Sandra duduk di samping Timothy dengan perasaan campur aduk. Semua ketakutan dan keresahan bercampur di dadanya. Melihat Timothy , memejamkan matanya menahan ketidaknyamanan di lututnya, membuat hati Sandra semakin tak karuan. Obat pereda nyeri yang diberikan dokter hanya bisa meredakan sedikit rasa nyeri yang terjadi di lutut Timothy tapi ketidaknyamannya pasti akan bertahan lama. Bayangkan aja , ada bagian tubuh yang tidak bisa digerakkan, pasti itu membuat perasaan tidak nyaman mendera dan pastinya sangat menakutkan, apalagi kalau hal tersebut terjadi pada seorang atlit basket.
Sandra sudah pernah merasakan ketakutan seperti itu. Ketakutan dan keputus asaan yang membuat dirinya luluh lantak. Saat dirinya harus dioperasi karena ligament nya sobek dari paha sampai lutut. Operasi demi operasi Sandra ikutin. Fisioterapi demi fisioterapi, Sandra jalani dan semua itu tetap membuatnya harus mengubur cita-citanya untuk terpilih menjadi atlit Sea Games mewakili Filipina.
Impian yang sudah dipupuk Sandra dari kelas 5 SD, agar bisa menjadi pemain basket nasional dan bisa membuat bangga mama, papa dan tentunya negaranya. Almarhum Papa Sandra juga seorang pemain basket nasional Filipina. Papanya telah meninggal saat usia Sandra empat belas tahun. Papanya adalah sosok yang mengenalkan Sandra dengan dunia bola basket. Mengantar Sandra pergi latihan basket adalah tugas papanya sampai papanya meninggal karena sakit liver.
Sejak itu Sandra hanya hidup berdua dengan mama yang sangat disayanginya. Untung mamanya wanita yang tangguh yang bisa melanjuti bisnis papanya di bidang percetakan dan membuat mereka tidak kekurangan meskipun Sandra menjadi anak yatim. Kenangan tentang papanya membuat mata Sandra semakin berkaca-kaca. Air matanya langsung mengalir ketika melihat Timoty yang kini merintih kesakitan lagi, pengaruh anti nyerinya pasti sudah menghilang.
“ Sabar ya. Tim. Bentar lagi dokter Ferry datang.” Kata Sandra sambil mengelus-elus punggung tangan Timmy yang mengenggam erat tangan Sandra.
“ Kamu nangis, San? Aku yang sakit, kok kamu yang nangis. Jangan nangis! Aku nggak tahan lihat cewek nangis.” Kata Timothy dan dia menyambung dalam hatinya, terutama nggak tahan lihat kamu yang nangis, hatiku rasanya teriris pedih.
“ Aku nangis sedikit, karena nggak tahan liat kamu kesakitan. Aku tahu rasanya gimana cedera ini, Tim. Kamu ingatkan kejadian saat aku jatuh dulu?” Kata Sandra.
Kejadiaan bertahun-tahun lalu, saat Sandra cedera langsung terbayang di benak, dua orang yang tangannya tetap saling mengenggam ini.
Saat itu sedang dilaksanakan seleksi pemain nasional yang akan mewakili Filipina di di Sea Games. Sandra adalah salah seorang kandidat kuat yang diprediksi akan terpilih karena kemampuannya yang hebat dalam mengolah bola orange bulat itu. Sandra adalah kapten tim pelajar pada kejuaraan pelajar nasional. Saat mengikuti seleksi tersebut, usia Sandra baru beranjak 18 tahun dan dia baru menamatkan SMA nya.
Sandra dan Timothy juga bertemu pertama kali pada seleksi kejuaraan nasional tersebut. Timothy mengikuti seleksi untuk team putra dan Sandra untuk team putri. Pada putaran seleksi terakhir untuk menentukan 5 orang pemain inti untuk team putri. Sandra melakukan rebound dari bola pantul yang tidak berhasil masuk ke ring basket, Karena dirinya, mendarat terlalu terburu-buru, Sandra terjatuh dengan keras dan menyebabkan ligamennya sobek dari paha sampai lutut.
Timothy yang berdiri di pinggir lapangan untuk melihat pertandingan latihan tersebut langsung berlari mendekat. Tapi pelatih team putri tidak memperbolehkannya mendekat ke arah Sandra lagi. Dia hanya bisa memperhatikan Sandra dengan iba dari pinggir lapangan.
Sandra saat itu adalah sosok kakak yang baik bagi Timothy. Timothy yang baru pertama kali mengikuti seleksi nasional, sangat canggung dan tidak percaya diri pada mulanya. Timothy sangat terbantu oleh sikap Sandra yang ramah dan ceria yang bisa membuat Timothy merasa bukan menjadi anak bawang. Sandra yang selalu menyemangati Timothy kala Timothy patah semangat dan meragukan dirinya sendiri karena merasa tidak mungkin,dia bisa lolos seleksi pemain nasional ini.
Sandra mengatakan kepada Timothy , kalau dia harus berusaha keras menunjukkan permainan terbaiknya agar bisa terpilih menjadi pemain nasional, meskipun hanya sebagai pemain cadangan dan bukan pemain inti. Tapi bisa terpilih aja sudah sangat baik sebab Timothy saat itu baru berusia enam belas tahun. Usia yang masih sangat muda untuk bisa masuk tim basket nasional . Nanti tahun -tahun ke depannya pasti Timothy bisa menjadi pemain inti yang siap bermain dalam setiap pertandingan untuk membela negaranya dan lecutan semangat dari Sandra itulah yang membuat Timothy terpacu dan bermain menunjukkan kualitasnya sehingga kala itu Timothy berhasil lolos seleksi pemain nasional meskipun bukan menjadi starting line up ( pemain yang turun pertama /atau pemain inti)
“ San, kamu ingat nggak apa kata-kataku dulu saat aku menjengukmu di rumah sakit waktu kamu cedera?”
“ Ingat dong. Kamu menyuruhku jangan sedih, karena tidak terpilih menjadi tim nasional bukan akhir dunia.” Kata Sandra menjawab Timothy.
“ Tapi saat ini, aku tidak bisa mengamalkan perkataanku padamu. Hatiku sangat sedih. Aku bahkan sedih sekali. Aku takut karena cederaku ini, aku tidak bisa lagi menjadi atlit basket. Apa yang harus aku lakukan, San?” Tanya Timothy dengan mata kalut.
“ Kita jangan ketakutan berlebih dulu, Tim. Moga-moga cederamu tidak separah aku dan kamu tetap bisa melanjuti karirmu sebagai pemain basket. Kita tunggu dulu diagnosa dokter Ferry. ” Kata Sandra mencoba meredakan ketakutan Timmy.
“ Tapi kondisiku ini sama dengan kakimu dulu, San. Bengkaknya sama, memerahnya sama dan rasa sakitnya juga sama. Aku ingat banget kamu dulu mengerang-erang kesakitan juga.” Kata Timothy dengan mata berkaca-kaca sekarang.
Sandra mengerti tentang ketakutan Timothy. Ketakutan yang sama, pernah Sandra rasakan. Tapi sekarang bukan saatnya menakut-nakuti Timothy. Timothy harus diberi semangat, seperti dulu, Timothy dulu juga dengan gigih, memberi semangat pada Sandra.
“ Kalau kejadian terburuk terjadi padamu. Cederamu sama seperti cedera yang aku alami dan kamu tidak bisa lagi menjadi atlit basket, ya nggak apa-apa. Kamu kerja di Trust Agency aja. Jadi wakilku. Gimana? Toh katamu dulu kepadaku saat aku cedera, bukan akhir dunia kalau tidak terpilih jadi tim nasional atau tidak bisa bermain basket lagi. Sekarang aku memakai kembali kata-katamu itu. Tidak bermain basket dan menjadi atlit professional juga bukan akhir dunia.”
Timothy tampak terdiam dan berpikir lalu dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
“ Aku masih kepingin banget jadi atlit professional. Masih ada satu cita-citaku yang belum tercapai. Aku ingin bisa membawa tim basket Filipina menang Olympiade Jepang tahun depan. Olympiade empat tahun lalu , kita berhasil masuk semifinal, dan berhasil bawa pulang medali perunggu, kali ini aku kepingin tim nasional kita, bisa masuk final. Kalau uda tercapai, aku akan puas bila harus berhenti bermain basket . Tapi sekarang belum saatnya.” Kata Timothy sambil menghela nafas panjang. Matanya tampak bersorot sedih.