Bab 13 : Tepat di depan Mata

1330 Kata
“Lama amat, woy! Tamu agung?” seloroh Rios begitu Akram kembali pada posisinya. “Apaan, sih!” “Lagian nyampe dianter segala.” Akram mengacak rambutnya. Sungguh memusingkan harus memikirkan itu semua. Ia berusaha mengabaikannya dan meneruskan aksi cek barang di tempat kedatangan. Hari-hari yang terasa cukup melelahkan akhir-akhir ini. Belum lagi banyaknya shift malam di bulan November yang terkenal akan aroma hujan. “Serius siapa itu, Kram?” tanya Rios lagi. Tangannya sudah mengambil beberapa krat barang. Akram berhenti sejenak. Menghela napas berat. Siapa sebenarnya mereka? Gadis bernama Miana Agya dan keluarga Pak Agit itu? Akram kian frustrasi. “Nggak tahu, lah,” ujar Akram sambil meninggalkan posisinya. Mata Rios membola. Ia heran dengan sikap sahabatnya. “Mau ke mana woy!” “WC bentar!” jawab Akram sambil lalu. Betamart memang menjadi satu-satunya tempat Akram melakukan kegiatan. Selain di sana ia hampir tidak punya aktivitas lain. Akram menilik sebentar ponselnya. Membuka aplikasi pesan berwarna hijau yang menjadi andalan. Kembali melihat chatnya bersama Nasha sebelum hubungan mereka berakhir. [Semarang? Siapa takut?] Tulis Akram saat itu. Ia tak menduga karena kedatangannya malah mengacaukan semua. Apa yang dibilang Rios tentang Nasha memang benar adanya. Selama ini ia memanipulasi fakta bahwa Nasha memang setia. Akram meraup wajahnya. Sungguh ... ia rela melepas Nasha tapi tidak melepas cinta yang telanjur mengakar di jiwa. Tanpa sadar jemari Akram bergerak. [Kapan pulang?] Pesan itu pun mengudara. Siapa tahu dengan bertemu sekali lagi Akram bisa merasa lebih tenang. Setidaknya apa yang masih terasa samar menurutnya bisa terang. Ia juga bisa memastikan apakah Nasha memang sudah menjalin hubungan dengan pria bernama Hilmi itu. “Udah selesai cek barang, Kram?” tanya Mas Danang yang juga baru selesai dari toilet. “Belum, Mas. Tadi ke belakang sebentar.” “Udah buka pengumuman?” Akram tersentak. “Pengumuman, Mas?” Mas Danang mengangguk. “Iya, pengumuman chief of store-nya udah keluar.” “Belum ada satu bulan, kan, Mas?” Mas Danang mengangkat bahu. “Mungkin dipercepat,”jawabnya. Akram tak ingat betul kapan pengumuman hasil seleksi itu akan diumumkan. Saat di Semarang fokusnya memang terbagi. “Cek di ruangan Mas, ya. Ajak Rios juga,” ujar Mas Danang sambil menepuk bahu Akram. “Baik, Mas.” Gegas Akram kembali ke tempat kedatangan barang. Ini jelas berita besar meski tak sebesar jika Nasha datang misal. Bisa saja hasil seleksi menjadi angin segar baginya dan Rios. “Ada apa?” tanya Rios saat Akram melambaikan tangan. “Dipanggil Mas Danang.” “Sekarang?” Akram mengangguk. Barang-barang itu bisa mereka tinggalkan sebentar. Nanti setelah melihat hasilnya mereka bisa kembali. Rios pun merapikan bajunya juga menyingkirkan krat-krat agar tidak terlalu berantakan. Ia menghampiri Akram dengan perasaan berdebar. Pintu ruangan Mas Danang menjadi akses menyenangkan baik bagi Rios maupun Akram. Mereka sempat berpikir “enak kali” bisa bekerja di bagian Mas Danang. Hanya kontrol saja tanpa perlu melakukan bagian pelayanan. Mereka juga senang dengan seragam yang dikenakan Mas Danang. Berbeda dengan seragam mereka. “Masuk,” ujar Mas Danang begitu Akram mengetuk pintu. “Silakan duduk,” imbuhnya. Akram dan Rios mengikuti instruksi itu. Mereka duduk di sofa khusus yang ada di sana. Biasanya saat pemilik maupun pimpinan datang, juga diminta duduk di kursi tersebut. Rios tak bisa untuk tidak cengengesan. Ia bergaya layaknya bos besar. “Biasa aja duduknya,” ucap Mas Danang sambil menimpuk Rios dengan gulungan kertas. “Iya, iya, Mas. Habisnya empuk, Mas,” seloroh Rios sambil mengusap sofa tersebut. “Hahahahahaha, Yos, Yos,” kekeh Mas Danang. “Jadi gimana hasilnya, Mas?” tanya Akram. Ia sudah tak sabar. Mas Danang membenarkan posisi duduk. Ia membuka surat hasil seleksi chief of store untuk Betamart. Tadi sebelum dua anak buahnya datang, ia sudah sempat melihat. Hasilnya cukup mengejutkan. “Selamat buat Rios yang lolos jadi chief of store Betamart.” Sontak Rios terlonjak. “Saya, Mas?” Mas Danang mengangguk. “Iya, Yos. Yang lolos kamu.” “Akram?” Mas Danang beralih melihat Akram. Seseorang yang ia harapkan bisa menggantikan posisinya. “Akram belum beruntung.” Rios mendesah. Bagaimana bisa sahabatnya justru tidak lolos? Dan malah dia sendiri?” “Tapi ....” Mas Danang menjeda. Membuat Rios dan Akram kembali memerhatikan ucapannya. “Tapi apa, Mas?” sambar Akram. Ia juga penasaran. “Rios tidak jadi chief of store di sini. Melainkan di cabang lain.” “Hah?” ucap Akram dan Rios nyaris bersamaan. “Maksudnya gimana, Mas?” “Kamu lolos, Yos buat ngisi posisi itu. Tapi nggak di sini. Pemilik menghendaki tetap saya yang di sini.” Rios berpikir sejenak. Artinya ia harus pindah ke tempat lain meski tingkat dan gajinya lebih besar. Sebuah keraguan muncul di hati Rios. “Nggak jauh, cuma di Sleman.” “Sleman, Mas?” “Iya. Ambil aja, Yos. Masih bisa laju.” “Tapi ....” Sebuah ketukan mengalihkan obrolan mereka bertiga. Refleks sumber suara menjadi pusat perhatian. “Ya?” ucap Mas Danang. “Maaf Pak, nganggu. Itu di luar ada kunjungan, Pak,” jawab Tiara—kasir di Betamart. “Kunjungan?” Tiara mengangguk. “Iya, Pak. Semua karyawan diminta menghadap, Pak. Cek aja,” jawabnya. Dahi Mas Danang mengernyit. Bagaimana bisa kunjungan tanpa ada pemberitahuan? “Kita lanjutkan nanti, ya. Keluar dulu, aja,” ucap Mas Danang. Akram dan Rios mengangguk. Mereka mengikuti langakah Mas Danang keluar dari ruangan itu. Dipimpin Tiara yang memang menjadi informan. Dan betapa terkejutnya Mas Danang saat mengetahui siapa yang datang. “Pak Sapto?” tanya Mas Danang sambil berjalan mendekat. Ia sedikit paham dengan wajah itu. “Kenal saya?” tanya Pak Sapto—supir pribadi pemilik Betamart yang tentu tak paham dengan Mas Danang. “Iya, Pak. Saya pernah lihat bapak. Ngantar Pak Bekti?” Pak Sapto menggeleng. Kedatangannya ke Magelang bukan mengantar Pak Bekti sebagaimana biasanya. Melainkan mengantarkan seseorang yang seharusnya tidak berkepentingan sama sekali terhadap gerai ini. “Saya ngantar tuan muda, Mas ... itu,” ujar Pak Sapto sambil menunjuk pria muda yang tengah berdiri menyeduh kopi bersama perempuan dengan usia sama. “Nasha?” lirih Mas Danang. Sontak Mas Danang berbalik. Tadi semua karyawan diminta mendekat. Artinya Akram juga sama. Segera Mas Danang menguasai diri. Pria itu jika tuan muda artinya putra sulung dari Pak Bekti. Atasan tertinggi di gerai ini. Maka Mas Danang wajib menyapanya. Ia pun mengabaikan Nasha yang tampak tak sadar sedang diperhatikan semua orang. “Selamat sore, Pak. Selamat datang di Betamart cabang Magelang.” Hilmi berbalik. Ia yang memang sedang berusaha menyeduh kopi special itu merasa cukup terganggu. Namun, tak bisa mengabaikan salam tadi. Terlebih ada Nasha yang duduk di sampingnya. “Emmmmm, sore. Kenal aku?” tanya Hilmi. Ia sendiri masih belum paham jika semua karyawan sudah berada pada posisinya. “Perkenalkan saya Danang—chief of store di sini,” ujar Danang mengulurkan tangan. Hilmi mengangkat cup kopi yang ia bawa. Manandakan tidak bisa menyalami Danang begitu saja. Ia justru melempar senyum pada Nasha yang terlihat canggung karena jelas mengenal Mas Danang. Gadis itu pun menunduk. “Baik kalau begitu. Apa perlu saya bantu?” tawar Danang. Hilmi menggeleng. “Tidak, terima kasih.” Danang mengangguk. Artinya kedatangan Hilmi tidak perlu menjadi pusat perhatian begini. Harusnya para karyawan tidak perlu terlalu standby dan mengabaikan pekerjaan utama mereka. “Eh, ada satu,” ucap Hilmi setelah berpikir. “Ya?” “Di sini ada karyawan bernama Danial Akram? “Ya?” tanya Mas Danang ragu akan pertanyaan itu. “Bisa tolong panggilkan?” Hilmi melirik ke arah Nasha. Ia merasa perlu melakukan itu di depan kekasihnya. Mata Nasha membulat. Itu terlalu berlebihan. Gadis itu menggeleng kecil. “Just for fun, Sha,” bisik Hilmi. “Tolong panggilkan karyawan Betamart cabang ini yang bernama Danial Akram. Saya mau ketemu,” tukas Hilmi dengan senyum mengembang. Ada hal kecil yang membuatnya tertarik melakukan hal itu. Danang terdiam. Sekarang ia bisa dengan mudah menyimpulkan maksud kedatangan putra sulung pemilik Betamart ini. Bukan untuk kunjungan atau melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan pimpinan melainkan hanya untuk bersenang-senang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN