Pagi ini, Angga beraktivitas seperti biasa. Sampai di kantor, kedua sahabatnya sudah menghadangnya di depan. Seperti seorang anak yang sedang menunggu kepulangan induk nya. Angga yang sudah melihat kedua sahabatnya saat turun dari mobil, bersikap seolah dirinya tak melihat kedua sahabatnya itu. Karena Angga sudah yakin, kedua sahabatnya itu pasti sedang menunggu kedatangannya. Dengan langkah tegak, pandangan Angga terus lurus ke depan. Seolah tak ada dua sahabatnya di sana yang tampak kegirangan melihat kedatangan Angga. Pandangan Angga terus saja lurus ke depan menuju pintu masuk kantor. “Loh... loh... kok Angga bablas?” Jari telunjuk tangan kanan Dicky menunjuk Angga. “Eh, iya kok dia bablas?” Anton menimpali. “Masa sih, Angga gak lihat kita? Orang segede gini, berdiri di samping pi