Chapter 3

3169 Kata
Hime berjalan mengikuti kedua orang tuanya dari belakang dengan gugup. Tidak salah lagi, pemuda berjas hitam yang sedang duduk di antara dua orang paruh baya itu adalah Suzukawa Tomoe. Pemuda terpopuler di sekolahnya, dan baru saja menjadi temannya selama beberapa hari. Saat ini, pemuda itu ada di hadapannya. "Suzukawa..." Ia langsung membulatkan mata sempurna, karena ternyata Tomoe adalah anak dari pemilik rumah sakit terbesar yang ternyata ayahnya adalah sahabat ayah Hime. Keluarga Suzukawa langsung berdiri lalu tersenyum hangat menyambut kedatangan keluarga Shirayuki. "Selamat datang, Saiso dan Mia. Silakan duduk," ucap Toki senang. "Jadi ini putrimu yang bernama Shirayuki Hime?" tanya Zika lembut. "Salam kenal, saya Shirayuki Hime," sapa Hime sopan sambil membungkukkan badan dengan anggun. "Kau sangat manis, benarkan Tomo?" tanya Zika lembut. "Benar," ucap Tomoe sambil tersenyum kecil. Setelah itu mereka duduk di tempat masing-masing. Kedua orang tua Tomoe dan Hime berbincang dengan senang. Sedangkan Tomoe hanya diam menikmati makanannya, dan Hime dengan gugupnya juga ikut menikmati makanannya. Meskipun tidak merasakan rasa makanannya, karena rasa gugup duduk berseberangan dengan Tomoe. Ia lirik Tomoe yang terlihat sangat menikmati makanannya tanpa menunjukkan ekspresinya. Kalau di pikir-pikir Tomoe memang sangat tampan, dia juga baik meskipun terlihat dingin batin Hime. "Kenapa kau terlihat gugup begitu?" tanya Tomoe dengan suara pelan agar tidak terdengar orang-orang di sekeliking mereka. Hime yang mendengar itu terlihat sangat terkejut, karena hanya dia yang duduk di samping Tomoe Sepertinya Tomoe sedang berbicara kepadanya. "Ehm ... aku belum mengucapkan terima kasih kepadamu, mengenai kejadian tadi di sekolah," jawab Hime dengan suara yang juga di pelankan. "Kau tidak perlu berterima kasih," ucap Tomoe lalu memasukkan potongan steak ke mulutnya dengan ekspresi yang tenang. "Uhum ... Baiklah kita mulai saja inti dari pertemuan ini," ucap Toki membuat yang lain menghentikan aktivitasnya dan menatap Toki. "Jadi begini, kami para orang tua telah setuju untuk menjodohkan kalian, bagaimana menurut kalian?" tanya Toki to the poin. Hah ... ayah sungguh to the poin sekali batin Tomoe. "Aku terserah saja," ucap Tomoe pasrah. "Bagaimana denganmu, Hime?" tanya Toki dengan tatapan penuh harapan. "Em ... Apa saya boleh memikirkan ini dulu? Ini terlalu mendadak bagi saya," jawab Hime dengan suara yang bergetar. "Hmm ... Benar juga, ini memang mendadak. Baiklah, akan kami beri waktu satu minggu untukmu berpikir, bagaimana?" ucap Saiso sambil menepuk bahu Hime lembut. "Baik, ayah," ucap Hime sambil tersenyum senang. "Baiklah, sudah di putuskan, kita akan menunggu keputusan dari Hime," ucap Toki semangat. Membuat yang lainnya tertawa senang. Tanpa mereka sadari, Tomoe menatap Hime dengan dingin. Hingga ia merasakan ada yang bergetar di sakunya. Ia ambil phonsel yang bergetar di sakunya lalu menatap nama yang tertulis di sana. "Ada apa Tomo?" tanya Zika heran melihat anaknya yang menatap phonselnya terus menerus. Membuat yang lainnya juga ikut menatapnya. "Saya permisi mau mengangkat telepon," ucap Tomoe sambil tersenyum kecil lalu berdiri dan berjalam menjauh. "Sepertinya dia sangat sibuk?" tanya Saiso yang masih menatap Tomoe yang sedang berbicara dengan seseorang. "Memangnya Tomoe sudah bekerja?" tanya Mia lembut. "Tidak tidak, kalian kan tahu kalau Tomo masih sekolah, dia baru saja masuk di Hisanaki Academy," Jelas Zika sambil tersenyum hangat. "Hisanaki Academy? Hime juga baru saja bersekolah di sana," ucap Mia terkejut. "Wah, benarkah! Hime, apa kau tidak mengenali Tomo? Aku dengar dia sangat populer di sekolah," tanya Zika terkejut. "Suzukawa dan temannya yang bernama Yamamoto Akira adalah teman pertama saya di sekolah,," jawab Hime sedikit malu. "Wah betapa mengejutkan, ternyata kau sudah mengenal Tomoe sebelum kami mempertemukan kalian," ucap Toki senang. "Tunggu, jadi kau juga sudah mengenal Akira?" tanya Zika. "Benar," jawab Hime singkat. "Yamamoto Akira?" tanya Saiso berusaha mengingat. "Dia anak satu-satunya dari pemilik perusahaan ACE, apa kau lupa?" jelas Toki. Saiso hanya mengangguk-anggukan kepala paham. Tidak lama Tomoe kembali ke mejanya. "Ayah, Ibu. Tuan dan nyonya Shirakuyi, maaf saya harus segera pergi, saya ada urusan mendadak," ucap Tomoe. "Kau mau kemana, Tomo?" tanya Zika lembut. "Ada seseorang yang meninggalkan pekerjaannya dan membuatku harus mengurusnya," jawab Tomoe dingin sambil melirik sang ayah yang pura-pura memainkan makanannya. "Hah ... Saya permisi," ucap Tomoe lalu membungkukkan badan sebentar. Setelah itu, mengambil jaketnya dan membungkukkan badan kembali. "Tunggu, Tomo," ucap Zika yang membuat Tomoe menghentikan langkahnya. Pemuda itu menatap sang Ibu kesayangan. "Antarkan Hime pulang, kami para orang tua masih ada sesuatu yang ingin di bahas," perintah Zika lalu mengedipkan mata sekali kepada orang tua Hime, dan mereka langsung paham. Sebenarnya Tomoe mengerti maksud Ibu tersayangnya ini. Namun ia tidak mau ambil pusing dengan berdebat melawan Ibunya. "Baiklah, ayo Shirayuki," ajak Tomoe pasrah. "Eh ... Ba-baik." Hime langsung berdiri dan mengambil tas tangannya lalu membungkukkan badan, dan berjalan bersama Tomoe meninggalkan kedua orang tua mereka. *** "Akira kau mau kemana?" tanya seorang wanita paruh baya berambut hitam panjang dengan lembut. "Aku akan membeli sesuatu sebentar di supermarket, tidak jauh. Jadi, aku tidak perlu di antar, aku akan jalan kaki saja, bu," jelas Akira detail kepada Ibunya yang bernama Yamamoto Yuki, seperti mengetahui apa yang akan ibunya katakan nanti. "Baiklah, tolong sekalian belikan ini," ucap Yuki sambil menyerahkan selembar kertas note. "Baiklah," jawab Akira santai lalu berjalan keluar rumah. "Aku pergi dulu!" teriaknya sebelum menutup pintu. ~~~ Udara dingin kota Tokyo bertiup cukup kencang. Meskipun sudah memasuki musim Semi di Tokyo, udara masih terasa dingin saat malam hari. Membuat Akira memasukkan kedua tangannya di saku jaket. "Hah ... aku ingin segera musim panas," ucapnya. Akira mengeluarkan phonselnya lalu menekan beberapa nomer sebelum meletakkannya di telinga. Ia menunggu hingga beberapa menit sebelum telpon yang ia tujuh mengangkatnya. "Hallo, Tomoe?" "Bisa kau ke rumahku?" "Apa? Kau ada kerjaan, kita kan masih SMA. Apa jangan-jangan kau melakukan pekerjaan paruh waktu tanpa mengatakan kepada orang tuamu? Kau kan tahu jika tubuhmu itu..." "Ah maaf. Aku lupa jika kau tidak sudah membicarakan hal ini." "Bagus, akan aku tunggu. Baik, sampai jumpa." Akira kembali memasukkan phonselnya setelah selesai menelepon lalu memasuki supermarket yang hanya berjarak sekitar beberapa kilo dari rumahnya. Pemuda berambut hitam itu segera mengambil barang yang ada dalam note kecil itu, lalu mengambil barang yang ia butuhkan. Setelah selesai, Akira langsung menuju ke kasir dan membayarnya. Setelah selesai membayar dan membawa barangnya, ia langsung keluar dari supermarket. Begitu ia keluar dari supermarket, angin kuat berhembus membuatnya semakin kedinginan. "Sial, seandainya saja aku bisa menciptakan api kecil untuk menghangatkan diri selama perjalanan pulang. Tapi, ibu melarangku menggunakan kekuatan di depan umum ... Hah, aku harus segera pulang sebelum mati membeku di sini," ucap Akira lalu mempercepat langkahnya *** Ah kenapa jadi canggung sekali, apa aku harus mengajaknya berbicara? Tapi jika Suzukawa sedang tidak ingin berbicara bagaimana? batin Hime gugup. Sejak mereka masuk mobil dan setelah Tomoe mengangkat telepon dari Akira. Mereka hanya diam dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Tomoe masih diam menatap keluar jendela sedangkan Hime masih gugup dan bingung dengan situasi mereka saat ini. "Kenapa kau diam saja? Apa kau tidak ingin menanyakan sesuatu?" tanya Tomoe tanpa mengalihkan pandangannya memecahkan keheningan di antara mereka. "Eh ... Em ... Sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan, tapi ... Tapi aku bingung aku bertanya apa dulu," jawab Hime dengan suara yang bergetar. "Jika kau tidak mau dengan rencana pernikahan ini, kau bisa menolaknya. Aku tidak masalah, aku tahu ini sangat mendadak dan membuatmu terkejut," ucap Tomoe santai. "Memang benar ini sangat mengejutkan, tapi bukan hanya ini yang membuatku terkejut, yang membuatku lebih terkejut adalah aku baru menyadari jika kau adalah anak dari paman Toki," ucap Hime. "Pfftt ... Hahahaha ... Hahaha..." Tiba-tiba saja Tomoe tertawa lepas, membuat Hime menatapnya terkejut sekaligus bingung, dan ketika Hime sadar akan perkataannya, wajahnya langsung memerah seperti tomat. Karena ini pertama kali baginya melihat Tomoe tertawa seperti ini. Tomoe terlihat sangat tampan. "Hahaha ... Maaf, maaf. Aku tiba-tiba tertawa keras. Kau sangat lucu, Akira sudah memperkenalkanku dan kau bahkan selalu memanggil nama keluargaku, tapi kau masih belum menyadarinya," ucap Tomoe sambil berusaha menahan tawanya. Membuat Hime menundukkan kepalanya malu. "Maaf, karena tidak menyadarinya," ucap Hime dengan kepala yang masih menunduk. "Sudahlah, itu tidak masalah," ucap Tomoe yang sudah bisa mengendalikan tawanya lalu menatap keluar jendela. "Gadis yang lucu," ucapnya pelan. "Apa kau mengatakan sesuatu, Sizukawa?" tanya Hime. "Tidak," jawab Tomoe santai. Mereka pun kembali pada keheningan. Tiba-tiba, pria yang mengendarai mobil Tomoe berhenti mendadak. Membuat Tomoe langsung melindungi tubuh Hime agar tidak membentur kursi penumpang yang ada di hadapannya. "Nona, tuan muda. Apa Anda baik-baik saja?" tanya pria yang menjadi supir pribadi Tomoe itu. "Kami baik-baik saja. Ada apa, Yuu?" ucap Tomoe. "Ada sebuah mobil yang tiba-tiba berhenti di depan kita," jawab Yuu. Tomoe langsung menatap ke pemandangan di depan melalui sela-sela kursi pengemudi dan penumpang di depan. Terlihat mobil hitam yang berhenti di depan mereka lalu empat orang pria yang mengenakan kacamata hitam dan berjas hitam keluar dri mobil itu dengan membawa pistol. "Hah ... mereka dari BIIJ. Mereka tidak pernah berhenti menggangguku. Sepertinya lain kali aku harus mengunjungi 'dia'," ucap Tomoe. "Suzukawa? Ada apa ini?" tanya Hime bingung dengan tubuh yang bergetar. "Tidak ada apa-apa, kau tidak perlu khawatir," ucap Tomoe lalu menutup mata Hime. Membuat gadis itu tertidur. "Yuu, lindungilah Shirayuki," perintah Tomoe. "As you wish." Setelah itu, Tomoe keluar dari mobil untuk menghadapi keempat pria yang memiliki tubuh lebih besar darinya. "Kalian dari BIIJ. Kenapa menghalangiku?" tanya Tomoe. "Suzukawa Tomoe. Kami di perintahkan untuk membawa kau ke markas kami," ucap salah satu pria berjas hitam itu. "Kalau aku tidak mau?" tanya Tomoe. "Maka kami akan membawamu secara paksa," jawab pria itu sambil mengarahkan pistolnya bersama ketiga temannya ke Tomoe. "Kalian melakakukan tiga kesalahan besar," ucap Tomoe sambil memasukkan kedua tangannya di saku celana. "Pertama, kalian berani menyerangku di jalan yang sepi. Kedua, kalian berani membua Shirayuki harus menyaksikan pemandangan yang menakutkan..." Dor. "Aku bahkan belum selesai berbicara," ucap Tomoe tajam. Peluru yang tiba-tiba di tembakkan itu langsung tertahan tepat di depan Tomoe. Seperti ada sebuah dinding tidak terlihat yang menahan peluru itu mengenai tubuh Tomoe. "Kalian sungguh tidak sopan," ucap Tomoe lalu membuat tubuhnya di kelilingi petir biru. Ia menggunakan jarinya untuk menunjuk kearah keempat pria itu lalu menjentikkan jarinya setelah mengatakan, "ketiga, kalian telah membuatku kesal." Seketika itu juga, petir langsung menyambar keempat pria itu hingga tidak sadarkan diri. "Hah..." Tomoe langsung menghembuskan napas. "Tuan muda, apa Anda baik-baik saja?" tanya Yuu yang tiba-tiba muncul di belakang Tomoe. "Aku baik-baik saja. Kau bereskan sisanya," ucap Tomoe lalu kembali masuk ke mobil. "Baik, tuan muda." Yuu menatap keempat pria yang sudah terbaring tidak bernyawa di hadapannya dengan ekspresi kesal. Tiba-tiba sebuah katana berwarna hitam muncul di pinggangnya. "Aku terkejut karena kalian masih mempunyai kesadaran setelah terkena serangan dari tuan muda. Tapi, kalian telah berani membuat tuan mudaku marah. Maka kalian harus mati," ucap Yuu sambil menarik katananya dengan mata yang berwarna merah menyala. ~~~ "Shirayuki, bangunlah. Kita sudah sampai," ucap Tomoe. "Hm .... lima menit lagi," ucap Hime yang masih menutup matanya. "Aku tidak masalah. Tapi, pundakku sudah lelah menahan kepalamu," ucap Tomoe. Tiba-tiba Hime tersadar dan langsung menegakkan posisi duduknya. "Ma-maaf. Bagaimana aku bisa tertidur?" tanya Hime bingung. "Sepertinya kau terlalu lelah. Segera masuk ke rumahmu dan tidur sana," ucap Tomoe. Hime hanya menganggukkan kepala dengan wajah yang merah padam. Pintu mobil di bukakan oleh Yuu. Tomoe keluar lalu membantu Hime. "Baiklah, istirahatlah. Kau tidak perlu terlalu memikirkan itu, percayalah dengan apa kata hatimu," ucap Tomoe lalu ia segera masuk kembali ke mobil. Namun, Hime menarik tangannya, membuat Tomoe menatap gadis itu heran. "Terima kasih sudah mengantarku, Suzukawa. Terima kasih juga, karena kau sudah menolongku saat aku pingsan di perpustakaan. Sampai jumpa besok di sekolah Suzukawa," ucap Hime sambil tersenyum ceria lalu berjalan memasuki rumahnya. Sampai pintu rumah Hime tertutup, Tomoe masih terdiam menatap pintu rumah gadis itu cukup lama. Sampai akhirnya ia tersadar dan segera masuk ke mobil. Mobil pun di jalankan menjauhi rumah Hime. Selama berada di mobil, ia menatap foto yang ada di phonselnya dengan tajam. Foto tiga orang gadis yang mengenakan seragam sekolahnya dan terlihat tersenyum senang. Tiba-tiba Phonsel Tomoe bergetar, ia menatap layar phonsel yang menunjukkan nomor yang tidak di kenal. "Hallo?" "Bawahan yang berharga? Bukankah mereka hanyalah bonekamu yang tidak penting?" "Lalu kenapa? Mereka berani menggangguku, tentu saja mereka pantas di bunuh." "Jika kau berani macam-macam dengan orang-orang di kelilingku, akan ku bunuh kau!" "Aku tidak pernah menganggapmu sebagai teman." Tomoe langsung memutus hubungan dengan kesal. "Yuu, antar aku ke rumah Akira. Aku akan menginap di rumah Akira, besok tolong jemput aku dengan membawa seragam dan tas sekolahku," ucap Tomoe kepada pria yang terlihat tidak terlalu tua yang tak lain adalah pelayan sekaligus pengawal pribadinya. "Baik, tuan muda," ucap Yuu dan langsung menjalankan mobilnya dengan santai menuju rumah Akira. *** "Lelahnya," ucap Hime dan langsung menjatuhkan diri di atas kasurnya yang terasa sangat nyaman. Tiba-tiba Hime teringat akan perkataan Tomoe tadi, "Jika kau tidak mau dengan rencana pernikahan ini, kau bisa menolaknya. Aku tidak masalah, aku tahu ini sangat mendadak dan membuatmu terkejut." Entah mengapa kalimat itu begitu terdengar tulus. Membuat Hime merasa tidak nyaman. Ia harus benar-benar memikirkan masalah pernikahan ini. Ia harus mengambil keputusan. Mata Hime mulai terasa sangat berat, memaksanya untuk segera tertutup. Akhirnya Hime pun menutup matanya karena tidak kuat menahan rasa kantuknya. *** Mobil Tomoe baru saja sampai di depan rumah Akira. Yuu dengan cepat turun dari mobil lalu membukakan pintu untuk sang tuan muda. Tomoe keluar dengan santai dan langsung menekan bel rumah Akira. Cukup lama ia menunggu. Hingga seorang pelayan membukakan pintu gerbang besar rumah Akira. "Maaf, Anda siapa? Ingin bertemu dengan siapa?" tanya pelayan wanita itu sopan. Apa dia pelayan baru di sini? batin Tomoe. "Aku Suzukawa Tomoe, sahabat Akira. Apa Akira ada?" ucap Tomoe. "Oh, kau sudah datang Tomoe!" teriak Akira senang sambil berjalan mendekati Tomoe. "Maaf lama," ucap Tomoe. "Tidak masalah, Oh hai Yuu. Lama tidak bertemu," ucap Akira lalu menyapa Yuu dengan ramah. "Benar, lama tidak bertemu tuan Akira," ucap Yu sopan. "Baiklah, Yuu. Kau bisa pulang, aku akan menginap di sini. Besok jemput aku pagi-pagi sekali," perintah Tomoe. "Baik, tuan muda," ucap Yu lalu membungkukkan badan sebentar sebelum masuk ke mobil dan melajukan mobilnya dengan santai. "Ayo masuk," ajak Akira lalu Tomoe menganggukkan kepala setuju. Mereka pun masuk ke dalam rumah Akira. ~~~ "Are are ... Tomoe, jarang sekali kau berkunjung," sambut Yuki ramah. Tomoe tersenyum ramah lalu membungkukkan badan sebentar. "Benar, bi. Maaf karena saya lama tidak berkunjung," ucap Tomoe. "Kalau begitu akan Bibi buatkan minuman dulu," ucap Yuki semangat. "Terima kasih, Bibi. Maaf merepotkan," ucap Tomoe. "Tidak, tidak. Kau kan sudah Bibi anggap seperti anak sendiri. Santailah, dan anggap rumah sendiri," ucap Yuki ramah. "Baik, Bi," ucap Tomoe sambil tersenyum ramah. Setelah itu, Yuki berjalan meninggalkan Akira dan Tomoe di depan pintu. "Ayo kita ke kamarku," ajak Akira santai. "Apa yang kau beli?" ucap Tomoe heran. "Hanya membeli beberapa camilan," jelas Akira santai sambil berjalan bersama Tomoe ke kamarnya. Tomoe langsung melepas jasnya saat sudah berada di kamar yang besar yang terlihat minimalis dan penuh dengan berbagai macam game lalu terduduk di kursi yang ada di depan tempat tidur. "Jadi, bagaimana bisa Hime pingsan?" tanya Akira sambil menyalakan televisi dan duduk dengan tenang di ujung tempat tidur. "Untuk lebih jelasnya aku tidak tahu. Karena, aku menemukan Shirayuki dalam keadaan pingsan di perpustakaan. Saat ini, aku sudah meminta beberapa orang untuk menyelidiki masalah ini. Mereka baru mendapatkan foto siswi yang membuat Shirayuki sedih dengan luka lembam di pipi dan lehernya. Tapi, aku sudah menyembuhkan sebagian lukanya," jawab Tomoe tajam sambil mengambil phonselnya lalu memberikannya kepada Akira. Akira menerima phonsel itu dan langsung terkejut saat melihat tiga orang gadis berseragam sekolah mereka dengan dasi berwarna hijau. "Mereka kan anak kelas dua? Kenapa anak kelas dua melakukan itu? Apa mereka melakukan pembullyan?" tanya Akira bertubi-tubi. "Sepertinya memang begitu. Untuk sementara kita bisa menganggap mereka melakukan itu pada Shirayuki karena membullynya. Tapi, aku masih akan menyelidiki masalah ini. Aku juga sudah menemukan biodata ketiga murid ini. Ayah mereka adalah salah satu dokter terbaik di rumah sakit keluargaku," jelas Tomoe. "Benarkah? Berarti..." "Ya, jika mereka tetap melanjutkan masalah ini, aku tinggal mengeluarkan ayah mereka dan membuat ayah mereka tidak bisa mendapatkan pekerjaan di rumah sakit manapun di Jepang," ucap Tomoe tajam. "Kenapa tidak kau lakukan sekarang?" tanya Akira heran. "Untuk masalah ini, aku membutuhkan bukti yang kuat. Meskipun aku bisa mengeluarkan ayah mereka dengan mudah. Tapi, aku masih belum resmi memegang rumah sakit dan tempat penelitian keluargaku, aku membutuhkan bukti untuk meyakinkan ayahku," jelas Akira. "Kau benar. Aku akan membantumu, aku bisa meminta kepada beberapa pegawai ahli komputer di perusahaan keluargaku untuk membantu mempermudah penyelidikan ini. Jika itu di lakukan di perpustakaan. Itu berarti, pasti ada cctv di sana, kita bisa meretasnya tanpa menimbulkan keributan di sekolah," ucap Akira. "Kau benar. Tapi, kita harus memastikan di mana letak cctv itu. Apa ada di dekat tempat Shirayuki berada atau tidak, besok aku akan memastikan lokasi cctv itu," ucap Tomoe tajam. "Baiklah," ucap Akira sambil menganggukkan kepalanya tegas. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu sebentar sebelum Yuki masuk dengan membawa minuman dan camilan ke kamar Akira. "Sepertinya kalian sedang serius. Ini, Bibi bawakan minuman dan cemilan untuk kalian," ucap Yuki ramah. "Terima kasih, Bi," ucap Tomoe sambil tersenyum kecil. "Memang apa yang kalian lakukan hingga terlihat serius seperti itu?" tanya Yuki penasaran. "Tidak terlalu penting, Bi. Aku hanya membicarakan tugas sekolah dengan si bodoh ini. Agar ia tidak lupa mengerjakan tugasnya dan hanya menyalin tugasku," ucap Tomoe santai. "Oy! Aku tidak bodoh. Aku hanya pelupa," protes Akira tida terima. "Hohoho ... Akira, kau ada tugas sekolah? Sebaiknya kau segera mengerjakannya atau kau tidak akan bisa menikmati puding kopi kesukaanmu," ucap Yuki sambil tersenyum ramah. Namun, bagi Akira senyuman itu bukanlah senyuman ramah biasanya. Tapi, senyuman yang menyembunyikan sesuatu yang menakutkan. "Ba-baik, bu," ucap Akira gemetar dan langsung berdiri lalu mengerjakan tugas yang ada di meja belajarnya. "Bibi minta tolong padamu Tomoe, tolong bantu si bodoh itu agar bisa sekolah tanpa menyebabkan masalah. Tolong awasi dia di sekolah ya?" pinta Yuki lembut sambil menatap Akira yang sedang fokus mengerjakan tugasnya. "Baik, Bi," ucap Tomoe sambil tersenyum kecil. Sialan kau Tomoe, kenapa kau harus bilang soal tugas di depan Ibuku batin Akira kesal sambil mengerjakan tugasnya. Tapi, sedikit terganggu dengan obrolan Tomoe dan Yuki yang terlihat menyenangkan. "Kalau begitu, akan bibi tinggal," ucap Yuki. Tomoe hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban. "Sialan kau Tomoe," ucap Akira kesal saat Yuki sudah meninggalkan ruangan. "Haha ... itukan kesalahmu sendiri. Tapi, Akira aku ingin membicarakan hal penting kepadamu selain masalah ini," ucap Tomoe yang tiba-tiba mengubah ekspresinya dengan suara yang terengar serius. "Apaan sialan?" tanya Akira tanpa menghentikan aktivitasnya mengerjakan tugas. "Hari ini, aku mendapat serangan dari BIIJ," jawab Tomoe. Membuat Akira menghentikan aktivitasnya dengan terkejut lalu menatap Tomoe. Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN