“What! Bapak jangan main-main sama saya!”
“Buat apa saya main-main sama Mbak. Ini keputusan pimpinan kami, Mbak mulai besok resmi sebagai sekertaris pribadi Bapak.”
Untuk sesaat, Natasya terdiam. Rasanya pen banget nelan Pak Botak yang berada tepat di depannya. Nasib dia emang selalu sial, tapi ini berlipat-lipat lebih sial dari biasanya. Natasya menarik nafas, ngatur nafasnya yang naik-turun karena saking emosinya.
“Hufh … bentar, ini maksud Bapak gimana ya? saya yang berprofesi sebagai seorang model, tiba-tiba saja suruh jadi sekertaris di perusahaan Bapak …” Natasya menghela nafas, menatap tajam si Bapak, Natasya berdiri. “Bruak!” Satu gebrakan meja yang Natasya lakukan berhasil membuat si Bapak melompat kaget. Hampir saja tuh jantung copot dari tempatnya.
“Mbak yang benar! jangan buat saya mati jantungan!” teriak Pak HRD.
Natasya makin emosi, menunjuk si Bapak. “Justru Bapak yang udah bikin saya gagal jantung! saya ini nggak ada bakat jadi sekertaris, bakat saya sebagai model! Emang Bapak mau, tuh tulisan steno saya ganti pakai sandi morse!” seru Natasya.
Bapak HRD bengong, antara mo ngakak sama mo marah, baru kali ini seorang calon karyawan baru berani bentak-bentak dia, dan lebih konyolnya lagi, tuh cewek kalau ngomong asal jeplak aja.
“Ehem!”
Suara deheman terpaksa menghentikan perdebatan antara keduanya. Natasya menoleh, cukup takjub juga sama yang punya suara deheman. Gimana nggak takjub, tuh cowok gantengnya nggak bisa diungkapkan, dan satu lagi! pakaian yang dia kenakan rapi, plus aura-aura mahalnya kelihatan banget. Tapi bukan Natasya namanya kalau nggak bisa nyembunyiin rasa kagumnya, padahal tuh jantung bunyinya udah sekeras music disco.
Pak HRD langsung berdiri, sedikit membungkukkan badannya, memberi salam hormat kepada si pria. “Selamat siang Pak Adit,” ucap Pak HRD.
“Ada apa ini ribut-ribut,” ucap si pria dengan nada dinginnya, menatap tajam kearah Natasya.
“Ihh …! Sombong banget. Kalau ngomong sama orang itu lihat wajahnya, jangan sok kecakepan!” celetuk Natasya. Si Pak HRD nyengir, hanya bisa menggaruk kepalanya yang nggak gatel sama sekali.
“Eh … i—itu. Maaf Pak, in—“
Belum juga selesai ngomong, Natasya sudah dulu menyela. “Lah! kok Bapak yang minta maaf, yang nggak ada etika itu nih orang!” Natasya menunjuk kearah si pria tampan.
“Aduh, Mbak! yang sopan sama Bapak CEO di sini,” ucap si Bapak.
Suara si pak HRD nggak terlalu keras sebenarnya, tapi cukup membuat nyali Natasya menciut. “Pak CEO …” lirih Natasya.
“Iya! kenapa? masih berani nyolot!” tantang Pak CEO. Pak HRD hanya bisa berdiri mematung, sedangkan Natasya … sama sekali nggak menunjukkan rasa takutnya.
Natasya maju, dia mana peduli kalau di depan dia CEO-nya, orang dia nggak minat sama sekali kerja di tempat itu. “Oh, jadi Bapak yang udah bikin saya jadi sekertaris di sini? asal Bapak tau aja, saya ini seorang model. Saya harus gaji manajer saya juga!” kesal Natasya.
“Model aja belum terkenal, udah gaji manajer. Emang kamu sanggup ganti dendanya!” ucap Pak CEO.
Natasya mengernyit, sedikit terkejut dengan kata-kata Pak CEO. “Denda …? Emang saya buat salah apa, sampai-sampai harus bayar denda.” Jelas saja Natasya nggak terima, orang dia nggak buat salah apapun.
Bukannya menjawab, Pak CEO menoleh kearah Pak HRD, memberi isyarat ke Pak HRD lewat gerakan kepalanya. Pak HRD mengangguk, langsung menjelaskan semuanya ke Natasya. “Baik Mbak Natasya, saya akan menjelaskan semuanya secara detail. Tapi sebelumnya perkenalkan dulu Bapak Pimpinan sekaligus CEO di perusahaan kita, beliau Pak Aditya Kurnia Wijaya, mulai besok Anda resmi menjadi sekertaris pribadinya. Dan satu lagi, Anda sudah menandatangani perjanjian kontrak kerja, yang di mana isinya jika Anda berhenti kerja sebelum jangka waktu satu tahun, Anda harus membayar denda sebesar nominal yang tertera di dalam surat perjanjian tersebut.”
Natasya masih terlihat shock dengan penjelasan Pak HRD, pikir dia … kapan dan di mana dia menandatangani surat perjanjian aneh itu. Dan satu lagi yang kepikiran sama Natasya, sepertinya nama Aditya Kurnia Wijaya nggak terdengar asing di telinganya, tapi siapa? Natasya lupa. “Bentar, saya nggak merasa menandatangani surat perjanjian itu,” ucap Natasya yang masih terlihat bingung.
Pak HRD dan Aditya tersenyum, dan itu terlihat sangat menjengkelkan menurut Natasya. “Kamu inget-inget lagi pas audisi, kamu menandatangani kontrak kerja atau nggak?” sahut Aditya, dan sumpah tuh aura dingin banget.
“Iya, tapi itu ‘kan—“ Natasya menatap tajam wajah tampan Aditya yang kayaknya dia emang nggak asing dengan wajah tampan itu. “Hah! apa jangan-jangan … aku dijebak!” teriak Natasya tiba-tiba.
“Salah sendiri nggak dibaca isinya.” Demi apa coba, ini si CEO nyari perkara sama Natasya, tuh orang jawabnya enteng banget setelah menjebak Natasya.
“K—kamu! ngomong-ngomong berapa dendanya!” ucap Natasya tiba-tiba.
Aditya kembali ngasih kode ke Pak HRD, tanpa berpikir panjang Pak HRD menyambar selembar kertas yang terletak di atas mejanya, menyerahkan kertas itu ke Natasya. “Ini,” ucap Pak HRD.
Natasya menerimanya, membaca baik-baik perjanjian kontrak kerja yang telah dia tandatangani sebelumnya, langsung membaca nominal angka yang tertera di surat perjanjian, karena dia yakin banget kalau itu denda yang harus dia bayar jika dia berhenti kerja. “Ini angka, apa reuni telur …”
“Bpfhh …” Hampir saja Pak HRD tertawa kalau saja Aditya tidak melotot kearahnya.
Natasya mulai menghitung jumlah nol yang emang mirip telur baris. “satu … enam … sembilan—“
“Satu milyar!” sahut Aditya enteng.
“Hah! Bapak meras saya!” seru Natasya, sumpah shock banget setelah tau nominal denda yang harus dia bayar, jangankan uang satu milyar, kalau boleh jujur … uang satu juta aja nggak ada di dompetnya Natasya, maklum … dia itu seorang model yang ada job kalau ada model yang kurang aja, karena Natasya bukan tipe cewek yang menghalalkan segara cara untuk sampai ke puncak.
“Meras … apa yang harus aku peras dari kamu!” jawab Aditya dingin.
Demi apa coba, bahas soal peras-memeras Natasya langsung menutup dadanya dengan kedua tangannya, karena yang emang bisa di peras dari Natasya cuman itu, squishynya!
Aditya melotot, seketika otak dia ikut-ikutan kotor, mana tuh squishy cukup aduhai menggoda. “Gila, kamu!” kesal Aditya, berlalu begitu saja dari ruangan itu.
“Hahaha …” tawa Pak HRD meledak, nggak bisa ngempet lagi, mumpung bosnya pergi dari ruangan itu.
Natasya manyun, masih megang aset berharganya. “Bapak kenapa? emang yang bisa diperes cuman ini!” Demi apa coba, kenapa harus diperjelas, dasar Natasya. Pak HRD juga pria normal, dia hanya bisa nelan ludah dan ngusap dadanya, sambil istighfar, “Astaghfirullah …”
“Kenapa?” tanya Natasya polos.
“Enggak!” jawab Pak HRD cepat. Dalam hati dia berkata, “Kok si Bos bisa-bisanya mempekerjakan cewek modelan gini.”
“Eh, bentar Pak. Itu namanya Aditya ya …” Ini anak emang nggak sopan banget.
Pak HRD kembali geleng kepala, untung tangannya Natsaya udah kembali ke tempatnya. “Iya, kenapa?”
“Aditya …” Natasya mengetuk-ngetuk jidatnya, berusaha nginget sesuatu.
“Ee … malah nggak dijawab!” kesal si Bapak.
“A—dit—tya!” Seperti mendapat sebuah ingatannya kembali, Natasya langsung berlari mengejar Aditya tanpa mempedulikan Pak HRD yang makin bingung dengan sikap tuh anak.
“Hei, Buluk!” teriak Natasya, dia hanya ingin memastikan. Dan benar saja, orang yang dia maksud menoleh.
Tapi tunggu bentar, itu kantor banyak orang, semua menatap tajam kearah Natasya, dan satu yang bikin Natasya hampir pingsan. Tatapan Aditya bener-bener menakutkan, itu tatapan seolah-olah ingin mengulitinya saat itu juga.
Wajah Natasya memucat, tangannya gemetar, menunjuk kearah Aditya. “Ka—kamu …”
Aditya yang emang tadi balik badan karena panggilan Natasya, berjalan cepat mendekati Natasya, narik kasar tangan Natasya. “Ikut!”