Chapter 19 - Rumah Baru Merlin

3300 Kata
Chapter 19 - Rumah Baru Merlin Rumah megah dan luas tampak gagah. Bagunan sederhana dengan ornamen yang sempurna, membuat keindahan rumah menjadi sangat memukau. Rumah ini baru saja selesai di renovasi. Sebetulnya bagunanya masih sangat bagus. Tinggal mengubah beberapa tempat saja. Misal ganti cat atau menambah hiasan dinding saja. Setelah dua minggu di renovasi. Akhirnya rumah ini bisa di jadikan tempat tinggal yang nyaman, untuk penghuni barunya. Merlin berjalan memasuki rumah itu bersama Laras dan Meyllia. Rumah barunya yang akan ia pijak. Merlin tersenyum senang. Akhirnya dari usahanya sebagai artis. Merlin bisa menabung untuk beli rumah. Memang rumah yang sudah jadi sih. Tapi tidak apa-apa. Harga renovasinya juga sama seperti beli rumah, ngebangun dari nol. Tapi yang ini lebih cepat. Hanya ada beberapa bagian aja yang di ubah. Hari ini Merlin, Meylia dan Laras. Sudah bisa tinggal di rumah barunya. Tidak harus tinggal di rusun kumuhnya yang sumpek. Merlin berhasil menaikan derajat keluarganya. Merlin sangat senang sekali. Karena jerih payahnya. Bisa ia tabung untuk membeli rumah. Agar mereka tidak terus ngontrak di rusun itu. Laras dari pas Merlin jadi artis, selalu ngeluh soal rumahnya. Maka Merlin sepakat agar menabungkan uangnya. Untuk membeli rumah jadi di sebuah komplek. Agar bisa langsung di tempati. Soalnya kalau bangun dari nol. Biasanya butuh waktu yang cukup lama. Jadi biarkan saja beli rumah jadi. Tinggal di renovasi bagian yang tidak suka. Karena mereka ingin cepat-cepat pindah dari rusun kumuh itu. Rezeki mengalir saat film Lexi sukses. Banyak jumpa fans dan meet and greet. Yang Merlin datangi. Semua itu membuat Merlin semakin dekat denga fansnya. Ia sangat senang. Karena jerih payahnya membuahkan hasil. Fansnya Merlin puas dengan film pertamanya Merlin bersama Fabio. Setelah film Lexi sukses. Merlin mulai di banjiri job. Baik iklan, ftv maupun film. Sampai endors pun mulai banyak menawarkan Merlin untuk menjadi modelnya. Semua itu terbilang sangat cepat, karena Merlin baru sebulan terjun di dunia entertainment bersama Fabio. Jerih payah sebelum Fabio datang. Itu tidak menghasilkan apa. Masih jalan di tempat di situ saja. Merlin cuma bisa mendapatkan peran figuran saja. Semenjak Fabio sering melatih Merlin. Kualitas acting Merlin semakin lama semakin membaik. Bahkan menjadi lebih bagus dari sebelumnya. Dengan sangat telaten Fabio mengajari Merlin. Meski kadang Merlin juga sulit di ajarkan. Tapi Fabio tidak pantang menyerah. Merlin memang senang. Tapi disatu sisi ia masih bertanya tentang Fabio. Sudah seminggu ini tidak ada kabar dari Fabio. Ponsel Niyya pun selalu sibuk, jika dihubungi. Merlin khawatir dengan kondisi Fabio. Apa benar Fabio kena Hemofilia? Hemofilia adalah gangguan sistem pembekuan darah, seseorang dengan penyakit hemofilia ini, ketika mengalami luka, darah akan terus keluar, hal ini terjadi karena darah yang seharusnya membeku tidak jadi membeku atau bisa membeku. Namun dalam waktu yang lebih lama dibanding normal. Hal ini akibatkan, karena fibrinogennya sulit saling mengikat dan saling bersatu. Penderita penyakit ini, jika terluka harus segera dilarikan ke rumah sakit. Biasa saja pendarahannya tidak berhenti dan menyebabkan penderita banyak kehilangan darah. Merlin mencari tahu tentang penyakit itu selama beberapa hari. Jika ya, Fabio terkena penyakit itu. Merlin merasa sedih. Fabio mungkin sedang terpukul sekarang. Sayangnya Merlin tidak bisa menghiburnya kala Fabio dilanda kesedihan. Ingin sekali Merlin terbang ke Amerika sekarang juga. Tapi apa boleh buat. Ia sudah di kontrak oleh beberapa PH dan iklan. Semua itu tidak bisa Merlin tinggalkan. Itu akan mengecewakan mereka. Belum lagi mereka akan rugi. Maka Merlin memilih untuk tetap di Indonesia. Menanti kepastian dari Fabio. Semoga saja. Fabio akan terus baik-baik saja. "Hari ini kamu ada shooting jam dua, kita harus pergi sekarang!" ujar Laras membuyarkan lamunan Merlin. "Kamu kenapa sih Mer?" "Engga apa-apa kok," singkatnya. "Kak aku kamarnya diatas yah depan kamar kakak aja," ujar Meyllia. "Atur-atur aja sih, aku ngikut aja. Diataskan ada tiga kamar. Pilih aja yang kamu suka." setelah berbincang dengan adiknya, Merlin pergi bersama Laras ke lokasi shooting. Sepanjang perjalanan. Merlin masih kepikiran sama Fabio. Pertanyaan terakhir Fabio harusnya Merlin bilang iya saja. Begonya malah bilang Fabio suruh sabar. Kalau benar Fabio sakit, berarti dia sangat butuh sekali dukungan dari Merlin. Ini Merlin malah menghancurkan harapannya. "Kamu kenapa sih Mer? Ibu liat dari kemaren-kemaren kamu ngelamun terus. Ngelamunin siapa? Fabio? Atau jangan-jangan mikirin Leon lagi?" terka Laras. Memang sejak terakhir Fabio telepon waktu itu. Sudah seminggu sejak kejadian itu. Merlin sering melamun. Ia sangat takut kalau hal yang ia dengar dari video call Fabio. Itu semua benar. Jika ya, apa yang harus Merlin lakukan? Apakah Merlin akan menerima cintanya, seperti waktu itu dalam mimpinya. Gimana kalau Leon benar-benar datang seperti dalam mimpinya. Bodoh rasanya, kenapa di saat rasa cinta ke Fabio mulai tumbuh. Justru Leon datang menguak luka lamanya. Merlin menghela nafas beratnya, "Aku engga apa-apa kok mah," kilah Merlin. "Kamu pikir ibu bisa kamu bohongin? Mer, kamu bisa pura-pura senyum di depan semua orang. Tapi ibu ini, ibu kamu. Ada apa sebenarnya? " Laras mulai mengorek-ngorek, apa sih yang terjadi anak gadisnya ini. Biasanya juga Merlin galak. Banyak omong. Tiba-tiba, minggu-minggu ini diam. Kan jadi aneh rasanya. Merlin tidak mungkin cerita ke Laras soal Fabio. Karena memang kabarnya juga belum tentu benar atau tidaknya. "Merlin engga apa-apa kok bu. Kalao soal Leon. Merlin mana tau dia tiba-tiba muncul lagi. Dari dulu dia memang misterius. Ibu tau sendiri kan. Semalam aja aku mau minta nomor hapenya, engga di kasih kan?" bantah Merlin. "Udah tau misterius. Masih aja kamu kejar. Kalau kata ibu yah, mendingan kamu sama Fabio aja. Sudah pasti masa depan cerah. Kalian sama-sama artis. Jadi bisa. Mengerti satu sama lain," saran Laras. "Ibu, udah ah. Merlin lagi engga mau bahas itu dulu. Mending Merlin hafalin dialog dulu buat shooting sekarang," Merlin langsung memgabil sebundel naskah. Dan mulai menghafalan dialog demi dialog, yang terderetan rapih dalam betuk tulisan di dalam naskah itu. Sementara pikiran Laras melambung tinggi. Laras kembali terpikirkan kebersamaan bersama bapaknya Merlin. Sebelum menikah keduanya sangat mesra sekali. Meski bapaknya Merlin kerjanya serabutan. Tapi ia selau baik pada Laras. Tidak pernah satu kalipun, bapaknya Merlin memukul Laras saat itu. Mungkin saat itu bapaknya Merlin masih di mabuk cintanya Laras. Setelah menikahpun mereka masih saling bahu membahu untuk kehidupanya. Laras mulai kerja di pabrik dan bapaknya Merlin muai bekerja jadi buruh bangunan kasar. Tak lama setelah mereka menikah. Laras hamil Merlin. Dan di situlah pertikaian antara Laras dan bapaknya Merlin di mulai. Mereka mulai bertengkar masalah ekonomi. Karena Laras yang terus meminta di antar ke bidan terus untuk memeriksakan kehamilannya. Wajar saja bagi ibu hamil. Memang harus di cek tiap sebulan sekali. Untuk memantau semua perkembangan si janin. Dari itu bapaknya Merlin mulai malas malasan untuk pergi kerja. Dia lebih sering di rumah. Lama-lama dia betah jadi pengangguran. Sampai. Bapaknya Merlin selalu mabuk-mabukan. Bapaknya Merlin selalu meminta uang pada Laras. Kalau tidak di kasih. Bapaknya Merlin akan memukuli Laras. Laras yang tidak mau terjadi apa-apa lada Merlin saat itu. Karena Merlin masih di dalam kandungan. Yang lebih parah lagi ketika Laras kembali hamil Meylia. Kebutuhan ekonominya semakin di uji. Bapaknya Merlin makin sering menyiksa Laras. Tapi ia tetap mempertahankan rumah tangganya. "Mer, kenapa ibu engga dari dulu aja yah. Cerai dari bapak kamu. Mungkin ibu, Meylia dan kamu. Engga akan tersakiti. Kamu juga bisa lebih fokus jadi artis. Engga usah mikirin ibu dan Meylia yang sering kena pukul bapak. Ibu malah di butakan cintanya bapak kamu. Ibu sungguh sangat menyesal. Udah jelas kok bapak udah engga cinta sama ibu. Ibu malah bertahan terus," cerita Laras akhirnya. Sebelumnya Laras jarang curhat sama Merlin. Tapi hari ini, di mobil. Menuju perjalan ke lokasi shooting film Janji Palsu. Laras malah curhat panjang lebar. "Bu, itu semua udah terlanjur terjadi. Jadi ibu engga usah ngungkit-ungkit lagi itu. Yang ada malah nanti ibu pengen balikan lagi sama bapa," sindir Merlin. Ia tau betul, kalau Laras memang sangat mencintai bapaknya. Jadi bisa saja bukan, kalau tiba-tiba ibunya ingin kembali ke bapaknya. "Engga, Mer. Engga. Cukup! Karena bapak udah nyakitin ibu terus. Dia itu hobinya mintain uang sama ibu. Mabuk-mabukan. Sama suka nyiksa ibu dan Meylia. Ibu engga akan sudi kembali sama bapak. Kamu tau sendiri kan. Ibu sudah bercerai sama bapak," ucap Laras. Ada kebohongan di mata Laras. Ia bisa mengatakan itu di depan Merlin. Tapi sesungguhnya di dalam hatinya. Laras masih menyimpan nama bapaknya Merlin. "Yakin bu?" tanya Merlin sedikit menguji ibunya. Ia juga ingin tau respon dari ibunya. Apa yang akan Laras katakam, kalau Merlin bertanya seperti itu. "Iya, Mer. Ibu udaj cukup punya kalian berdua. Apalagi sekarang kamu udah jadi artis. Sesuai