada rasa sesal dalam hati Ratu karena tak membuka ponselnya terlebih dahulu sebelum ia menuju ke ruangan bos-nya.
Kini Harry dan Ratu kembali lagi ke perusahaan.
"Orang Jepang itu memang sangat detail," ujar Harry membuka percakapan begitu mobil dijalankan untuk kembali pulang.
"Emm, iya, Pak," jawab Ratu tanpa basa-basi.
"Aku tadi melihat contoh rancang KIT yang mereka inginkan untuk salah satu praktikum di sekolah lanjutan. KIT yang mereka buat, sama sekali berbeda dengan KIT yang pernah aku gunakan saat sekolah dulu," gumam Harry.
Ratu hanya terdiam sambil terus fokus pada kemudi dan jalanan di hadapannya.
"Ah, atau mungkin waktu yang sudah berkembang, sehingga pembelajaran sekarang akan lebih maju daripada zamanku dulu. Apalagi di zamanmu, ya, 'kan, Ratu?" Senyum Harry terbit yang terlihat oleh Ratu melalui spion dalam mobil.
"Oh, ya! Kau tadi tepat sekali, memilih waktu sarapan pukul tujuh. Kudengar memang orang Jepang selalu sarapan pagi antara pukul enam sampai pukul tujuh pagi," puji Harry.
Lagi-lagi Ratu hanya membalasnya dengan tersenyum.
"Oh ya, aku tak tahu ada restoran mewah yang sangat dekat dengan perusahaan kita," ujar Harry lagi.
"Itu merupakan restoran yang sering digunakan bos saya dulu untuk bertemu orang penting," jawab Ratu seadanya.
"Selera bu Sonya bagus juga," puji Harry.
Lagi-lagi Ratu hanya tersenyum tanpa menjawab dengan kata-kata. Ia mengintip pada Harry melalui spion dalam, terlihat bos mudanya itu sedang melamun melihat ke arah luar jalanan.
"Ratu, setelah ini pesankan aku jus yang seperti kemarin di kantin!" titah Harry.
"Baik, Pak!" Ratu menjawab tanpa basa-basi. Ia tak menyangka jika bos-nya akan menyukai jus yang sama seperti kesukaannya.
"Aku suka jus kesukaanmu itu, Ratu!" celetuk Harry yang tiba-tiba tanpa diprediksi sebelumnya.
"Maksudnya, Pak?" Ratu yang kali ini bertanya-tanya.
"Aku menyukai jus yang sama seperti kepunyaanmu!" jelas Harry sekali lagi. "Apa masih kurang jelas?"
"Ti-tidak, Pak!" Berusaha untuk tetap fokus ke jalanan. Ratu hanya merasa aneh, dari mana bos-nya itu tau jus kesukaannya?
"Apa kau tidak bertanya-tanya dari mana aku tau jika itu adalah jus kesukaanmu?" Harry tiba-tiba menjulurkan lehernya ke depan, sehingga kini kepalanya berada di samping pundak Ratu.
Sempat terkesiap untuk sejenak. Namun Ratu mencoba untuk mengendalikan diri.
"Hmmmm? Kau tidak penasaran?"
Ratu mengernyit akan pertanyaan bos-nya, haruskah hal itu ia jawab? Dirinya memang penasaran bahkan sempat bertanya-tanya, dari mana sang bos bisa tahu minuman kesukaannya?
Namun jika ditodong secara langsung dengan pertanyaan seperti itu sekarang, rasanya ...?
"Kalau kau penasaran aku akan menjawabnya," ujar Harry kemudian.
Ratu menelan ludahnya berkali-kali, ia bingung harus bagaimana.
"Emmm ... anu ... kita sudah sampai kembali di perusahaan, Pak Harry."