Akram menjadi cukup sibuk dengan kesibukan barunya. Ia resmi menyandang status sebagai pengelola D and M menggantikan posisi Mia.
"Wah keren kamu, Kram," seloroh Delia. Acara launching yang dibuat khusus oleh Agit mengundang banyak orang termasuk Delia.
"Gugup, Kak," timpal Akram.
"Santai aja, Kram." Akram mengangguk kecil.
Sebenarnya Akram ingin menolak permintaan ini, namun ia tak bisa karena kondisi Mia yang masih belum pulih.
"Oke, baik. Bapak, ibu semuanya, acara akan segera dimulai!" ujar salah satu karyawan D and M.
Akram mengangguk kecil. Ia saksikan pantulan dirinya pada cermin. Sungguh, ia tak mengenali dirinya sendiri.
"Selamat siang semuanya. Perkenankan saya memandu jalannya acara hari ini," ucap Frans yang tampak jauh lebih keren. Ia sangat percaya diri berada di tengah keramaian.
Agit mengangguk dibarengi dengan beberapa tamu lainnya. Sayangnya baik Sufi maupun Yurika terpaksa absen. Yurika kondisinya belum begitu baik sedangkan Sufi menjaga Mia di rumah sakit.
"D and M adalah salah satu toko yang berfokus pada peralatan dan perlengkapan olahraga. Di sini kami menyediakan hampir semua kebutuhan penunjang semua cabang olahraga. Mulai dari sepakbola, basket, badminton, renang, hingga sepak takraw. Tidak hanya itu D and M juga siap melayani pembuatan seragam olahraga. Cukup lengkap bukan?"
Semua pasang mata tertuju pada Frans. Mereka menyimak apa yang disampaika pria bergelar master dari salah satu Universitas di luar negeri tersebut. Frans semakin percaya diri.
"D and M hadir di tengah-tengah kita semua sebagai satu-satunya dan yang paling terpercaya. Saya harap, anda semua mau memperhatikannya." Frans membuat jeda. Ia biarkan para tamu undangan mengangguk setuju atas pendapatnya. "Nah, mungkin masih belum banyak yang tahu tentang siapa yang akan mengurus D and M ini. Bapak Ibu semua pasti bertanya-tanya karena tidak mungkin Pak Agit yang akan melakukannya." Beberapa tamu undangan tertawa.
"Seperti dugaan bapak ibu semua, D and M akan dikelola langsung oleh putri dari Pak Agit, yaitu Miana Agya dan suaminya. Berhubung hari ini adik saya berhalangan hadir karena sakit, kita sambut saja adik ipar saya. Silakan ke podium Mas Danial Akram."
Akram bukanlah Frans yang lulusan universitas ternama. Ia hanya seorang remaja yang tiba-tiba dipaksa dewasa. Ia diminta menikahi seorang gadis pilihan ibunya. Seorang anak juragan terpandang di kotanya. Akram bermimpi pun tidak pernah. Ia tidak sempat memikirkan akan menerima hal-hal semacam ini saat di hatinya sudah tercetak satu nama. Akram berusaha mengumpulkan kepercayaan diri yang selalu menguap saat ia berada di lingkungan keluarga Mia.
"Terima kasih atas sambutannya. Mohon bantuan dan bimbingannya," ujarnya. Ia tidak menyiapkan teks pidato yang panjang. Ia tidak bisa.
"Hanya itu, Kram? Tak ada lagi?" timpal Frans. Akram hanya mengangguk.
"Wah sepertinya adik ipar saya masih malu-malu, ya. Kalau begitu per hari ini dua puluh maret dua ribu dua puluh dua, D and M resmi dibuka." Frans mengetuk mikrofon sebanyak tiga kali. Penanda bahwa tirai penutup bangunan besar di belakangnya akan diturunkan. Riuh tepuk tangan bersahutan. Orang-orang takjub dengan apa yang dibuat Agit untuk menantunya.
"Selamat, Kram," ujar Danu yang datang menyalami Akram.
"Makasih, Pak."
"Jangan khawatir Pak Danu, nanti Frans bakal bantu Akram," timpal Agit yang mendampingi Danu berjalan.
"Terima kasih banyak Nak Frans. Tolong bimbing putra saya."
"Siap, Pak. Tidak perlu khawatir," jawab Frans.
Anehnya mendapat perlakuan seperti ini bukan malah membuat Akram bahagia melainkan ia seperti disudutkan. Ia enggan dan cukup malas. Akram melonggarkan kancing kemejanya. Seperti tercekik terlebih dari tadi harus menerima ucapan para tamu di mana Frans tepat berapa di sampingnya.
"Selamat Bro! Keren kamu," seloroh Rios yang datang bersama Mas Danang.
"Selamat ya, Kram."
"Makasih, Mas. Makasih, Yos."
"Nanti kalau mau bikin seragam bola RT gratis ya, Kram." Rios masih saja bercanda.
Akram hanya tesenyum. Ia tidak bisa menimpali lebih banyak seperti yang sudah-sudah. "Masuk aja, Mas."
"Oke."
Di belakang, Dania, Delia dan Valga datang menyalami Akram. Tentu memberikan ucapan selamat dan beberapa doa tambahan. Yang pasti mereka cukup bangga.
"Sayang banget ibu nggak bisa ikut." Delia mengeluhkan kondisi ibu mereka.
"Terus ibu sama siapa, Kak?"
"Kita titip ke tetangga sebentar, Kram. Kebetulan nggak mau ikut juga," timpal Dania.
"Aman tapi?"
Dania mengangguk. Ia tahu Akram juga khawatir. Dua orang kesayangan adiknya sama-sama sedang sakit.
"Sukses ya, Kram. Kalau ada apa-apa bilang Mas aja." Ucapan Valga sedikit berbeda dari lainnya. Ia paham akan bisnis seperti ini. Valga melirik ke arah Frans dan mengangguk kecil.
Hampir semua tamu undangan sudah memasuki gedung D and M. Akram juga akan bersiap mengikuti rangkaian tour toko. Ia bermaksud mendampingi ayahnya. Namun, sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri. Akram melihat ke arah Frans.
"Terakhir," respons Frans atas keterkejutan ada di wajah Akram. Membuat Akram kembali ke posisinya.
Saat pintu mobil bagian penumpang terbuka baik Frans maupun Akram sama-sama tekejut.
"Kamu ngundang siapa?" tanya Akram cukup geram.
"Aku nggak ngundang mereka."
"Tapi kenapa mereka yang datang?"
"Mana aku tau."
"Kau!" Akram semakin geram.
"Selamat siang, Pak Frans," sapa seorang pria yang tadi tampak keluar dari pintu bagian kiri mobil.
"Iya. Saya Frans."
"Mohon maaf sebelumnya, Pak Bekti berhalangan hadir. Jadi, hari ini beliau diwakilkan oleh putranya."
Akram ingin meninju Frans saat itu juga. Namun, ia menahannya. Sekarang tepat di depan matanya ada Hilmi dan Nasha.
Bagaimana mungkin?
Nasha yang mengenakan gaun lengan panjang selutut itu tampak manis. Tangannya menggamit lengan Hilmi. Tampak jelas bahwa gadis itu juga berselok.
"Maaf kalau mengecewakan. Banyak urusan Bapak yang menjadi urusanku," timpal Hilmi atas penjelasan orang perusahaan.
Akram hanya terdiam. Ia tidak bisa berkata-kata. Semua ini sepenuhnya kesalahan Frans.
"Oh, baik. Tidak masalah. Yang penting ada perwakilan dari Betamart." Frans juga cukup terkejut. Pasalnya Hilmi hampir pernah memukulnya.
"Selamat atas launching toko barunya. Semoga sukses." Hilmi memberi ucapan selamat pada Frans bukan Akram.
"Terima kasih. Silakan masuk," jawab Frans.
Nasha yang sejak tadi diam saja dan hanya mengulas senyum samar ingin segera masuk ke gedung. Ia tak tahan saat harus berpapasan dengan Akram. Hilmi hari ini menjebaknya.
"Tunggu sebentar," ujar Hilmi.
"Ya?" tanya Frans karena ia dan Akram juga harus segera masuk ke gedung.
"Sayang, kamu nggak ada ucapan selamat buat Akram? Dia salah satu pemilik loh di sini."
Nasha gelagapan. Hilmi benar-benar sengaja. Tak cukup hanya dengan memintanya berdandan sedemikian rupa tapi harus memaksanya juga. Buntut dari ambruknya tubuhnya di pelukan Akram kala itu menjadi semakin panjang. Hilmi terus mempertanyakan perasaannya dan menjadi lebih posesif.
"Selamat," ujar Nasha singkat.
"Terima kasih."
Senyum kemenangan tercetak di wajah Hilmi. Ia berhasil membuat dua orang itu mati kutu. Hatinya bersorak karena ia ingin mempermalukan Nasha dan Akram sebagaimana dengan apa yang ia terima saat meninggalnya ayah Nasha.
"Mari masuk," ucap Frans memutus ketegangan di antara sepasang kekasih dan mantan itu.
Tangan Akram mengepal. Sungguh ia harus memukul Frans nantinya. Lewat sorot mata, Frans meminta maaf. Ia tak bermaksud seperti itu. Namun, semua sudah telanjur.
Akram pun membuang muka. Ia tak tahan dengan pemandangan di depan matanya.
Mengapa Nasha berubah sedrastis ini? Bersolek? Pakaian terbuka? Sejak kapan?