dengan keinginan kamu bukan? Fabio itu memang keren. Bisa membuat pengaruh besar sama kamu. Padahal dulunya kamu cuma artis figuran. Eh sekarang udah jadi bintang besar," ini Laras muji apa nyindir sih? Engga tau apa, kalau Merlin paling tidak suka membicarakan hal itu. Seakan dia menjadi bayangan Fabio. Karena itu semua berkat Fabio. ****** Senja di sore hari menutup perjalanan di hari ini. Siang mulai berganti dengan malam malam hari. Gadis cantik itu masih betah memandangi pantai sedari tadi. Ia sangat menikmati setiap deburan ombak yang menghantam karang. Pasir putih yang menjadi alas kakinya. Ia biarkan kakinya menyentuh pasir itu. "Aura," panggil Vito. Aura yang sedari tadi asik menikmati senjanya. Menoleh ke arah suara. "Ngapain kamu di sini? Bukannya kamu sudah punya istri dan anak? Ngapain kamu masih ngejar aku juga?" tanya Aura ketus. Ia sudah tidak mau berurusan dengan Vito lagi. "Percayalah Aura. Cinta aku cuma buat kamu. Aku menikah sama istri aku yang sekarang. Karena permintaan orang tuaku. Dua anak itu bukan anak kandung ku. Anak-anak itu adalah hasil dari suaminya sebelumnya. Aku akan menceraikan mereka demi kamu Aura. Maka kembalilah pada aku. Maafkan aku karena aku belum bisa cerita sama kamu soal ini. Aku takut kamu marah, dan benar saja kamu marah bukan?" ucap Vito terus mencari alibi untuk mengelabui Aura. Aura tidak sebodoh itu. Sekali berbohong, maka akan ada kebohongan lain untuk menutupi kebohongannya. Aura sudah tidak percaya pada janji palsunya Vito. Ia lebih baik pergi karena tersakiti. Dari pada bertahan tapi hancur. "Basi Vit, apapun yang kamu ucapin. Aku udah engga percaya. Sekalinya kepercayaan itu di khianati. Maka sulit untuk mendapatkan kepercayaan itu lagi," ucap Aura mantap. Ia sudah tidak mau terlibat janji palsunya Vito lagi. Masih banyak di luar sana yang mau menerima Aura jadi kekasihnya. Kali ini Aura harus lebih selektif lagi dalam mencari pasangan. Aura akan pergi meninggalkan Vito di pantai. Vito berlari mengikuti Aura. Vito langsung memeluk Aura dari belakang. Aura berusaha melepaskan pelukan Vito yang sangat erat. "Maafkan aku Aura. Maafkan aku," Vito masih saja terus meminta maaf pada Aura. "Lepasin aku Vito. Lepasin! Kamu udah nyakitin aku. Lepasin Vito!" betak Aura. Tak lama Vito mulai melepaskan pelukannya. Aura membaikan badannya. Dan.. Plak! Satu tamparan lagi Vito dapatkan dari Aura. "Camkan sekali lagi Vito. Aku sudah tidak mau bertemu dengan kamu lagi!"setelah itu Aura benar-benar pergi dari pantai. "CUT! Kerja bagus Merlin, Reino!" puji pak Bowo. "Ya sudah lima menit lagi kita lanjut take selanjutnya," perintah pak Bowo sang sutradara. "Elo sengaja yah nampar gue keras-keras?" tanya Reino yang masih memegangi pipinya yang di tampar Merlin. Saat tadi Merlin menjadi Aura. Dan Reino sebagai Vito. "Oh sakit ya. Emang pantes kok lo dapetin itu!" tandas Merlin. Reino yang mendengar itu langsung pergi karena dongkol. Merlin terlihat sangat berani sekali melawan Reino. Bagaimana kalau nantinya Reino balas dendam padanya? Apakah Merlin bisa mengatasinya? Merlin tidak perduli. Harga dirinya sudah di hina habis-habisan oleh Reino. Tentu tidak akan mudah ia bisa memaafkan Reino. "Mer, setelah film janji palsu ini. Kamu di tawarin main di PH Happy Home lagi. Lawan mainnya Fabio lagi. Judulnya Seleb Dadakan. Ini kamu bisa baca dulu sinopsisnya," Laras memberikan beberapa kertas pada Merlin. Merlin langsung melihatnya. Ceritanya unik juga. Ceritanya hampir sama dengan kehidupanya sekarang. Merlin bisa menjadi seleb karena Fabio. "Nanti deh aku pikirn dulu. Lagian Fabionya juga lagi di Amerika kan? Nanti aja bicarain lagi setelah Fabio pulang ke Indonesia," ucap Merlin ketus. Pasalnya sampai detik inu Fabio masih juga belum mengubunginya. Apakah Fabio mau ikutan misterius seperti Leon? "Ya sudah. Ibu pening saja dulu yang ini. Kamu ke ruang kostum dulu sana. Ganti baju buat scen berikutnya," pinta Laras. Merlin sudah malas sekali shooting film janji palsu ini. Soalnya setiap take dengan Reino. Reino selalu mencari masalah. Kadang juga suka ngadu sama pak Bowo. Tapi Merlin tak perduli. Merlin ingin sekali semua ini segera berakhir. Merlin tidak mau lagi menjadi lawan main si Reino yang tukang nyogok dan engga punya perasaan. Merlin akan lebih memilih lawan main berikutnya. Ini semua demi karirnya. Bukan demi mencari sensasi demi ketenaran. ******** Kamar ruang rawat terdengar sangat sunyi. Keheningan menemani sejak pagi hari. Leon masih menatap ke luar jendela yang berada disamping ruang rawatnya. "Udah jangan dipikirin. Kalo jodoh engga akan kemana kok," ucap Dewanti mencoba menghibur Leon. "Kak, please gue lagi engga mau bercanda. Oh iya kak, jam segini kenapa dokter belum kunjungan ke kamar ini?" tanya Leon heran. "Ya udah kakak ke ruangan dokter Hilman dulu yah." Dewanti segera bergegas ke raung dokter Hilman. Belum sampainya disana. Dewanti berpapasan dengan dokter Hilman. "Dok, hari ini engga ada jawal perkisa buat adik saya?" "Itu dia yang saya mau bicarakan. Kebetulan hari ini saya di pindahkan tugas ke Surabaya. Nanti sore saya mulai meninggalkan Jakarta. Untuk pasien Leon, saya rasa sudah tidak ada harapan lagi. Mau sampai kapan ia bertahan dengan mesin itu? Kalau anda memang bersih kukuh dengan pendirian anda. Saya akan menyerahkan Leon kepada dokter baru. Ia sedang meneliti tentang penyakit Leon," jelas doketer Hilman. "Jadi dokter mau menelantarkan adik saya? Adik saya sekarat dok, apa jadinya kalo dokter serahkan sama dokter baru itu. Dokter mau jadikan adik saya, sabagai kelinci percobaan buat dokter baru itu? Saya bisa tuntut anda, kalo anda macam-macam!" tandas Dewanti dengan nada tinggi. "Maaf saya buru-buru!" dokter itu malah pergi tanpa menjawab amarah dari Dewanti. "Eh Dokter, dokter!" teriak Dewanti. Namun dokter semakin mempercepat langkahnya. Dewanti pasrah, memang sudah banyak dokter menyerah dengan konsisi Leon. Haruskah ia menyetujui idea gila dokter itu? Mencabut mesin yang terhubung ke jantung Leon. Itu sama saja membunuh Leon secara perlahan. Dewanti menggubris pikiran itu. Kemudian ia masuk ke ruang rawat Leon. Leon tersenyum pada Dewanti, "Engga apa-apa kak, mungkin dokter yang baru itu akan lebih baik," "Kamu denger semuanya?" Leon mengangguk, "Suara kakak melengking loh! Udah kak, yang penting masih ada yang mau nanganin aku. Meskipun nantinya mungkin akan berakhir dengan kematian," "Sttt.. Kamu jangan bilang kaya gitu. Kamu terus semangat yah!" Dewanti memeluk adik angkat kesayangannya. Ia mengecup kening adiknya dengan penuh kasih sayang. Tiba-tiba saja pintu kamar rawat Leon terbuka. Wanita setengah baya itu langsung memeluk Leon. "Leon. Are you ok?" tanya Elizhabeth saat masuk kamar Leon dan langsung memeluk anak semata wayangnya. "I am ok, Mom. Mama udah nyampe Indonesia aja. Kapan sampai? Katanya mau kabarin. Kalau udah ada di bandara," tanya Leon pada ibunya. "Tadi udah di jemput supir kok. Ibu sama ayah sengaja engga bilang sama kalian. Biar kejutan," ucap Elizhabeth dengan nada yang di buat senang. Mana bisa senang melihat anaknya masih di rawat seperti ini? Dengan jantung yang masih terhubung dengan sebuah mesin. Hanya alat dan mesin itu yang menjadi penopang hidup anaknya sekarang. Elizhabeth merasa gagal menjadi seorang ibu. Karena ia gagal melahirkan anak yang sehat dan sempurna. "Oh gitu. Pantesan aja supir engga ada di rumah. Aku telepon bibik katanya pak supir lagi keluar. Ternyata jemput ayah sama ibu," ujar Dewanti. "Gimana kalian terkejut ga ayah sama ibu datang?" tanya Elizhabeth yang di buat buat. "Aku terkejut kok, bu. Harusnya ayah dah ibu engga usah sampai kesini. Kalian di sana juga pasti sibuk. Leon cuma kambuh biasa aja kok. Kak Dewan aja yang lebay dan nyebelin," terang Leon. Ia benar-benar tidak mau mengamggu kerjaan ayah dan ibunya di Jepang. "Ayah sama ibu sudah memutuskan untuk tinggal lagi di Indonesia kok," ucap Himoto. "Serius ayah?" tanya Dewanti. "Kalau ayah sama ibu pindah ke sini. Gimana bisnis ayah sama ibu di Jepang?" tanya Leon. "Ada Irigami yang mengambil alih. Om kamu, dia sudah bisa di lepas sama ayah kok. Jadi ayah cuma nanganin bisnis di Indonesia. Ibu juga bisa pantau kamu bareng Dewanti, kakak kamu. Makanya kamu cepet sehat yah sayang," jelas Himoto. Leon sedikit bernafas lega. Karena bukan dia alasan mereka untuk pindah dari Jepang. Memang sebetulnya tidak di pungkiri juga, kalau Leon adalah alasan terbesar mereka. "Bu, bisa bicara sebentar?" tanya Dewanti. "Bicara saja nak." "Aku mau bicara berdua sama ibu," pinta Dewanti. Mungkin memang ada sesuatu yang harus Dewanti bicarakan hanya berdua dengan Elizhabeth. "Ayo!" ajak Elizhabeth. "Kak awas lo yah, kalo ngomong macem-macem sama ibu," teriak Leon mengancam Dewanti. Tanpa menggurbris ancaman Leon, Dewanti dan Elizhabeth pergi menjauh dari ruangan Leon. "Ada apa nak?" tanya Elizhabert. "Bu, Leon bu," ucap Dewanti dengan mata yang berkaca-kaca. "Ada apa sayang? Leon kenapa?" Melihat ekspresi Dewanti, Elizhabeth jadi khawatir pada Leon. Apa yang sebenarnya terjadi pada Leon? "Ini udah yang kesekian kalinya dokter yang menangani Leon menyerah bu. Tadi dokter Hilman meneyerah. Dan katanya akan menyerakan Leon pada dokter baru. Beliau sedang penelitian. Mana mungkin Dewanti mengizinkan Leon jadi bahan percobaan," cerita Dewanti pada Elizhabeth. Wajah Elizhabeth tampak sedih. Sebetulnya Dewanti tidak mau menceritakan hal ini pada Elizhabeth. Tapi mau bagaimana lagi. Dewanti tidak mungkin menyimpannya sendiri. Elizhabeth sebagai ibu kandungnya Leon harus tau, kondisi anaknya sekarang. Agar bisa memberikan keputusan. Harus bagaimanakah sekarang? "Ya sudah engga apa-apa, Dew. Kita coba saja dulu sama dokter rekomendasi dokter Hilman. Meskipun baru, semoga saja Leon cocok dengan dokter itu," Elizhabeth memutuskan dengan cepat. Tanpa berdiskusi dulu dengan Dewanti, Himoto dan Leon. "Tapi bu, itu kan dokter baru. Dokter itu sedang melakukan penelitian. Mana mau Dewan ngasih Leon sebagai bahan penelitiannya," jelas Dewanti. "Stttt sayang. Engga boleh gitu ah. Semua dokter sama saja. Memang terdengarnya memang seseram itu. Tapi kita juga harus kasih kesempatan untuk dokter baru. Untuk menangani khasus seperti Leon. Kalau bukan kita yang kasih kesempatan. Siapa lagi? Sebelumnya juga kan dokter yang sudah ahli. Bahkangelar profesor. Mereka malah menyerah. Jadi biar kan dokter itu ambil alih yah sayang. Biar ayah sama Leon, ibu yang bilang," pinta Elizhabeth. "Baiklah kalo gitu. Terserah ibu saja," akhirnya Dewanti pasrah pada keputusan yang di ambil Elizhabeth. Mereka semua berharap. Semoga Leon akan semakin membaik. Sementara di ruang rawat Leon. Himoto dan Leon sedang berbincang. "Ayah beneran engga keberatan pindah lagi ke Indonesia?" tanya Leon. "Tentu tidak sayang. Ini sudah menjadi keputusan kami berdua. Mana mungkin kami bisa jauh dari anak-anak kami. Harta masih bisa di cari. Tapi anak, tidak akan ada yang lebih baik dari kalian semua," ucapan Himoto menghangatkan hati Leon. Leon jadi merasa sangat bahagia. Leon sangat berterimakasih karena telah terlahir dari rahim Elizhabeth. Karena keluarga ini mau menerima Leon apa adanya. "Syukurlah. Leon hanya tidak ingin. Gara-gara Leon. Kalian malah merelakan semuanya. Maaf karena Leon terus merepotkan kalian. Leon belum bisa membantu kalian. Bahkan Leon hanya bisa terbaling lemah di sini. Belum bisa menjadi kebanggan bagi ayah dan ibu," sesal Leon. "Leon. Kamu adalah darah daging kami. Ketika kamu lahir ke dunia ini. Itu semua sudah menjadi kebanggaan bagi kami. Justru kami yang minta maaf, karena kami belum bisa meringkankan sakit yang ada di dalam tubuh kamu," Himoto terlihat sangat merasa bersalah. "Maaf," ucap Himoto lagi. "Tidak ayah ini bukan salah ayah. Ayah dan ibu sudah memberikan yang terbaik untuk Leon. Leon senang sekali karena ayah dan ibu lebih mementingkan Leon di banding kerjaan ayah sama ibu," buru-buru Leon meralat ucapannya sebelum semuanya kacau. "Kami akan selalu menomor satu kan kalian anak-anakku," ujar Elizhabeth ketika kembali masuk ke ruangan rawat Leon. "Udah bu, bicara sama Dewantinya?" tanya Himoto. "Udah, Yah." "Kakak engga ngomong macem-macem kan?" tanya Leon. "Engga semacem kok. Tapi banyak macamnya," celetuk Dewanti. "Hahahhahaha," mereka malah tertawa mendengar gurauan dari Dewanti. Sementara Leon hanya cemberut di buatnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN