Bab 9. Awal Siksaan Jacob

1000 Kata
"Ma-maafkan, aku." Sesuai permintaan Jack, ia lalu menghidangkan makanan yang telah ia masak ke hadapan suaminya itu dengan sedikit canggung. Bahkan ia menikmati sarapan paginya sambil sesekali melirik ke arah Jack. Tapi pria itu sangat tenang menikmati semua yang telah ia hidangkan. Tidak ada tanda-tanda kalau Jack akan menghukumnya. Hingga, setelah ia menyelesaikan sarapannya— Ia baru mengerti. Pria itu ingin ia mengisi energinya terlebih dahulu sebelum menyiksanya. Sekeranjang pakaian kotor dilemparkan pada Ivy, dengan susah payah ia mencoba menangkapnya. Hanya mencuci pakaian kotor, itu tidak terlalu sulit, ia telah melihat sebuah mesin cuci tadi. Namun bukan hanya itu masalah yang ia hadapi. "Kamu bisa menjemur semua pakaian itu di dalam sana!" tunjuk Jacob ke luar jendela, pada sebuah gudang yang terletak tak jauh dari kandang kuda. 'Jadi aku harus membawa semua pakaian ini ke sana setelah aku mencucinya?' Ivy menelan ludah, memperhatikan butiran salju yang turun deras di luar jendela. Saat ini kemungkinan suhu di luar sana minus 11 derajat, dan ia harus berjalan ke gudang itu sambil membawa pakaian setengah kering? Ivy menghela nafas lelah. Baiklah, tebakannya salah, 'Jack jauh lebih buruk dari Bastian,' rutuknya dalam hati, setidaknya Bastian tidak akan memintanya berjalan di tengah kucuran hujan salju. Di dalam gudang, meski Jacob telah memberi Ivy sepatu booth karet untuk melewati jalan bersalju. Juga sarung tangan karet yang mengingatkan Ivy tentang bagaimana ia menipu Bastian. Namun, setibanya di dalam gudang. Hawa dingin itu telah hampir berhasil membekukan sekujur tubuh Ivy yang ramping. Membuat tubuhnya gemetar, dan Ivy terpaksa mendekap erat tubuhnya dengan kedua lengannya yang kecil hanya untuk menghangatkan dirinya sebelum ia melanjutkan pekerjaannya. Itu belum cukup! Sampai Ivy rasanya ingin berteriak, ketika Jacob kembali memerintahkannya bekerja di bawah terpaan salju. Membersihkan pekarangan rumah dari sisa-sisa pesta pernikahannya kemarin. Dengan tubuh gemetar, Ivy mengumpulkan puluhan botol bir yang telah kosong. Menempatkannya pada selembar kantong plastik hitam, lalu mengangkat beban berat itu dan meletakkannya ke sebuah tempat sampah dari besi yang terdapat di sebelah kanan rumah peternakan Jacob. Apa ini sudah berakhir? Belum! Hati Ivy menjerit histeris ketika pandangannya jatuh pada tumpukan piring-piring dan gelas-gelas kotor yang harus ia bersihkan dengan air yang sedingin kristal es. Membuat tangannya memerah setelah ia melepaskan sarung tangannya. Meringis menahan udara dingin yang menyesakkan, yang bahkan mampu membekukan air matanya. Dan si empunya rumah? Pria itu justru dengan santai duduk di beranda rumahnya. Mengenakan 3 lapis pakaian di tubuhnya sambil terus memperhatikan Ivy menyelesaikan pekerjaannya. 'Oh, Ivy. Pria ini sama brengseknya dengan Bastian! Sebaiknya tinggalkan saja dia, bukankah kau pernah melakukan hal ini sebelumnya?' Ivy menggertakkan giginya, menahan kesakitan agar tidak tampak di wajahnya. *** Siang hari, kala Ivy tengah sibuk membersihkan setiap sudut rumah. "Aku akan pergi, jangan menungguku karena aku akan pulang larut malam. Dan ... jangan pernah berpikir untuk melarikan diri, Ivy! Sebab aku bisa menemukanmu di mana saja," ancam Jacob, sembari menatap Ivy dengan tajam. Ivy hanya menghela nafas lalu mengangguk lemas. Yah, ia tahu ancaman itu. Itu ancaman yang pernah Bastian berikan padanya. Dan meski ia bisa menipu Bastian— Ivy tidak yakin ia bisa melakukan hal yang sama pada Jack. Please! Pria ini terlihat jauh lebih pintar ratusan kali dari Bastian. Buktinya dalam waktu beberapa jam saja, Jack bisa menemukan dirinya setelah taksi yang ia tumpangi menabrak seorang wanita. Baiklah, tidak seburuk itu. Ivy melepas kepergian Jacob di teras rumah. Dan keuntungannya, suaminya itu tidak memiliki seorang pengawal yang akan terus menjaganya di rumah ini. Jadi ... mungkin ia bisa beristirahat sejenak hingga Jack kembali. . . . "Di mana mereka?" Dengan langkahnya yang tegap, Jacob memasuki sebuah restoran bintang lima yang terdapat di pusat Kota New York. "Di dalam ruangan Vip, Tuan Jacob," sahut Allan, yang terus mengikuti langkah sang Bos. Tak lama, ia lalu menghampiri seorang pelayan. Bertanya tentang ruangan yang telah dipesan atas nama Hisashi Murakami. Pelayan itu kemudian mengantarkan Allan dan Jacob ke sebuah ruangan, di mana 2 orang pria telah menunggu Jacob di sana. Ketika Jacob dan Allan tiba, kedua pria itu langsung berdiri menyambut mereka, menyalami Jacob dan Allan dan mempersilakan mereka untuk duduk. "Mr. Hisashi, jadi apa yang ingin anda tawarkan padaku?" lontar Jacob datar, setelah ia menempatkan bokongnya dengan nyaman pada kursi yang terdapat di seberang lawan bicaranya. Pria paruh baya berkebangsaan Jepang di hadapan Jacob tidak langsung menjawab pertanyaannya itu, pria bernama Hisashi Murakami itu justru melirik seorang pria yang tengah duduk di sampingnya. Sang Asisten, yang menerjemahkan ucapan Jacob kepada dirinya. "Tuan, Mr. Davis bertanya, keuntungan apa yang akan Tuan tawarkan pada perusahaannya dalam kerjasama kita ini?" Hisashi Murakami manggut-manggut mendengarkan penjelasan dari sang Asisten. "Mr. Davis, saya tahu Davis Group berkembang sangat pesat dalam berbagai aspek. Mesin, tekhnologi, peralatan rumah tangga yang menggunakan design rumit. Dan karena perusahaan saya di Tokyo juga berkembang di dalam bidang ini, jadi ... Bagaimana jika saya mensuport anda? Kebetulan saya memiliki banyak ahli yang sangat mahir dalam bidang mesin dan juga tekhnologi." Jacob memperhatikan semua ucapan lawan bicaranya itu, dan karena ia mengerti 5 bahasa termasuk bahasa Jepang, maka tidak sulit baginya untuk tahu apa yang sedang dibicarakan oleh Hisashi Murakami padanya. "Bagaimana dengan keuntungannya?" tanyanya lagi. Asisten Hisashi kembali menerjemahkan ucapan Jacob itu pada Bosnya. "Untuk 3 bulan pertama, aku bersedia membagi keuntungan sebesar 70 persen dari total keuntungan yang kita dapatkan dari kerjasama ini, Mr. Davis. Tapi untuk bulan selanjutnya— sebaiknya hal itu kita bicarakan kembali," tukas Hisashi. Jacob berbisik sebentar pada Allan, bertukar pikiran pada Asisten kepercayaannya itu. Usai melakukan hal itu, ia kembali melemparkan pandangannya pada calon Rekan bisnisnya. "Baik, aku akan memikirkannya terlebih dahulu. 2 hari dari sekarang, aku akan segera memberikan jawaban yang memuaskan pada Anda, Mr. Hisashi," pungkasnya. Setelah Asistennya mengatakan keputusan Jacob, Hisashi Murakami langsung mengulurkan tangannya pada Jacob sambil mengucapkan terima kasih. Pertemuan itu pun dilanjutkan dengan makan bersama. Ketika Asisten Hisashi menemani Bosnya keluar ke kamar kecil, Jacob diam-diam berbisik pada Allan. "Cari informasi tentang Perusahaan milik pria itu, cari tahu apakah perusahaannya bersih atau pernah terlibat dalam masalah?!" titahnya. "Baik, Tuan Jacob," sahut Allan sambil menganggukkan kepalanya. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN