Part 04 - Siapa Yang Kau Cintai?

1659 Kata
Varisa keluar dari dalam kamarnya ketika dia mendapatkan panggilan dari dalam kamar Govinno. Varisa dengan cepat berjalan menuju kamar pria itu. Melihat apa yang diinginkan oleh Govinno. Varisa membuka pintu kamar Govinno, matanya menatap pada Govinno yang sudah terbaring di lantai dengan rintihan penuh kesakitan. “Tuan! Ya Tuhan! Apa yang terjadi?” tanya Varisa penuh kekhawatiran menatap pada Govinno yang merintih sambil memegang kakinya. Govinno menatap pada Varisa dan juga kencingnya yang sudah bergelinang di lantai. Varisa mengabaikan itu semuanya. Varisa segera mengambil tikar lalu dia membawa Govinno duduk di tikar tersebut. Matanya menatap pada Govinno yang meringis. “Saya mau ke kamar mandi. Saya lupa untuk menghubungimu,” ucap Govinno. Varisa mendengarnya mengambil kain pel dan mulai pel lantai. Matanya menatap pada Govinno yang masih merintih kesakitan dan memukul lantai. “Tuan, saya bantu untuk mengganti celananya.” Ucap Varisa setelah meletakkan kain pel itu menjauh dari Govinno. Govinno mendengar apa yang dikatakan oleh Varisa padanya, menatap pada wanita itu lalu dirinya menggeleng pelan. Govinno masih tersadar, kalau dia tidak boleh membiarkan Varisa mengganti celananya dan melihat bagian intim darinya. “Tidak usah.” Ucap Govinno. Varisa mendengar itu mendesah kasar, masih saja Govinno melarang dirinya. Padahal dia mau membantu pria itu. “Tuan, biarkan saya membantu anda. Saya tidak akan macam-macam. Lihat semua pakaian anda sekarang sudah basah oleh air kencing. Atau anda mau langsung mandi?” tanya Varisa pada Govinno. Govinno mendengar pertanyaan Varisa mengangguk, dia mau langsung mandi sekarang. Varisa tersenyum dan membantu Govinno menuju kursi rodanya, lalu mendorong kursi roda Govinno masuk ke dalam kamar mandi. Varisa membantu Govinno untuk dudu di kursi dalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi Govinno memang ada kursi untuk pria itu, agar memudahkan pria itu melakukan apa yang dilakukan olehnya. Varisa membuka perlahan baju Govinno, pria itu hanya diam dan menatap pada tangan Varisa yang sangat cekatan sekali melakukan pekerjaan. Govinno merutuk dirinya yang cacat dan tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Varisa yang akan membuka celana Govinno. Namun pria itu langsung memegang tangan Varisa, lalu dia menggeleng pelan. Tidak mau Varisa membuka celananya. Varisa mengangguk, dia tidak akan melakukan itu pada Govinno. Varisa keluar dari dalam kamar mandi setelah menyiapkan semua perlengkapan mandi yang bisa digapai oleh Govinno dengan tangannya. Varisa menunggu di luar kamar. Mulai mengganti sprei Govinno, lalu dia berjalan keluar dari dalam kamar membawa sarapan Govinno ke dalam kamar. Nyonya dan Tuan Pramudia tidak di rumah. Mereka di rumah sakit menunggu anak bungsu mereka. Varisa tersenyum sinis ketika mengingat apa yang dilakukan oleh dirinya pada gadis itu. Makanya jangan mencari masalah pada dirinya. Varisa memasukkan sebuah bubuk di dalam makanan Govinno. Lalu dia menatap pada bunga mawar hitam yang masih tampak sangat segar sekali. Varisa merasakan ponselnya berdering. Varisa meletakkan di atas meja dan membesarkan suara ponselnya. “Mama! Galen rindu Mama. Kapan Mama pulang?” teriakan dari Galen membuat Varisa tertawa kecil mendengar pertanyaan dari anaknya. “Mama akan pulang kalau sudah dapat jatah libur sayang. Sayangnya Mama bagaimana kabarnya di sana? Galen sudah sembuh?” tanya Varisa lembut. “Sudah Mama!” teriak Galen. “Tunggu ya sayang, Mama mau kerja sebentar. Galen jangan matikan sambungan teleponnya. Mama masih mau bicara sama Galen.” Ucap Varisa. “Siap Mama.” Varisa berjalan membuka pintu kamar mandi. Melihat Govinno sudah siap mandi dan memakai jubbah mandinya. Varisa membantu Govinno menuju closet yang bersebelahan dengan kamar mandi. Kali ini pria itu tetap duduk di kursi rodanya setelah Varisa meletakkan pakaian yang akan dipakai oleh Govinno di meja depan Govinno. Setelahnya Varisa keluar dari dalam closet. Govinno bisa keluar sendiri. “Galen, kamu masih di sana sayang?” tanya Varisa. “Masih Mama! Galen lagi makan sekarang, Mama lagi apa? Mama sudah makan?” tanya Galen. “Mama belum makan sayang. Ini Mama lagi kerja bentar, habis itu baru makan. Sambalnya apa sayang?” tanya Varisa. “Daging rusa Mama. Mbah dapat rusa kemarin, terus kasih Galen.” Jawab Galen, membuat tangan Varisa terhenti melaksanakan pekerjaannya. Varisa menelan salivanya kasar dan menitikkan air matanya mendengar apa yang dikatakan oleh putranya itu. “Wah pasti sangat enak sekali ya sayang. Mama mau makan juga rasanya, udah lama Mama tidak makan masakan Mbah,” ucap Varisa tertawa kecil. “Mama pulang makanya. Jangan kerja terus.” Ucapn Galen dan Varisa bisa membayangkan wajah anaknya yang cemberut di seberang sana. Varisa tertawa kecil mendengarnya. “Kalau Mama nggak kerja, terus mau cari dimana biaya sekolah Galen memangnya? Kita butuh uang sayang. Mama mau Galen itu sekolah yang benar dan juga jajan yang enak di sana.” Ucap Varisa. “Galen nggak mau jauh dari Mama. Galen mau Mama di sini.” Ucap Galen terdengar menangis memanggil ibunya. Varisa ikut menangis dan menghapus air matanya dengan cepat. “Galen jangan menangis sayang. Mama tidak mau Galen nangis kayak gitu. Mama sedih dengarnya, Mama usahakan akhir pekan ini pulang jenguk Galen ya,” ucap Varisa. “Yang benar ya Mama! Galen sayang Mama!” “Mama juga sayang Galen.” Varisa mematikan sambungan teleponnya, dia menatap pada ponselnya dengan pandangan nanar. Dia mau memeluk putranya sekarang, mengatakan pada putranya kalau rindunya sangatlah dalam pada putranya itu. “Anakmu?” Varisa terperanjat mendengar suara Govinno yang bertanya. Pria itu menatap pada Varisa. Varisa mengangguk. “Iya, anak saya Tuan. Saya minta maaf Tuan.” Ucap Varisa menunduk. “Untuk?” “Hah?” Varisa tidak mengerti dengan apa yang ditanyakan oleh tuannya ini. “Meminta maaf untuk apa?” tanya Govinno. Varisa mendengarnya tersenyum. “Karena menelepon anak saya saat saya bekerja. Seharusnya saya tidak menelepon anak saya saat saya bekerja Tuan,” jawab Varisa dengan senyuman manisnya. Govinno yang mendengarnya mengangguk, lalu matanya menatap pada Varisa yang sudah menyiapkan sarapan untuk dirinya. dia berjalan mendekati wanita itu dan menatap pada sarapan yang lumayan banyak. “Makanlah.” Ucap Govinno datar. “Maksudnya?” tanya Varisa dia menatap bingung pada pria itu. “Kau bodoh? Makanlah. Kau belum makan.” Ucap Govinno memakan sarapannya. Varisa mendengarnya mengulum senyumnya, dan duduk di depan Govinno mulai mengambil makanan yang dimau oleh dirinya, dan memakan makanan itu. Varisa memakan makanan yang ada di depannya dengan mata yang masih melihat pada Govinno. Govinno tidak terlalu memedulikan Varisa yang menatap pada dirinya. Dia memakan makanan itu. “Kau janda?” tanya Govinno, selama ini dirinya tidak mau bertanya tentang wanita itu, tidak peduli dia janda atau tidak. Tapi mendengar apa yang dikatakan oleh anak wanita itu tadi, tentang menyuruh Varisa pulang. Dia menduga kalau wanita itu memang janda. Varisa tidak menjawab pertanyaan Govinno. Varisa mencondongkan tubuhnya ke depan, lalu dia menatap pada pria itu. “Tuan, ada makanan di bibir anda,” ucap Varisa mengusap bibir Govinno. Govinno menatap pada Varisa dan dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh wanita itu dan apa yang dilakukan oelhnya. Govinno menatap pada bibir Varisa yang snagat menggoda sekali, matanya selalu saja menatap pada bibir itu. Seakan meminta dirinya untuk melumat bibir itu sekarang. Sial. Apa yang dipikiran oleh Govinno tentang bibir Varisa yang mau dilumat oleh dirinya. “Tuan, kau melamun?” tanya Varisa, menatap pria di depannya yang melamun dan menatap pada bibirnya. Varisa melihat arah tatapan Govinno dengan sengaja menggigit bibirnya di depan pria itu. Govinno yang melihatnya memegang sendoknya dengan erat dan dia berdeham pelan. “Antar aku ke rumah sakit. Aku mau bertemu keluargaku,” ucap Govinno, rasa khawatir pada adiknya, membuat dia mau ke rumah sakit sekarang. Tapi dia tidak bisa sendiri ke rumah sakit, mengingat kakinya yang tidak bisa berjalan. Dasar cacat. Varisa mengangguk. “Tentu Tuanku. Saya akan membawa anda ke rumah sakit bertemu dengan keluarga anda. Tapi anda makan dulu,” ucap Varisa memegang tangan Govinno, dengan sengaja dirinya menggenggam tangan pria itu setelahnya menyuapi pria itu makanan yang ada di piringnya. Govinno menatap pada maat Varisa yang tersenyum dan berbinar menatap dirinya. Govinno terhanyut dalam tatapan yang diberikan oleh Varisa pada dirinya. Varisa yang tahu kalau Govinno menatap pada matanya. Dia terdiam dan menatap Govinno lebih dalam lagi. Membawa pria itu terhanyut lebih dalam dengan tatapannya. “Tuan … siapa yang kau cintai?” tanya Varisa dengan suara menggodanya, tangannya bermain di d**a Govinno sekarang. Govinno menelan salivanya kasar mendengar pertanyaan dari Varisa. Pria itu memejamkan matanya. Govinno akan menjawab, namun semuanya telah diurungkan olehnya ketika pintu kamar yang dibuka dengan cepat. Varisa yang sudah tahu ada orang yang akan datang dia berdiri dan pura-pura mengerjakan pekerjaannya dengan merapikan tempat tidur Govinno. “Govinno, kita pergi ke rumah sakit sekarang sayang. Aku akan membawamu ke rumah sakit,” ucap Mona yang tiba-tiba datang dan berjalan menghampiri Govinno. Varisa mendengar itu juga melihat bagaimana Mona yang memegang tangan Govinno, dan akan mendorong kursi roda pria itu. Varisa dengan cepat mengambil dompet dan tas Govinno. Mengikuti langkah dua orang itu dari belakang. Varisa menatap tidak suka pada Mona yang dengan senyuman centilnya berbicara dengan Govinno. “Tuan, biar saya bantu,” ucap Varisa, lalu membantu Govinno untuk masuk ke dalam, mobil dan memasukkan kursi roda Govinno di bagarasi mobil. Varisa yang akan masuk ke dalam mobil, namun dirinya ditinggal oleh Mona yang sudah melajukan mobilnya. Varisa yang melihat itu mengepalkan tangannya. Varisa memegang kalungnya dan memejamkan matanya, wanita itu tidak akan bisa meninggalkan dirinya. Varisa membuka matanya melihat mobil Mona mundur. Varisa tersenyum manis pada Govinno yang membuka pintu mobil. “Masuklah Varisa,” ucap Govinno menyuruh Varisa untuk masuk. Varisa mengangguk, langsung masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Govinno. Mona mengepalkan tangannya di setir mobil. Mona padahal tadi mau meninggalkan Varisa, entah kenapa Govinno berkata datar padanya menyuruh mundur dan meminta Varisa untuk masuk. Yang membuat Mona heran, ketika dirinya juga ingin mundur dan membiarkan Varisa untuk ikut dengan dirinya. Ada yang aneh. Tapi dia tidak tahu apa itu. Mona melajukan mobilnya menuju rumah sakit, mengabaikan dua orang di belakangnya yang tertawa bersama. Varisa menyeringai menatap ke depan. Mona tidak akan bisa meninggalkan dirinya. Kemanapun Govinno pergi, dia akan tetap ikut bersama dengan pria itu. Tidak mau tinggal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN