Jika ada pepatah mengatakan bahwa datangnya cinta itu dari mata turun ke hati maka yang terjadi pada Vina dan Alvin memang begitu adanya. Bukan karena pesona satu sama lain yang memanjakan mata hingga mereka berdua saling tertarik, tetapi memang hanya satu permulaan sederhana karena semua berawal dari tatap.
Hari pertama di mata pelajaran Bahasa Inggris saat sekolah menengah atas, Vina berkesempatan menunjukkan kebolehannya berbicara di depan teman sekelasnya di kelas sepuluh. Semua berjalan semestinya yang mana Vina lancar berbahasa inggris dan seisi ruang kelas memperhatikan seksama. Hingga mata Vina menangkap sorot mata lain yang membuatnya tertawan untuk tak lagi mengedarkan pandangannya ke seluruh teman sekelas.
Tatapan yang terasa lain itu dari pemilik bangku paling belakang di kelas itu. Pemilik bangku paling belakang itu adalah seorang laki-laki yang tak segan melakukan kontak mata dengan Vina. Justru Vina lah yang menjadi kikuk sendiri ditatap seperti itu. Bahkan hingga gadis itu kembali ke tempat duduk ekor matanya masih menangkap bahwa dia diperhatikan dari tempat itu. Benar saja saat Vina sengaja menoleh ke belakang orang itu masih setia menatap ke arahnya. Tak menunjukkan sikap terkejut meski terkesan tertangkap basah memandang Vina. Bahkan dia dengan tenang justru melempar senyum saat lagi-lagi arah pandangnya bersirobok dengan Vina. Gelenyar tak asing menghampiri Vina dan perasaan hangat merayap dari hati menuju wajahnya.
Dia adalah Alvin yang merasa tertarik dengan presensi seorang gadis di depan kelasnya saat pelajaran Bahasa Inggris. Untuk pertama kalinya dia menyesal otaknya tidak mudah menghafal nama seseorang. Jadi saat Vina maju ke depan Alvin sama sekali tidak mengingat nama gadis itu apalagi dia tidak terlalu memperhatikan guru Bahasa Inggris mereka. Orang yang di depan sana pasti sudah melakukan perkenalan saat hari pertama mereka sekelas, tetapi sayangnya Alvin tidak mengingat namanya.
Meskipun tidak mengingat namanya Alvin tertarik mengamati seseorang yang tengah berdiri di hadapan seluruh teman sekelas mereka itu. Sorot mata gadis itu berbinar cerah dengan senyuman lebar membuat siapa saja yang melihatnya menjadi tertular berseri-seri bahagia. Dia begitu fasih melakukan percakapan berbahasa Inggris dengan teman sebangkunya. Meski ada dua orang di depan sana tetapi fokus Alvin hanya untuk satu orang itu.
Dapat Alvin lihat meski ada gesture gugup yang gadis itu tunjukkan dari caranya yang sesekali meremas tangannya sendiri tetapi Alvin kagum bahwa dia sukses menguasai audience di kelas itu. Ia mengedarkan pandangan ke seisi kelas hingga Alvin tertangkap menatap lamat-lamat ke arahnya. Alvin tak ingin beralih dari mata almond itu meski dia tahu bahwa gadis itu terkejut setelah beradu pandang dengannya.
Sungguh Alvin tidak bisa menutupi senyumannya saat gadis itu segera memutus kontak mata mereka, dia sangat lucu menurut Alvin ditambah semburat merah yang terbit di kedua pipi gadis itu. Senyum Alvin semakin bertambah lebar begitu mengetahui nama gadis itu adalah Alvina. Alvin akui bahwa sejak hari itu matanya tidak bisa terlepas dari Vina dia selalu memperhatikan gadis itu dari bangku paling belakang di tiga tahun kebersamaan mereka di satu kelas yang sama.
Alvin, seseorang yang berhasil menemukan satu relung di hati Vina yang sudah lama gadis itu lupakan. Dia mengetuk perlahan ruang itu dan bertahta di dalamnya untuk waktu yang lama. Mungkin Vina belum pernah berpacaran tapi menaksir seseorang bukan sesuatu yang baru untuknya. Dia memang tak pernah menjalin cinta dengan alasan tak ada yang membuatnya begitu suka hingga ingin menjalani sebuah hubungan. Kalaupun dia menyukai seseorang itu bukan berarti dia akan mengejar orang tersebut karena selama ini percikan-percikan perasaan yang dia rasakan terasa biasa-biasa saja. Dia lebih memilih menepi kemudian menghilangkan perasaannya itu karena dia akan kembali berkutat dengan kehidupan akademisnya berkutat dengan tumpukan buku untuk mengejar nilai-nilai sempurnanya selama ini.
Kehadiran Alvin tidak disangka Vina mampu menghadirkan getaran itu lagi. Vina tak keberatan membiarkan Alvin mulai masuk ke kehidupannya dan ia pun bersedia menaruh hati untuk laki-laki itu. Rasanya semua yang terkesan hampa diubah oleh Alvin menjadi hal-hal yang lebih indah untuk dilewati Vina.
Masa awal perkenalan Vina menyadari bukan hal mudah untuk laki-laki itu mendekatinya. Dia yang merasa asing dengan kehadiran seorang laki-laki di hidupnya juga terus menunjukkan respon kaku juga ketus untuk usaha yang Alvin lakukan. Beberapa kali pesan singkat yang dikirimkan Alvin hanya dibiarkan tidak berbalas atau sesuai namanya akan Vina tanggapi dengan singkat. Ketika akhirnya mengetahui bahwa Alvin adalah orang yang juga sulit untuk membangun komunikasi dengan orang baru Vina menyesali sikap cueknya kala itu. Nyatanya usaha Alvin membuahkan hasil karena Vina pun terpikat padanya.
Kelas sepuluh itu Vina mengakui bahwa dia jatuh hati pada si penggemar nomor satu Adam Levine dan bandnya itu. Jika teman sekelas mereka menjuluki Alvin sebagai laki-laki aneh maka Vina akan berteriak keras dalam hatinya bahwa Alvin adalah manusia unik dengan segala hal luar biasa di pikirannya. Vina terpikat pada setiap topik pembicaraan mereka, dia mengagumi cara pandang laki-laki itu akan sudut-sudut menakjubkan dunia.
Kelas sebelas Vina dan Alvin semakin dekat bahkan orang-orang sampai menyematkan kalimat jika di situ ada Vina maka ada Alvin begitu pula sebaliknya jika ada Alvin maka ada Vina di sekitarnya. Satu tahun kebersamaan mereka cukup membuat Vina yakin bahwa dia menyukai kehadiran laki-laki itu disekitarnya. Bahkan dirinya selalu menantikan hari berganti untuk kembali ke sekolah menjalani rutinitasnya juga menanti saat-saat obrolannya dengan Alvin. Duduk semeja berdua menghabiskan jam kosong atau jam istirahat bersama, atau mengunjungi perpustakaan bahkan saat pulang sekolah hingga larut sore. Dua orang yang tidak pandai membangun obrolan dengan orang sekitar mereka, berubah menjadi dua orang yang mempunyai banyak topik bahasan untuk diobrolkan berdua.
Obrolan mereka mulai hal ringan tidak penting hingga hal serius tentang mereka satu sama lain. Vina menyukai semua hal random yang Alvin utarakan, pengetahuan baru yang tak banyak orang memikirkan. Bayangkan saja Alvin bisa menjadi bersemangat hanya untuk membahas penemu ujung tali sepatu. Tak jarang dua orang itu berdebat tentang alam semesta dari bumi hingga ke luar angkasa, sebuah topik yang menjadi ketertarikan yang sama bagi mereka berdua.
Rasa nyaman akan adanya Alvin di hidupnya membuat Vina rasanya senang hati untuk jatuh cinta pada laki-laki itu. Sudah lama Vina tak pernah mendapatkkan tatapan seperti cara Alvin memandangnya. Sorot mata itu selalu menenangkan Vina juga memberi gadis itu rasa yakin akan kemampuannya saat harus mengerjakan sesuatu di depan kelas. Terlebih lagi segala afeksi yang diberikan Alvin membuat Vina merasa spesial di dekat laki-laki itu.
Tiga tahun kebersamaan bukan hanya tentang kisah romansa menyenangkan tetapi seolah seperti layaknya orang yang menjalin hubungan kasih ada kalanya pertengkaran mengisi kebersamaan Alvin dan Vina. Masalah ringan seperti adu pendapat tentang topic obrolan mereka sudah menjadi hal biasa saat terjadi. Mungkin juga masalah berlarut-larut yang enggan mereka temui titik terangnya seperti perasaan gamang akan hubungan mereka membuat rasa ingin cemburu ada ganjalan, niat ingin mengutarakan keinginan satu sama lain juga belum ada ikatan. Jika masalah seperti itu Vina dan Alvin akan mengalah dengan ego mereka dan memilih menepi hingga esok hari menyapa mereka kembali seperti biasa tidak terjadi apa-apa. selama masih bersamamu, tak ada masalah.
Bukan hal mudah berada di sekitar Alvin ketika banyak teman perempuan mu di sekolah mengidolakannya. Meski sering dicap buruk karena kebiasaan telatnya Alvin tetap laki-laki dengan pesona yang menawan gadis sebaya Vina. Meski begitu perasaan jatuh pada Alvin yang Vina rasakan bukan sesuatu yang dia anggap tak berbalas karena mereka punya satu sama lain untuk waktu-aktu spesial yang hanya milik mereka.
Vina menyadari bahwa bukan hal mudah pula bagi Alvin mendekat padanya. Laki-laki itu sering kali mendapat peringatan dari orang-orang di sekitar mereka saat berdekatan dengan Vina. Bukan hanya dari teman mereka tapi justru bapak ibu guru yang dekat dengan Vina. Memang bermaksud baik tapi Vina jadi membenci lingkungannya yang judgemntal. Bagaimana mungkin mereka memojokkan Alvin karena takut dia akan memberi pengaruh buruk untuk Vina padahal jelas-jelas dia hanya berada di sekitar Vina dalam batas wajar. Terlebih lagi semua anggapan itu hanya karena mereka melihat Alvin sebagai si tukang telat di sekolah.
Vina tak pernah memandang Alvin sebagai pengaruh buruk seperti yang orang-orang di sekitar mereka katakan karena memang tidak ada satupun pengaruh buruk yang laki-laki itu berikan untuknya. Alvin adalah raja telat (itu saja) yang selalu mendapat cibiran ketus dari guru-guru juga gelengan kepala tak habis pikir teman-temannya. Namun tidak ada satu pun perilaku Alvin yang menjadi buruk hanya karena satu kebiasaannya itu. Dia memperlakukan Vina dengan baik, bertingkah sewajarnya dan Vina merasa dijaga. Alvin adalah laki-laki yang memiliki basic manners untuk memperlakukan perempuan dengan baik. Mungkin jika Alvin mengubahnya maka satu hal yang berubah adalah semangat Vina yang jauh lebh besar untuk belajar banyak hal, percaya akan kemampuannya dan lebih berani tampil di depan banyak orang.
Bertemu dengan Vina adalah satu warna baru yang Alvin lihat di kehidupan yang selama ini memiliki warna monoton baginya. Gadis mungil itu secerah binar matanya yang memberi cahaya bagi orang disekitarnya. Alvin menyukai saat-saat berdekatan dengan gadis itu bukan hanya sekedar kehadirannya tapi juga cerita-certa di setiap momen di dalam kebersamaan mereka.
Berada di sekitar Vina memberi kenyamaan yang selama ini tidak Alvin dapatkan dari lingkungannya. Sungguh Alvin bukan sampah masyarakat pembuat onar namun seperti pepatah bahwa nila setitik merusak s**u sebelanga maka satu keburukan Alvin membuat cap buruk melekat padanya. Alvin yang sering terlambat berangkat sekolah menjadi dipandang remeh karena dianggap seorang pemalas kemudian tak dihiraukan keberadaannya oleh banyak orang terutama guru-guru.
Vina tidak seperti semua orang itu bahkan ketika semua menghakimi kebiasaan buruknya itu hanya Vina yang mau bertanya alasan keterlambatannya dari waktu ke waktu. Dibandingkan semua orang yang menggurui saat menasehatinya, Vina justru hanya mengangguk-angguk memahami Alvin. Dia tidak pernah mengatakan Alvin aneh seperti yang lain saat Alvin memiliki pemikiran yang berbeda. Gadis itu selalu mendengarkan apapun yang sedang antusias Alvin ceritakan, tanpa memotong dengan dalih tidak paham atau seperti kebanyakan yang akan mengatainya mengada-ada. Vina merespon Alvin dengan baik hingga Alvin selalu ingin terlibat obrolan berdua hanya dengan Vina saja.
Mungkin karena mereka memiliki ketertarikan yang sama hingga obrolan mereka menjadi hidup dan tak ada habisnya. Alvin bersyukur bahwa alam semesta ini terlalu luas untuk diceritakan hingga habis barang sebulan dua bulan. Nyatanya hari berganti minggu, minggu berganti bulan, hingga bulan berganti tahun obrolan Alvin dan Vina bukan hanya tentang topik kesukaan mereka. Mereka jadi lebih sering menceritakan hari-hari mereka, berbagi keluh kesah sesekali, menceritakan hal lucu saat mereka sedang tidak di sekolah atau membicarakan lagu, film, dan tokoh idola mereka. Alvin menyukai semua itu juga menyukai seseorang yang bersamanya kala itu. Dia jadi tidak ada waktu untuk meladeni teman perempuan yang Alvin sadari memang berniat menarik perhatiannya. Alvin sudah merasa cocok dengan Vina dan itu cukup.
Bagi Alvin orang seperti Vina adalah to good to be true. Gadis berprestasi kebanggaan semua orang, tetap merendah dan mau berteman dengan siapa saja. Tiap kali Vina maju ke depan banyak orang karena prestasinya, rasanya tidak ada hal lain yang Alvin rasakan selain bangga bahwa dia mengenal dekat gadis itu. Sorotan untuk gadis berprestasi itu selalu menghadirkan perasaan bahagia untuk Alvin hingga dia ingin menatapnya berlama-lama apalagi ketika di depan sana Vina juga membalas tatapannya, meskipun atensi semua orang tengah mengarah kepadanya. Saat itu terjadi Alvin ingin berteriak keras “That’s my girl” mengklaim Vina untuknya jika dia pantas, pikirnya dan sayangnya dia belum.
Darinya Alvin selalu ingin menyelami banyak hal menakjubkan dunia untuk bisa diceritakan ke Vina. Kebersamaan mereka membuat Alvin setidaknya mengerti bahwa sosok mandiri yang terlihat baik-baik saja menjalani ekspektasi semua orang itu juga gadis remaja biasa yang menawan hati Alvin untuk singgah. Alvin satu dua kali pernah duduk di samping Vina kala mata gadis itu sembab kemudian bercerita betapa dia merindukan ibunya yang jauh dari kosan, Alvin juga memastikan bahwa gadis itu baik saja meskipun terkapar di uks karena demam tinggi dan tak mau orang tuanya yang jauh mengetahui keadaanya. Alvin ingin ada di saat gadis itu tak secerah biasanya meskipun tak pandai merangkai kata, Alvin harap dia mengerti bahwa ada Alvin di sampingnya untuk menemani. Rasanya hal itu bukan hal berlebihan setelah semua hal baik yang gadis itu tunjukkan padanya, Alvin ingin bersikap baik pula untuk gadis itu. Bukan sekedar membalas kebaikan hati tapi memang kata hati yang tak bisa dipungkiri.
Tahun terakhir masa sekolah menengah atas menjadi puncak kegamangan hubungan itu. Akhirnya Vina mulai menyadari bahwa setelah ini lalu apa? dia butuh closure tapi ragu akan mendapatkannya kecuali semua berjalan seperti angan buruk yang dia pikirkan. Vina menyukai rutinitasnya di sekolah, menyukai kebersamaannya dengan Alvin pada setiap rutinitas itu. Jika nanti rutinitas itu sudah berakhir maka kebersamaannya dengan Alvin akan berakhir pula. Dibanding bertanya meminta kejelasan Vina justru sibuk menanyai dirinya sendiri tentang hal apa yang menjadi keingeinan hatinya. Jenis hal seperti apa yang akan Vina lakukan untuk membuat semua bertahan pada tempatnya? Vina sampai pada titik ragu untuk melaju.
Bukan hanya Vina saja yang menyadari situasi itu tetapi Alvin pun juga. Hingga semua olok-olokan yang tiga tahun ini menjadi makanan sehari-hari Alvin saat bersamaa Vina pun mempengaruhi Alvin. Semua dimasukkan ke hati oleh laki-laki itu hingga dia sampai pada sebuah keputusan bahwa memang Vina gadisnya dengan masa depan cerah seperti binar matanya tidak pantas dengan dirinya yang diremehkan semua orang.
Puncaknya saat sebulan sebelum pertemuan terakhir mereka, Alvin mengutarakan isi pikirannya di depan Vina “Masih banyak hal yang ingin aku lakukan, aku ingin meraih mimpi-mimpiku hingga menjadi orang sukses kemudian baru menjalin sebuah hubungan. Semua itu masih bisa nanti” Vina tidak bertanya tentang hal itu tetapi Alvin berkata demikian karena banyak orang yang salah sangka hingga terus memasangkan Alvin dengan seorang teman mereka.
Vina yang mendengar penuturan Alvin membangun dua kesimpulan di otaknya bahwa pertama tidak ada yang special dari kedekatan mereka dan kedua sudah saatnya dia hanya memikirkan masa depan kehidupan akademisnya. Sayangnya di momen-momen terakhir itu, Vina yang sedang dalam mode berlatih untuk membiasakan tanpa ada Alvin di hidupnya selalu terganggu dengan Alvin yang masih saja memberi perhatian yang memabukkan bagi Vina.
Sekalipun akhirnya mereka berpisah, Vina sebenarnya masih ada di tempat yang sama. Sebesar apapun hatinya menyangkal ada yang special diantara mereka berdua ujungnya Vina tidak bisa membohongi dirinya telah jatuh cinta pada orang itu. Vina bisa menahan diri untuk tidak melihat Alvin tapi dia tidak bisa mengontrol hatinya untuk berhenti menyukai Alvin. Mungkin Vina pernah jatuh cinta sebelumnya tetapi tidak ada yang rasanya sekuat ini karena faktanya Alvin adalah jatuh cinta terlama Vina.
Alvin seberpengaruh itu di hidup Vina karena tiga tahun tentu bukan waktu yang sebentar hingga Vina bisa mengumpulkan banyak kenangan tentang Alvin dan dirinya saat masih bersama. Vina sudah terlanjut terpikat dengan cara pandang laki-laki itu. Hingga saking menghafal hal-hal tentang Alvin membuat Vina terkadang mengikut beberapa kebiasaan laki-laki itu (tentu saja bukan terlambat).
Makan tanpa saus itu Alvin, orang yang mengantarnya pulang meski tidak searah selalu Alvin, orang yang memperlakukan Vina dengan baik itu Alvin. Koleksi herbarium itu tentang dirinya dan Alvin, buku-buku itu obrolannya dengan Alvin, lagu-lagu ini kesukaan Alvin. Semua yang terlihat menjadi tentang Alvin.