Sepuluh

1291 Kata
Monika hari ini bekerja dengan penuh semangat, saat ini dia tengah membereskan beberapa file yang berserakan di meja Dimas dan Naya. Dia harus semangat bekerja karena tak ada lagi uang pegangan yang bisa dia andalkan saat gaji bulanannya yang telah ia bagi habis sebelum waktunya. Uang itu telah ia serahkan untuk menyicil hutang pada Adam. Tetapi tidak masalah, saat ini dia sedikit lega karena Adam mau menerimanya. Bukan tanpa alasan dirinya berani melakukan itu, beberapa hari lalu ia mendapatkan pekerjaan sampingan di salah satu tempat makan kaki lima pinggir jalan langganannya, yang lumayan ramai. Kebetulan asisten Koki di tempat itu sedang libur panjang karena istrinya tengah sakit. Dan di sana Monika akan mendapatkan upah harian, yang tentu saja sangat-sangat membantu keuangannya. Tetapi resikonya mungkin dia tidak bisa lagi mengambil job menemani orang kantor lembur. Pekerjaan barunya menuntut dia untuk tiba di sana sebelum jam enam sore, itupun karena Monika mengatakan dia juga bekerja di kantor dan bisa mulai bekerja saat jam kantor telah usai dan membersihkan diri, beruntung pemilik tempat makan itu memakluminya karena melihat pekerjaan Monika yang cepat dan gesit saat beberapa waktu lalu sempat membantunya secara cuma-cuma saat mereka tengah kewalahan karena banyaknya pelanggan. "Lo kenapa Mon kelihatan bahagia bener?" tanya Dimas saat baru saja tiba dan hendak minta di buatkan kopi oleh Monika, tapi dirinya terganggu saat melihat senyum cerah di wajah wanita itu. Dengan menggunakan blouse pendek bermotif bunga-bunga kecil, rok span di bawah lutut. Juga rambut yang di kuncir ekor kuda, serta riasan sederhana di wajah wanita itu membuat penampilan Monika terlihat sempurna dari sudut manapun. Termasuk di mata lelaki muda seperti dirinya. Sayangnya jalan untuk memiliki wanita itu sudah di tutup oleh Adam selaku Bos juga kakak sepupunya. Pilihannya hanya satu, kalau Dimas hendak mendekati Monika dia harus hengkang dari perusahaan ini. Tetapi itu terlalu beresiko, kalau dia keluar dari kantor ini tetapi Monika menolaknya kan dia rugi dobel. Di mana lagi dia bisa mendapat pekerjaan semudah ini tanpa harus pusing mikirin beratus-ratus karyawan yang harus dia tanggung, kalau dia berhenti bekerja dari kantor Adam sudah pasti ayahnya akan tersenyum senang dan merongrong dirinya untuk segera menggantikan kedudukan sang ayah di kantor. Apalagi dia tidak yakin Adam semudah itu membiarkan Monika di miliki laki-laki lain. Memangnya dia percaya akan aturan tiba-tiba Adam yang tidak memperbolehkan karyawan satu lantai berpacaran. Radit sama Sita kelihatan dekat, tetapi Adam diam saja. Cih, dasar posesif, dumel otak Dimas kesal. "Mon!" "Iya Pak." "Pertanyaan gue belum lo jawab Mozarella. Kenapa lo kelihatan seneng dan semangat banget, lo punya pacar, dia nembak lo?" tanya Dimas gemas, dia akan menunggu di mana Adam menyatakan cinta pada Monika, dan di hari itu dia akan mengolok-olok kakak sepupunya itu habis-habisan. "Dia siapa Pak?" tanya Monika bingung. "Ya... siapa aja." "Nggak ada apa-apa kok Pak, saya lagi seneng aja kan habis gajian kemarin," jawab Monika. "Ah, lo gajian tiap bulan, tapi biasanya nggak gini. Gue nggak percaya," ucap Dimas tak percaya. "Bapak nggak perlu percaya sama ucapan saya kok, Bapak nggak suka lihat saya senang. Bapak sukanya lihat saya susah dan cemberut?" tanya Monika mulai kesal. Tetapi tak jauh dari sana justru ada seorang laki-laki yang tengah tersenyum melihat kemarahan Monika. "Lho...lho...lho, kok lo jadi marah si Mon, lo lagi PMS ya?" "Ma...maaf Pak, kelepasan," jawab Monika sambil menggigit bibirnya menyesal telah kurang sopan pada atasannya. "Gue maafin, tapi bisa nggak si kalau lagi berdua gini jangan panggil Pak dong Mon, panggil Mas atau nama aja nggak apa-apa. Usia kita cuma beda tiga tahun nggak jauh-jauh amat gap nya," ucap Dimas penuh harap. "Nggak bisa, lo harus profesional saat di kantor." Bukan Monika yang menjawabnya tetapi Kenan. "Lo nggak percaya Dim? Nih tanya sama bos besar yang ada di samping gue, cuma dia aja yang boleh di panggil Mas saat di kantor," Ucap Kenan penuh sindiran pada Adam, mengingat dulu awal-awal bekerja Monika memanggil Adam dengan sebutan Mas saat berada di kantor, tetapi Adam tidak pernah marah atau menegurnya, hingga secara sadar Monika lama-lama mengganti panggilannya. "Percaya saya Pak," jawab Dimas kesal. "Monika, buatkan saya kopi. Tapi bubuk kopinya tolong di kurangin setengah aja dari takaran biasanya. Tolong antar keruangan saya," perintah Adam pada Monika. "Baik, Pak." "Sekalian gue ya Mon, bikin kayak biasanya aja," sahut Kenan. "Gue juga Mon yang biasa, sama bikinin jahe s**u buat Mbak Naya sekalian biar lo nggak bolak-balik. Bentar lagi dia sampai kok." Dimas akhirnya mengutarakan pada Monika niat awalnya tadi. "Baik Pak, kalau begitu saya permisi dulu," ucap Monika undur diri. *** "Mon, lo nggak capek tiap hari kerja terus?" tanya Kenan saat Monika mengantar minuman keruangan Adam dan Kenan. "Capek Pak, tapi nanti pulang kan bisa istirahat," jawab Monika. "Bukan capek yang itu, lo kan nggak pernah libur Mon, ke HRD gih ajuin cuti, gue jamin bakal di acc kok," lanjut Kenan. "Tapi saya belum butuh Pak," jawab Monika. "Keluar Monika, nggak usah dengerin basa-basi nggak penting Kenan," usir Adam. "Mon temenin gue ke kalimantan, biaya liburan lo gue yang tanggung," sambar Kenan cepat sebelum Monika benar-benar keluar dari ruangan menuruti perintah Adam. Kali aja dia sedang beruntung dan tiba-tiba Monika menyetujui ajakannya. "Yang di tugasin ke sana Pak Kenan?" tanya Monika memastikan. "Apa kamu berharap saya yang pergi, Monika?" tanya Adam terdengar tak terima. Monika menggeleng cepat. Membuat Adam mengembangkan senyumnya diam-diam. "Kalau mau senyum ya senyum aja, nggak usah di umpetin," sindir Kenan. "Jadi gimana sayang mau ikut saya ke Kalimantan, kita bulan madu di sana," tanya Kenan dengan nada menggoda." "Gue putusin, lo di sana dua minggu Ken," ucap Adam sambil menyeret Monika keluar. "Monyet lo Dam." Umpat Kenan keras-keras. *** Jam sudah menunjukan pukul lima sore, Monika buru-buru keluar dari kantor. Bahkan dia hanya pulang ke tempat kostnya hanya untuk berganti pakaian dan mandi tidak sempat makan terlebih dahulu. Sudah satu minggu dirinya bekerja sampingan di tempat makan itu. Bahkan dirinya sudah mulai bisa memasak beberapa menu yang tidak terlalu sulit. Monika terpaksa menolak ajakan Dimas untuk membantunya lembur, karena sudah berjanji akan datang ke warung makan itu lebih siang. Tanpa Monika tahu apa yang sedang terjadi di kantor. "Saya kan sudah bilang, hari ini kumpul semua ada hal mendesak yang harus kita selesaikan hari ini juga," ucap Adam murka karena tak menemukan Monika di kantor kala sore hari, bukan hari ini saja, tetapi Adam baru menyadari sejak dua hari lalu bahwa Monika tak lagi mengambil lemburan. "Maaf Pak, tapi Monika bilang tadi dia benar-benar tidak bisa mengikuti lembur, mungkin ada hal lain yang lebih mendesak daripada urusan kantor," jawab Dimas tak takut sama sekali, dia justru sangat menikmatinya. "Ken.... lo yang pimpin meeting dadakan ini," ucap Adam sambil menekan emosinya dan juga mengendalikan pikirannya. "Gue tetap disini, bukan nggak mengikuti meeting, tapi lagi nggak bisa pimpin meeting dalam kondisi emosi gini," jawab Adam sambil melangkah memasuki ruang meeting berdampingan dengan Kenan dan di ikuti beberapa orang lainnya. *** Pagi hari ini kepala Monika terasa sangat sakit dan begitu berat. Inginnya hari ini dia tidak perlu masuk kantor, tetapi membolos bukanlah gayanya. Setelah meminum paracetamol Monika memutuskan mandi dan berganti pakaian, kemudian berangkat kekantor dengan berjalan kaki seperti biasa. Di kantor dia bekerja seperti biasa, tidak terlalu lelah karena dua Bos besarnya tidak masuk kantor hari ini. Karena sakit kepalanya Monika tidak menyadari bahwa teman-temannya menjadi pendiam padanya, karena masalah semalam. Kecuali Mbak Naya. "Mon, lo sakit?" tanya Naya yang melihat Monika terlihat lesu. "Sedikit pusing aja Mbak," jawab Monika jujur karena kepalanya sudah tidak terlalu sakit setelah minum obat tadi. Naya menjadi kasihan pada Monika, Adam semalam marah-marah karena Monika pulang cepat, padahal kemungkinan karena gadis itu tengah kurang enak badan. "Kamu pulang aja istirahat, nanti biar saya yang minta izin sama Pak Adam," ucap Naya kasihan melihat Monika. "Makasih, Mbak." Akhirnya Monika memutuskan pulang ketempat kostnya. Merebahkan diri hingga tertidur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN