Kinan berjalan mengikuti langkah Romi yang lebar membawanya keluar dari klub malam itu. Gadis itu menatap tangan kekar yang membawanya keluar dengan cepat dari klub tersebut. Kinan masih tak bisa berpikir bagaimana ia bisa bertemu Romi disana, mungkinkah Romi sedang berada di klub tersebut. Atau Romi mengikutinya, Kinan menggelengkan kepalanya karena berpikir terlalu jauh.
"Masuk!" Romi membuka pintu mobil untuk Kinan. Pria itu sedikit berbeda saat ini. Ia hanya menggunakan kaos dan mantelnya. Satu lagi, Romi menggunakan sendal rumahan. Apa Romi terburu- buru menuju tempat ini. Kinan menatap wajah Romi takut lalu masuk kedalam mobil tanpa menunggu perintah kedua kalinya. Romi benar- benar serius dan tak bisa di ajak bercanda. Pria itu dengan gagahnya berjalan memutari mobil dan masuk kedalam. Ia menjalankan mobil menjauhi klub malam tersebut.
Kinan meremas tangannya merasakan situasi tegang antara Romi dan dirinya. Romi tak berbicara sedikitpun, ia tetap fokus menyetir mobilnya dan semangkin terlihat tampan. Kinan menggelengkan kepalanya, mengapa pikirannya malah memikirkan hal itu. Kinan tak berani membuka pembicaraan, ia akan menunggu sampai Romi mengatakan sesuatu.
Mereka tiba di apartemen Kinan, Romi masih belum berbicara, pria itu dengan lihainya menekan paswoard apartemen Kinan dan membawa Kinan masuk kedalam. Kinan sungguh gatal ingin berbicara, namun Romi tampak sedikit kesal terlihat dari wajahnya.
"Romi!" Kinan tidak sabar, ia memanggil Romi membuat pria itu menghentikan langkahnya. Romi memutar tubuhnya lalu melipat kedua lengannya didada. Kinan menatapnya takjub, mengapa Romi terlihat keren menggunakan kaos polos berwarna hitam dengan mantel panjang selutut, kulitnya yang putih membuat kontras baju hitam dan putih membuat kesan semangkin tampak cool. Romi menatap Kinan yang baru saja memanggilnya.
"Ya!"
"Maaf, aku tidak tahu tempat itu. Marcel dan Lisa yang mengajak ku kesana. Aku berani bersumpah!" Kinan mengangkat tangannya seolah bersumpah di hadapan Romi. Gadis itu bersikap seperti bukan atasan Romi. Ia tampak takut melihat Romi marah di hadapannya.
"Duduklah, aku akan bicara sebentar." Romi kembali melanjutkan langkahnya. Ia mendekati dapur, sementara Kinan memilih duduk di ruang utama di depan layar datar berukuran cukup besar. Kinan menyandarkan punggungnya, ia menghela nafas lega. Setidaknya Romi membantunya lari dari orang- orang aneh itu. Tapi, bagaimana Marcel dan Lisa? Kinan meraih ponselnya. Banyak panggilan tak terjawab disana dari Marcel. Ia hendak menghubungi kembali namun Romi sudah mendekatinya. Kinan menutup kembali dan duduk tegak di hadapan Romi. Pria yang tampak santai itu membawa segelas air dan menyodorkannya pada Kinan.
"Minumlah!" Romi menyodorkan segelas air di hadapan Kinan. Kinan mengambilnya lalu menenggaknya dengan cepat. Ia meletakkan gelas di hadapannya lalu menatap Romi yang sedang menunggu Kinan.
"Katakan, kamu mau bicara apa?" ucap Kinan bertanya lebih dulu. Romi menatap Kinan lekat, lalu menegakkan punggungnya menghembuskan nafas kasar.
"Kenapa Nona pergi tanpa bertanya dulu padaku?" Kinan mengerutkan dahinya mendengar hal itu. Ia merasa tidak suka dengan pertanyaan Romi.
"Kenapa? Aku sudah dewasa Romi. Apa aku harus mengurung diri di Apartemen selama dua tahun masa kuliah ku, tanpa keluar melihat suasana Itali?" Romi tidak terkejut, ia hanya mendengarkan apa yang ingin Kinan sampaikan.
"Bukan begitu, aku mengerti Nona ingin keluar dan menikmati kota malam. Tapi setidaknya beritahu aku, aku akan menjaga kemana Nona pergi. Karena Nona tanggung jawabku. Ini Itali Nona, bukan Indonesia!" jelas Romi dengan wajah seriusnya. Kinan menghela nafasnya mendengar ucapan Romi. Ya, ini memang Itali bukan Indonesia. Sejujurnya Kinan juga takut keluar tanpa orang yang bisa menjaganya. Ia juga tak ingin mengunjungi tempat- tempat seperti itu, tapi apalah daya, temannya tetap orang yang tinggal di negara lain. Tidak seperti dirinya yang was- was tentang masa depannya terutama keperawanannya. Di negara yang besar seperti ini, jelas di usia 24 tahun sudah sangat wajar wanita tidak perawan lagi. Namun Kinan, ia akan tetap menjaganya untuk suaminya kelak. Sepertinya menurut ucapan Romi adalah yang terbaik.
"Oke, baiklah. Aku akan selalu bicara padamu jika akan bepergian!" Romi mengangguk setuju.
"Aku tidak membatasi Nona harus pergi dengan siapapun, yang pasti katakan padaku kemana kalian akan pergi. Aku akan mengawasinya." terdengar menyebalkan memang, tapi Kinan bisa apa. Demi masa depannya, baiklah, sepertinya Romi juga bisa di ajak bersenang- senang.
"Tapi aku gak suka kamu panggil Nona disaat aku kumpul dengan teman- temanku, panggil saja Kinan. Dan satu lagi, jangan terlalu dekat berjalan saat mengikutiku. Aku tidak suka Romi, kamu sangat mencolok!" ucap Kinan mengutarakan kekesalannya. Romi berdehem singkat mendengar ucapan Kinan.
"Baiklah, yang terpenting keselamatan Nona. Saya akan marah jika Nona melakukan hal seperti ini lagi, ingat. Jangan mengulanginya!" Kinan mengangguk cepat.
"Tapi aku tetap boleh bermain dengan teman- temanku kan?" Romi mengangguk mengiyakan pertanyaan Kinan.
"Meskipun begitu, jangan terlalu dekat dengan mereka. Budaya dan cara bergaul kita dengan mereka sudah berbeda. Memilih dan memilah mana yang menurut Nona baik. Karena setiap kegiatan yang Nona lakukan, akan saya laporkan pada Pak Juna. Jadi, saya tidak bisa tutup mata jika Nona pergi tanpa sepengetahuan saya!" Kinan mengangguk cepat mengangkat tangannya tanda mengerti.
"Oke, aku mengerti. Tapi bisakah kamu katakan pada Papa jika aku tetap baik- baik saja disini meskipun aku sedikit bandel. Ayolah Romi, kita bisa berteman. Kalau kamu juga lelah dengan pekerjaan kamu, kamu bisa cuti satu hari saja. Tidak perlu memantau atau mengawasiku. Aku akan berada di rumah saat kamu libur!" Romi tampak menatap Kinan datar, pria itu tidak menanggapi ucapan Kinan membuat Kinan menyerah saja, sepertinya orang seperti Romi ini tidak akan tersentuh oleh cinta. Romi bangkit dari duduknya hendak pergi dari tempat itu.
"Kita akan pindah besok!" ucap pria itu membuat Kinan syok mendengarnya.
"Hah! Pindah, tapi kenapa?" tanya Kinan dengan wajah bingung.
"Tidak ada, ini hanya perintah dari Papa Nona. Kita harus mematuhinya. Hanya tempat tinggal saja, Nona tetap sekolah di sekolah yang sama!" Kinan tak mengerti, tapi semua ini mengapa bisa mendadak seperti ini. Kinan mengangkat wajahnya menatap Romi yang masih berdiri di hadapannya.
"Oh iya, bagaimana kamu tahu aku berada di klub itu?" tanya Kinan penasaran. Ya, bagaimana pria itu ada disana, Kinan harus tahu itu. Romi menarik sudut bibirnya, ia menunjuk kamera yang memantau tempat itu, berada di beberapa titik. Hanya di bagian dalam apartemen dan arah pintu luar saja. Kinan menatap melotot Romi yang tampak santai menunjuk kamera pengawas disana.
"Kamu juga meletakkan kamera di kamarku?" tanya Kinan panik. Romi rasanya ingin tertawa, namun ia terbiasa menjadi ajudan dan sikap profesionalnya harus tetap ia jaga.
"Tidak Nona!" Kinan menghela nafasnya mendengar hal itu. Ia melipat kedua lengannya didadaa menatap Romi sinis.
"Jadi kamu selama ini lihat aku dari sana!" Romi hanya mengangkat pundaknya acuh.
"Itu perintah, saya hanya menjalankan perintah Nona!" Kinan merasa geram. Ia mengepalkan tangannya mendengar jawaban santai Romi.
"Dasar penguntit!" umpat Kinan, namun Romi terus berjalan meninggalkan Kinan disana. Ia membuka pintu apartemen Kinan berniat kembali ke tempatnya. Namun seseorang yang berdiri di depan pintu apartemen Kinan membuat Romi terdiam menatap pria di hadapannya. Kinan mengikuti arah pandang Romi yang berhenti di depan pintu. Gadis itu mendekati Romi dan terkejut melihat siapa yang datang berdiri disana.
"K-kamu, kenapa bisa ada disini?" tanya Kinan tak percaya melihat pria yang selama ini menjadi alasan Kinan pergi meninggalkan Indonesia.
"Hai, apa aku membuatmu terkejut?" tentu saja ia terkejut, mengapa pria itu ada disini, bukankah alasan ia pergi ke Italia adalah menghindarinya. Menghindari masalah yang membuatnya tidak bisa meraih kebahagiaan seperti kedua sahabatnya. Mengapa Satya bisa ada disini, dan menemukan tempat tinggal Kinan.