Prolog

1568 Kata
Mobil yang Satya kendarai melaju kencang di jalanan Itali. Ia menginjak gas sekencang mungkin menghindari kejaran anak buah Darko. Romi di jok belakang menatap kebelakang melihat mereka di kejar beberapa mobil. Romi memejamkan matanya, merasa lemah disaat seperti ini. Kinan tanpa sadar bersembunyi di tubuh Romi. Gadis itu benar- benar ketakutan. Ia memeluk erat Romi yang ada di sampingnya. Bunyi senjata mengarah pada mereka membuat Kinan tersentak kaget. "s**t, mereka membawa senjata. Kita harus bagaimana?" Satya tanpa henti menggerakkan tangan dan kakinya mengatur lajunya mobil. "Berhati- hatilah. Kita harus lolos dari kejaran mereka!" ucap Romi hanya bisa mengatakan hal itu. Mobil Alex melaju dengan kecepatan di atas rata- rata. Satya menatap dari spion mobil. Melihat satu mobil yang bergerak cepat. Sudah di pastikan mobil keluaran canggih itu akan melesat cepat di jalanan. Satya menginjak gasnya lagi agar lebih cepat. Terlihat jelas mobil Alex semangkin mendekati mereka. Satya bahkan sudah menambah kecepatannya, tapi mobil yang Alex kendarai lebih laju dari mobilnya. Ia mencoba menambah kecepatan lagi. Namun mobil Alex sudah berada di samping mereka. Pria dengan wajah seram dan kepala plontos itu menatap mereka lalu mengangkat senjatanya mengarah pada Satya. "Door,_" "Chef!" pekik Kinan melihat hal itu, beruntung Satya menginjak remnya membuat laju mobil mereka terhenti, sementara mobil yang Alex kendarai melesat ke depan. Romi meraih tubuh kurus Kinan, merangkulnya dan menutup wajah Kinan dengan tangannya. Kinan gemetar takut, gadis itu terisak di dalam pelukan Romi. Mobil Alex memutar balik arah, membuat mobil Satya dan Alex saling berhadap- hadapan. "Brrmmmm, brrmmm," suara mobil keduanya saling bersiap menghadang. Sementara mobil pengawal lainnya ada di belakang Satya. Mereka semua di persenjatai membuat Romi dan Satya cukup kewalahan apalagi dalam keadaan terkepung. "Apa yang harus kita lakukan?" Satya bertanya tanpa menoleh ke arah belakang. Ia menggenggam erat setir mobil bersiap untuk saling tabrakan. "Jalan, dan saat mendekati mobil mereka. Berbeloklah, lalu injak gas dengan kecepatan penuh." ucap Romi memberi saran. Satya merasakan jantungnya berdebar kencang. Nyawanya dalam taruhan saat ini, karena anak buah Alex terlihat mengarahkan senjata ke arah Satya. "Aku percaya padamu." ucap Romi sambil menepuk pundak Satya. Satya menginjak gasnya hingga menimbulkan asap di bagian belakang lalu melaju dengan kecepatan penuh. Kinan memeluk erat tubuh Romi di belakang. Hingga kedua mobil itu saling mendekat. "Door_," suara tembakan senjata mengarah pada mobil mereka. Diikuti suara pecahan kaca mobil membuat Kinan menggenggam erat kemeja Romi di dalam pelukannya. Mobil yang mereka kendarai masih melaju, membuat Kinan mengangkat wajahnya. "Kerja bagus bro." Romi menepuk pundak Satya yang bebas melaju menghindari mobil Alex yang tertinggal di belakang. Kinan menutup mulutnya menatap kaca mobil yang terkena bekas tembak. "Chef, kamu tidak apa-apa?" Satya menoleh, sambil tersenyum. Hanya bagian wajah Satya terkena pecahan kaca mobil sedikit tergores. "Tidak, aku baik-baik saja. Kita harus cepat pergi sebelum mereka bisa mengejar kita lagi." Kinan mengangguk cepat, mengusap air mata yang menetes di pipinya. "Ini, cepat panggil Marcel, beritahu keadaan kita." Satya memberikan ponselnya kepada Kinan. Kinan menerima ponsel Satya, mencari nomor Marcel untuk meminta bantuan. Romi menghela nafasnya panjang. Ia menatap belakang mobil, tidak ada mobil yang mengikuti mereka. Ia menghela nafasnya lega. Sedangkan Kinan tengah bicara pada Marcel, untuk menjemput mereka di tempat yang aman. "Apa dia bersedia?" tanya Satya pada Kinan yang sudah mematikan ponselnya. "Ya, dia mengatakan kalau kita hanya perlu lurus saja melalui jalan ini, lalu berbelok kiri jika bertemu dengan persimpangan. Nanti ada danau disana, dia akan menemui kita disana." Romi menganggukkan kepalanya mengerti. Begitu juga Satya, ia tetap memfokuskan tatapannya pada jalanan. Keadaan di jalan masih terlihat normal dan biasa, hingga sebuah mobil container datang membuat Satya menatap terkejut, mobil yang terlihat melaju dengan kecepatan tinggi mengarah pada mereka. Satya tidak bisa menghindari tubrukan itu, container itu menabrak mereka tepat saat melewati persimpangan. Mobil itu menggeret mereka cukup jauh hingga terguncang, terguling dan berakhir terbalik. Kecelakaan terjadi begitu saja tanpa bisa di hindari, Satya terbatuk- batuk karena asap dari mobil itu membuatnya sulit bernafas. Satya mengusap kepalanya merasakan darah keluar dari kepalanya. Ia berusaha keluar dari dalam mobil yang akan segera meledak. Sementara Romi terlihat berusaha keluar menggeret Kinan agar keluar dari dalam mobil yang mulai terbakar. Kinan tidak sadarkan diri, gadis itu terluka di bagian dahinya. Romi cukup kesulitan keluar dari dalam mobil itu. Tubuh Kinan tiba- tiba tergerak, seperti ada yang menarik keluar. Romi tidak tahu siapa yang menariknya, ia berusaha keluar dari mobil itu, dari sisi lainnya. Romi terduduk di samping mobil, terbatuk- batuk. Ia mencari Satya dan Kinan, saat ia memutari mobil itu. Sebuah senjata mengarah pada kepalanya. Ternyata rombongan Darko sudah ada disana. Mafia itu mendekati Romi memukul wajah dan perut Romi dengan hujaman kuat. "Apa kamu pikir kamu bisa pergi dariku?" Romi terduduk merasakan sakit di perutnya, tatapannya menatap Kinan yang masih tak sadarkan diri di dalam gendongan Alex. Sementara Satya sudah tidak sadarkan diri, pria itu sepertinya cukup parah mengalami luka karena kecelakaan yang mereka alami. Sementara dirinya sendiri, ia tidak tahu bagian mana yang luka. Karena yang Romi pikirkan saat ini adalah Kinan. Romi melihat darah keluar di bagian kakinya. Ia mengatur nafasnya, lalu menarik kedua tangan pengawal yang memegangnya di kanan dan kirinya. Membenturkan keduanya. Romi mengambil senjata yang ada di tangan pengawal itu lalu menodongkan senjata mengarah pada Darko. Darko tertawa di hadapan Romi yang dengan cekatan melumpuhkan dua pengawalnya meskipun dalam keadaan berdarah- darah. "Wow, wow, wow." Darko bertepuk tangan melihat aksi Romi di hadapannya. "Kamu cukup berani, come on. Kita bisa bermain satu lawan satu. Tanpa senjata." Darko mengulurkan tangannya mencoba untuk mengajak Romi bernegosiasi. "Berikan dia padaku." ucap Romi menatap Kinan yang masih tidak sadarkan diri. "Hahahaha, apa kau pikir aku akan memberikan dia padamu?" Darko mendekati Romi dengan santai. "Eunghhhh." suara lenguhan Kinan yang tersadar dari pingsannya membuat Romi menatap ke arahnya. Darko menoleh menatap Kinan yang terlihat sadarkan diri. Kinan membuka matanya melihat ia di dalam dekapan seorang pria, dan pria itu adalah Alex. Pria yang menakutkan menurut Kinan. "Lepaskan." teriak Kinan, "aahkk," ia memegang dahinya yang terluka, Kinan merasakan denyut di dahinya terasa sakit memegang darah dari kepalanya. Gadis itu menatap sekitar, melihat Satya sudah tidak sadarkan diri tergeletak di jalanan. Romi sendiri masih berdiri di hadapannya, dengan keadaan yang bisa di bilang tidak baik. "Turunkan aku brengseek!" teriak Kinan berontak ingin turun dari gendongan Alex. Darko memberi isyarat pada Alex. Pria itu menurunkan Kinan, dan membuat Kinan berlari mendekati Romi. Namun dengan mudah Darko menarik tangan Kinan dan mendekap Kinan padanya. Menghalangi gadis itu untuk mendekati Romi. "Turunkan senjatamu, atau dia akan mati." Darko memeluk tubuh Kinan tepat di depan Romi, tersenyum smirk. Romi menggenggam erat senjata di tangannya, ia tidak punya pilihan, jika ia melawan, sudah jelas ia akan mati di tempat. Bukan hanya kalah jumlah, tapi ia tidak memiliki apapun dengan mereka yang memegang senjata di tangan mereka masing- masing. Romi menurunkan senjata di tangannya, sementara Kinan terus berusaha untuk lepas dari dekapan pria gila di dekatnya. "Lepaskan aku." desis Kinan di dalam pelukan Darko. Pria itu tersenyum lalu mendekati telinga Kinan menciumnya membuat Kinan menjauhkan wajahnya dari dekapan Darko. "Tidak akan, jika kamu berusaha untuk kabur lagi, aku akan membunuhnya di hadapanmu, Honey." bisik Darko, pria itu mengambil senjata dari dalam sakunya, Kinan menatap gerakan tangan Darko. Ia yakin itu adalah senjata yang biasa Darko gunakan. Romi sudah meletakkan senjatanya di hadapan mereka. Ia berlutut mengangkat kedua tangannya tinggi- tinggi. "Romi, pergilah." usir Kinan menatap Romi yang masih berada di hadapannya. Kinan menatap Romi berkaca- kaca. Sepertinya, hidupnya memang harus berakhir di tangan pria penguasa Itali. "Tidak Nona." "PERGILAH ROMI!" bentak Kinan dengan air mata mengalir di wajahnya. Romi menatap wajah Kinan dengan tatapan sendu, bagaimana mungkin ia bisa pergi meninggalkan Kinan dengan pria seperti Darko. Kinan sudah terisak di hadapan Romi, membuat pria itu tidak mengerti, mengapa Kinan menangis di hadapannya. "Pergilah," ucap Kinan lagi, gadis itu tidak ingin Romi terluka, atau mati karenanya. "Bisakah kita bicarakan baik- baik saja, jangan membawanya bersamamu. Kamu bisa mendapatkan wanita manapun di dunia ini, tapi jangan gadis ini." Darko terkekeh mendengar ucapan Romi. Ia menatap Romi dengan tatapan santai. "Sayangnya, aku hanya menginginkan Kinan. Jadi, lupakan saja dirinya, pulanglah ke negaramu." ucap Darko santai. Romi mengepalkan tangannya, ia menatap sekelilingnya, Romi bergerak bangkit mendekati Kinan dan Darko. Mencoba untuk meraih Kinan dari tangan Darko, tapi Darko sudah membaca gerakan Romi. Ia dengan cepat menarik senjatanya, menembak ke arah Romi tepat di perutnya. "Dorr!" "Aakkkh," Romi menghentikan langkahnya karena Darko menembaknya tepat di bagian perut. "N-nona." lirih Romi menatap Darko dan Kinan di hadapannya. "NO...!!" teriak Kinan mencoba mendekati Romi yang berdiri di depannya tinggal selangkah lagi. Romi mematung, menunduk melihat perutnya yang mengeluarkan darah, Romi menatap telapak tangannya yang berlumuran darah dari perutnya. "LEPASKAN AKU!" teriak Kinan membuat Darko mengangkatnya, membawa Kinan masuk ke dalam mobilnya. "ROMII," teriak Kinan di dalam mobil Darko. Menatap pria yang berlutut sambil menatapnya sayu. Kinan menggedor jendela pintu mobil menatap Romi yang mulai tidak sadarkan diri disana. Kinan terus berontak meminta Darko untuk mengeluarkannya. "KAU GILAA, BRENGSEEK, PRIA SIALAN, KAU PIKIR AKU MAU DENGANMU, AKU LEBIH BAIK MATI..." Kinan terus memukul Darko di dekatnya. Merasa sedih, seakan dunianya berhenti berputar. Romi dan Satya terkapar disana, semua ini karena dirinya. Apa yang harus ia lakukan, siapa yang bisa membantu mereka disana. Tubuh Kinan mulai melemas, ia berakhir pingsan di dalam pelukan Darko. Pria itu tersenyum menatap wajah Kinan. "Kembali ke Mansion." ucap Darko memerintahkan supirnya. Mereka menjauhi tempat itu, diikuti para pengawalnya yang juga meninggalkan Romi dan Satya disana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN