PROLOG

522 Kata
Agustus, 2060 Langit malam Kota Paris terlihat sangat hidup. Di sebuah gereja tua, terdengar alunan musik yang cukup mendayu. Jika kalian melihat dengan seksama, saat ini, di gereja itu sedang melaksanakan ritual pernikahan. Terlihat dengan sangat jelas sang pengantin pria berdiri di depan altar. Sedangkan di pintu masuk, sang pengantin wanita berdiri sambil memeluk lengan kiri ayahnya. Pengantin wanita itu sangat cantik. Hanya saja, senyumannya tidak setulus yang terlihat. Apalagi tatapan matanya. Dia tidak memandang ke depan, melainkan menjelajah ke setiap pojok gereja. Sepertinya mencari seseorang di antara ratusan orang yang ada. Lalu, pencariannya berhenti, di ujung tatapan itu, seorang pria tampan sedang berdiri diam. Pria itu juga menatap sang pengantin wanita. Sama-sama sendu. Sama-sama kehilangan. "Kakak, berhentilah mengamati pengantin orang lain." Ucapan itu segera membuat si pria mengalihkan pandangannya. Dia tidak lagi menatap sang pengantin. Dan sama sekali tidak peduli dengan jalannya ritual pernikahan. Dia lelah. "Mau ke mana?" Beberapa orang temannya bertanya dengan nada tak peduli. Pria itu juga memilih untuk tidak mempedulikan mereka. Yang dia inginkan hanya sebotol alkohol. Menghilangkan rasa sakit hatinya meski hanya beberapa saat. Lelaki muda itu duduk di salah satu kursi bar—yang berada di salah satu kamar VVIP hotel. Dia terlihat sedang menikmati wine dengan penuh hasrat. Berulang kali menuangkannya ke dalam gelas. Membuat gelas itu selalu terisi penuh setiap kali dia selesai menenggak. "p*****r itu!" desisnya pelan. Lelaki itu sudah meletakkan kepala di meja bar. Sama sekali tidak berniat untuk tetap berdiri tegak. Dia seolah-olah merasakan dunianya hancur begitu cepat. Beberapa kilasan kenangan segera terputar. Dari dia yang disabotase dari dalam. Lalu pengalihan kekuasaan. Hingga akhirnya dia tahu bahwa beberapa orang di dekatnya adalah serigala. Serigala yang mencoba menjadi domba untuk membohonginya. Lalu meninggalkan dia sebuah cangkang kosong tanpa sedikit pun isi. Sungguh tidak termaafkan. Bruk!!! Sebuah hantaman di pintu membuat lelaki itu kaget. Dia menoleh dengan cepat dan menemukan bahwa pintu kamar telah terbuka. Beberapa lelaki berhamburan masuk ke dalam. Dari beberapa orang itu, ada satu orang yang dikenalnya. "Hei, Radi. How are you, Bro?" "s**t!" Lelaki itu—Radi—yang telah hampir sepenuhnya terkendali alkohol, saat ini dapat melihat jelas lelaki di depannya. Lelaki yang baru saja mendobrak kamar hotel yang dia sewa. Lelaki yang juga, baru saja menjadi mempelai pria. Lelaki itu, kini berdiri di depannya tanpa rasa bersalah. "Apa yang kamu inginkan?" tanya Radi. Dia sama sekali tidak membalasnya dengan bahasa asing. Karena dia tahu bahwa lelaki itu juga berasal dari Indonesia. "Kematianmu." Ucapannya itu diikuti oleh beberapa derap langkah kaki yang berkejaran. Meskipun nyawanya di ujung tanduk, entah mengapa Radi tidak merasa takut. Dia hanya menatap orang-orang yang berlarian ke arahnya. "Mungkin kita bisa mati bersama." Hanya satu detik yang Radi miliki untuk bermanuver. Dan kesempatan itu dia lakukan dengan baik. Meski para bodyguard  itu dengan cepat menodongkan pistol, tapi timah panas sama sekali tidak mengenainya. Dia membuat perisai manusia dari musuh-musuh terdekatnya. Membuat beberapa pekikan kesakitan menggema di mana-mana. "Kamu ingin aku mati, bukan? Bagaimana jika kita mati bersama-sama?" Setelah mengucapkan kata-kata itu tepat di telinga "tamunya", Radi menarik tangan lelaki itu sambil berlari. Sama sekali tidak mempedulikan timah panas yang terbang ke arahnya. "Hei, Chandra. Menurutmu, apa highline di koran besok pagi?" Setelah bertanya, Radi tertawa. Dia melompat dari balkom kamarnya. Membawa seorang pria yang baru saja menjadi pengantin. Mati bersamanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN