BAB 1

1307 Kata
Sebelum baca klik subscribe terlebih dahulu, terima kasih, semoga berkenan. “Malam ini kita makan malam, sekaligus ada kejutan dari Mama untuk kalian semua. Ini baju untuk kalian, silahkan dipakai untuk nanti malam! Berdandanlah yang cantik! Nanti malam akan ada tamu istimewa.” “Kok hanya tiga, Mah? Untuk Sinta tidak ada?” tanya Monic memastikan. “Dia itu, bukan siapa-siapa. Kenapa mesti Mama kasih juga? Dia yang akan menyiapkan makan malam untuk kita. Kalian silahkan pergi ke salon! Mama sudah transfer uangnya ke rekening kalian masing-masing. Anak-anak Mama harus kelihatan cantik semua.” Sinta yang saat ini sedang berdiri di ambang pintu ruang keluarga, tentu dapat mendengar dengan jelas obrolan mereka. Sakit sudah pasti, karena dirinya tidak dianggap bagian keluarga oleh keluarga suaminya. “Kita lihat saja! Kesombongan kalian, akan kalian bayar mahal! Aku ikuti saja, sejauh mana aku sanggup mengikuti permainan ini?" “Memasak banyak untuk mereka? Sedangkan aku saja tidak dianggap. Lebih baik aku pesan saja makanannya. Masa iya aku harus capek-capek sendiri di dapur? Mama menyuruh mereka perawatan di salon. Maaf ya Mah, menantu mama ini, hanya manusia biasa yang punya rasa lelah.” Sinta gegas masuk ke kamarnya, dan mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Ia gegas memesan berbagai menu makanan yang harganya mahal untuk acara yang akan digelar di rumah mama mertuanya malam ini. Tentu saja dia tidak tahu, jika acara nanti malam adalah hari pertunangan Ardian suaminya dengan Hana mantan kekasih suaminya di masa lalu. “Sudah beres. Saatnya aku pergi sebentar. Aku akan menginap di hotel saja untuk malam ini. Urusan makanan, biarkan mama yang akan membayarnya. Toh yang datang tamunya mama bukan tamu aku. Soal kemarahan mama, ya nanti akan aku hadapi.” Sinta tidak membawa apa pun. Dia akan membeli pakaian di luar saja, agar mama mertua dan para iparnya tidak curiga. “Mau ke mana kamu, Sinta? Ingat kamu harus masak banyak buat acara nanti malam! Nanti malam kita akan menyambut tamu istimewa,” ucap Riana saat melihat Sinta memakai pakaian rapi dan memegang kunci motor. “Mau keluar sebentar Mah. Tidak lama kok, hanya sebentar saja. Sinta pamit Mah,” ucap Sinta yang langsung menyalami tangan Riana, namun tangannya ditepis kasar hingga ia mengaduh sakit. “Jangan menyentuhku! Aku alergi bersentuhan dengan orang miskin sepertimu.” “Sudah sana pergi! Ingat ya, jangan buat mama marah! Kalau nanti penyakit jantung mama kambuh, kamu yang salah,” sela Arumi. Sinta pun gegas pergi. Dia sangat bahagia bisa lolos dan tidak perlu capek masak untuk acara keluarga suaminya, yang dia sendiri tidak dilibatkan di dalamnya. “Akhirnya bisa menghirup udara bebas. Aku bisa bersantai semalam di hotel. Sebenarnya kalau aku jujur siapa aku yang sebenarnya, tentu saja keluarga mas Ardian yang materialistis itu, akan menerimaku dengan baik. Akan tetapi, justru mereka akan memanfaatkan kekayaanku nantinya. Apa pun yang aku miliki sekarang, adalah jerih payah kedua orang tuaku. Aku tidak akan membaginya sedikit pun, pada mereka yang sudah jahat dan menghinaku.” “Manusia sombong seperti mereka, sama sekali tidak berhak mendapatkan kebaikan dariku.” “Ke mana wanita sialan itu? Sudah tahu malam ini ada makan malam di rumah, bukannya cepat pulang malah sengaja pergi. Awas saja kalau kamu pulang, habis kamu, Sinta!" “Kenapa sih, Mama marah-marah? Bukannya senang keinginan Mama Ardian turuti? Kenapa Mama masih saja marah-marah?" “Mama lagi kesal. Istrimu sudah mulai berani dan membangkang perintah Mama. Mama sudah kasih tahu, supaya dia masak untuk makan malam, tetapi dia malah pergi dan tidak kunjung pulang." “Sudah Mah! Jangan marah! Sebentar lagi calon istriku akan datang. Ayo Mah, jangan marah-marah lagi!” bujuk Ardian. “Itu, belnya berbunyi. Pasti itu Hana dan orang tuanya. Sini biar Mama yang buka, 'kan Mama yang mengundang mereka kesini.” Dengan langkah cepat dan semangat yang menggebu, Riana membuka pintu, dan dia pun kaget yang datang bukanlah tamu yang ia tunggu, melainkan kurir pengantar pesanan. “Maaf, saya tidak ada pesan makanan sebanyak itu, Anda salah alamat!" “Alamatnya benar kok Bu, anak ibu yang memesan semua makanan ini.” “Anak saya, siapa? Anak saya tidak ada yang memberitahu kok, jangan mencoba menipu saya!” “Maaf Bu, saya hanya mengantarkan saja. Ibu tinggal bayar dan urusan selesai. Ibu mau saya foto, terus saya viralkan? Oang kaya, tapi pesan makanan, sudah diantar malahan tidak mau membayar." Ancaman kurir itu, seraya mengarahkan ponsel ke wajah Riana, membuat Riana mendadak pias. Riana yang merasa terancam jiwa sosialitanya, gegas masuk mengambil tas miliknya. “Ini! Pergi sana! Besok lagi, jangan mau mengantar pesanan ke sini! Saya dan anak saya, tidak merasa memesannya.” Riana memanggil ke tiga anaknya. Mereka tengah menahan tawa dan berdiri di ambang pintu. Mereka mendengar jelas obrolan sang mama mereka dengan kurir itu. “Kenapa kalian berdiri di situ? Cepat bawa masuk dan hidangkan! Mama harus merogoh uang sebelas juta untuk membayar semua makanan mahal ini. Ini pasti ulah wanita sialan itu!” Riana tak hentinya menggerutu kesal. “Sinta memang suka cari masalah. Ardian, kenapa kamu tidak pernah berniat menceraikan wanita miskin itu? Kakak sangat berharap, setelah kamu menikahi Hana, wanita itu akan menyerah dan angkat kaki dari rumah ini!" “Kalau dia pergi dari rumah ini, mau tidak mau kita harus mencari asisten rumah tangga. Kak Hana kaya raya, tidak mungkin dia kita suruh-suruh seperti Sinta," sela Arumi. “Sudah pikirkan nanti saja! Cepat angkat dan tata di meja makan! Mama mau ke kamar dulu sebentar.” Mereka pun membawa beberapa dus makanan yang telah diantar oleh kurir. Entah apa saja isi dalam dus itu, hingga Riana harus membayar begitu mahal? Sinta benar-benar sudah membuat mama mertuanya tidak bisa berkutik dan terpaksa membayar makanan itu. “Nyonya Sinta, kenapa pakaian Nyonya kumal sekali? Anda benar-benar pewaris yang rendah hati. Orang lain yang tidak sekaya Anda saja, mana mau berpenampilan sederhana, mereka selalu memakai pakaian keluaran terbaru.” “Jangan berlebihan Tasya! O iya, saya akan menginap sehari saja di sini. Tolong jangan katakan pada siapa pun jika aku di sini! Aku masih dalam misiku, Tasya.” “Nyonya ini sungguh wanita tangguh. Seharusnya Nyonya hidup bahagia, dan tinggal menikmati semuanya. Tapi apa daya, Nyonya lebih memilih hidup susah bersama keluarga suami Nyonya yang sombong itu.” Tasya memang dekat dengan Sinta, karena dia sudah hampir lima tahun bekerja di hotel milik Sinta, yang terletak tidak jauh dari perusahaan. Orang tua Sinta memang sudah kaya, jauh sebelum adanya Sinta. Itu karena mereka bisa menjaga dan mengembangkan warisan dari orang tua dan mertuanya, kini semua itu bisa Sinta nikmati hasilnya. Ini berkat kerja keras kedua orang tua Sinta di masa lalu. Tasnya sedikit banyaknya tahu tentang kehidupan bosnya itu. “Ya sudah Nyonya, silahkan istirahat! Saya mau kembali bekerja. Semoga Nyonya bisa sejenak bersenang-bersenang sejenak selama di sini.” Tasya pun lekas keluar dari kamar VIV yang biasa Sinta tempati jika dirinya ingin menginap di hotel miliknya sendiri. Sementara di rumah, Riana tengah marah besar karena kurir mengantar banyak pesanan. Dia harus merogoh uang hingga belasan juta rupiah, untuk membayar pesanan yang Sinta pesan. Makanan itu nantinya untuk menyambut tamu yang Riana bilang istimewa. “Kurang ajar! Wanita sialan! Rupanya dia pergi dan memesan begitu banyak makanan. Mama yang membayarnya. Awas saja kalau pulang, akan aku beri hukuman kamu Sinta!" “Sudah Mah! Jangan marah-marah! Lagian ini semua juga untuk menyambut calon besan dan menantu impian Mama. Mama seharusnya bahagia, karena sebentar lagi, kak Ardian akan menikah dengan kak Hana.” “Jangan pikirkan Sinta lagi Mah! Kalau dia pulang, aku kak Monic dan kak Reni akan memberinya pelajaran. Hitung-hitung sebagai ganjaran sudah berani bermain-main dengan kita. Lagian, sejak kapan wanita sialan itu berani membangkang? Biasanya dia hanya pasrah dan menurut saja.” “Nah, bel berbunyi, itu pasti Hana yang datang. Ayo cepat kita sambut kedatangan mereka! Kita harus terlihat sempurna, dan tidak boleh melakukan kesalahan di depan calon besan, dan menantu Mama itu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN