31. MULAI BERKELILING

2263 Kata
Rakha, Ega dan Qyan yang tiba di taman kanak-kanak langsung menghampiri Karin yang sedang menolong Mery dan juga Vivi. Dengan obat-obatan dan peralatan medis yang mereka punya, mereka tidak bisa menyembuhkan luka terbuka yang ada di tubuh kedua gadis itu. Keduanya bahkan sudah kehilangan banyak darah. "Bagaimana, Rin?" tanya Rakha. Karin menggeleng, tanda ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Zain yang biasanya tertidur dengan lelap, sejak tadi membantu Karin dengan apa yang ia bisa. Bahkan, ia yang membantu Karin agar gadis berwajah blasteran itu tetap tenang menangani dua korban yang sedang sekarat itu. Melihat kondisi mereka yang sekarang, mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka hanya bisa pasrah begitu juga dengan Mery dan Vivi. Namun, kedua gadis yang nyawanya kini telah berada di ujung tanduk itu malah tersenyum dengan bahagia. "Te-rima ... kasih," ucap Mery. Gadis itu berterima kasih pada Rakha dan juga yang lainnya karena telah menolongnya dan juga Vivi. Air mata pun tidak bisa dibendung, semuanya menangis. "Maaf ... kami tidak bisa berbuat banyak," ucap Rakha. Mery menggeleng, ia memakluminya. "Tak ... a-pa," kata Mery. Berbeda dengan Mery yang masih bisa berbicara, Vivi yang terlihat sangat pucat hanya bisa diam sembari menatap dengan penuh terima kasih ke arah Ega. Ia sungguh-sungguh berterima kasih pada pemuda itu. Selang beberapa menit, ajal pun menghampiri kedua gadis itu. Keduanya saling berpegangan tangan di detik-detik terakhir hidup mereka. Tangis pun kembali pecah di ruangan itu. Sebuah penyesalan kini bersarang di hati Rakha. "Maaf ...," ucap Rakha lirih. Ega yang mendengar Rakha berucap seperti itu, lantas mengusapi pundak temannya itu dengan lembut. Ia berusaha menenangkan Rakha yang sudah bisa dipastikan merasa sangat bersalah atas kematian keduanya, walau kenyataannya semua ini terjadi dengan tiba-tiba dan bukan salahnya. "Kita sudah berusaha semaksimal yang kita bisa," ucap Ega. Rakha hanya mengangguk sebagai respons atas ucapan Ega. Kini, hatinya semakin teguh ingin menyelamatkan orang-orang yang selamat di luar sana. Ia tidak ingin berlatih dan berdiam di tempat itu terlalu lama karena setiap detik waktu yang terbuang, banyak nyawa yang mungkin saja bisa ia dan teman-temannya selamatkan. Kemudian mereka berlima mengurusi jenazah Mery dan juga Vivi. Mereka mengurus dengan peralatan seadanya tanpa membersihkan keduanya terlebih dahulu karena itu tidak memungkinkan untuk dilakukan. Dan besok pagi, mereka akan menguburkan kedua jenazah itu di area taman kecil yang ada di belakang bangunan taman kanak-kanak. Mereka ingin melakukan pemakaman yang layak untuk keduanya. Setelah selesai membungkus jenazah Mery dan juga Vivi, dan lalu meletakkannya di ruangan yang ada di sebelah ruangan tempat mereka beristirahat, Rakha lantas mengumpulkan keempat temannya. Ia ingin membicarakan suatu hal yang penting pada mereka. "Aku tidak akan bertele-tele, aku akan langsung ke poinnya," kata Rakha. Semuanya melihat ke arah Rakha dengan wajah yang sangat serius. Zain ikut dalam perkumpulan itu, ia tidak tertidur. "Besok kita mulai persiapan untuk berkeliling," ucap Rakha dan lalu memandangi satu per satu temannya. Awalnya Rakha mengira keempat temannya akan terkejut dengan keputusannya itu, tapi ia salah. Ega, Qyan, Karin dan Zain, keempatnya mengangguk dengan kompak tanda mereka setuju dengan ucapan Rakha. "Kami siap!" kata Ega. "Aku juga," timpal Qyan. "Aku pun sama." Begitu juga dengan Karin. "Mereka membutuhkan pertolongan kita," ucap Zain yang tak kalah yakinnya dengan yang lain. Rakha tersenyum senang mendengar ucapan teman-temannya. "Besok pagi-pagi sekali kita persiapkan semuanya. Kendaraan, senjata, alat komunikasi, obat-obatan, makanan, minuman dan juga perlengkapan lainnya untuk kita bawa. Kita akan temukan mereka-mereka yang selamat dan lalu membawanya kemari," kata Rakha. "Aku yakin, dengan semua latihan yang sudah kita lakukan, kita pasti bisa melakukan pekerjaan ini." Rakha memandangi Ega, Qyan, Karin dan Zain dengan tatapan penuh keoptimisan. Ia tidak sedikit pun ragu dengan kemampuan teman-temannya. "Sekarang beristirahatlah, biar aku yang berjaga di sisa malam ini." Setelah Rakha berkata seperti itu, pertemuan pun dibubarkan. Ega, Qyan, Karin dan Zain langsung bergegas untuk beristirahat karena besok mereka harus bangun pagi-pagi sekali demi bisa menyiapkan semuanya. Tiga dari mereka berempat bisa langsung terlelap tidur, namun tidak untuk Ega. Pemuda itu masih sangat kepikiran dengan Zyn yang ia temui tadi. Sosok monster yang terasa tidak asing baginya. "Semoga Zyn tadi bukan salah satu dari kalian," batin Ega dan lalu berusaha memejamkan kedua matanya. Ia khawatir kalau Zyn yang ia temui tadi adalah salah satu dari ketiga sahabatnya, Nando, Alan dan Sena yang saat ini belum ia temukan. Keesokan paginya... Rakha dan Ega kini tengah berada di ruang perpustakaan untuk mencari peta sebagai penunjuk arah dan lokasi mereka. Tidak ada ponsel yang bisa mereka gunakan karena tidak ada satu pun jaringan yang bisa mereka temukan. Walaupun listrik di tempat mereka menyala, namun pusat penyedia jaringan sudah lama mati dan tidak aktif lagi. "Ketemu," kata Ega. Pemuda itu mengumpulkan beberapa buah peta yang berhasil ia temukan di salah satu bagian rak buku yang berukuran besar. "Wah, lengkap sekali," ucap Rakha. "Peta Kota Jakarta, Bogor dan--nah ini, Tangerang Selatan." Rakha langsung mengambil peta yang menunjukkan daerah tempatnya berada saat ini. Namun, Ega dengan cepat kembali merebut peta itu dari tangan Rakha. Ia kembali merapikan peta itu dan lalu memasukkannya ke dalam tas yang ia bawa. "Aku jago membaca peta, jadi biar aku yang menjadi navigator," kata Ega. Rakha pun menurut dan lalu mengizinkan Ega untuk menjadi navigator di tim mereka. Di tempat lain, Qyan sedang berjalan sendirian menuju ke sebuah ruangan. Ruangan yang menurut denah pemberian Ega, adalah sebuah ruangan rahasia tempat si pemilik sekolah menyimpan beberapa koleksi senjata miliknya. Qyan pun lantas ditugaskan oleh Rakha untuk mengambil senjata-senjata tersebut. "Apa sih yang ada di pikiran pemilik tempat ini sampai-sampai mengoleksi senjata di lingkungan yang jelas-jelas terdapat banyak sekali anak-anak?" oceh Qyan. Tak lama kemudian, Qyan pun sampai di depan pintu ruangan yang dimaksud. Pintu itu berada di balik lemari buku yang cukup besar yang mana cara untuk mengaksesnya adalah dengan mencari tombol rahasia yang tersembunyi di ruangan tempat Qyan berada saat ini. Namun, karena Qyan orangnya tidak sabaran, ia langsung menggunakan kekuatan supernya untuk menghancurkan lemari buku itu. Ledakan kekuatan supernya pun sampai terdengar di tempat teman-temannya berada. "Nah, begini kan lebih cepat," kata Qyan. Ia kemudian kembali menggunakan kekuatan supernya untuk menghancurkan pintu besi besar yang menjadi akses jalan masuk satu-satunya menuju ke ruangan rahasia yang ia tuju. JEGER!! Suara ledakan pun kembali terdengar. Rakha dan Ega yang sedang berjalan keluar dari ruang perpustakaan, merasa sedikit jengkel karena ulah Qyan yang sangat mengganggu. "Dia dulu takut menggunakan kekuatannya, tapi sekarang ia malah menggunakannya dengan seenak jidat," ucap Rakha. "Itulah Qyan, dia 11-12 dengan Nando, suka seenaknya," sambung Ega. Kembali ke tempat Qyan. Ia yang kini sudah berada di dalam ruangan rahasia, menatap sekelilingnya dengan tatapan tidak percaya. Ruangan itu benar-benar berisi banyak sekali senjata. "Aku yakin, pemilik taman kanak-kanak ini pasti adalah seorang mafia," ucap Qyan. Ia pun kini mendekati satu per satu koleksi senjata yang ada di sana. Ia harus mengumpulkan dan menyiapkan senjata-senjata yang akan mereka gunakan nanti saat berkeliling. Untung saja ia memiliki pengalaman dalam menggunakan beberapa jenis senjata dari ayahnya sehingga ia merasa familiar dengan beberapa senjata yang ada di tempat itu. Di ruang UKS, Karin yang memiliki pengetahuan lebih di bidang medis, saat ini tengah mengumpulkan obat-obatan serta perlengkapan medis lainnya yang akan ia bawa untuk misi berkeliling nanti. Ia memasukkan dan merapikan semua yang ia bawa ke dalam sebuah tas berukuran sedang yang ia temukan di tempat itu. "Sudah beres. Dengan begini aku bisa langsung menolong jika ada yang terluka," kata Karin. Walaupun obat dan perlengkapan medisnya tidak terlalu lengkap, tapi setidaknya Karin bisa melakukan sesuatu dengan bahan dan alat-alat tersebut. Di tempat yang tidak terlalu jauh dari ruangan tempat Karin berada, yaitu di ruangan khusus untuk para staf dan juga guru, Zain sedang mencari keberadaan kunci bus yang akan mereka gunakan sebagai kendaraan mereka nanti. Ia sedari tadi menguap tanda ia mengantuk, tapi untungnya ia bisa menahan rasa kantuknya demi bisa membantu teman-temannya mempersiapkan semuanya. Ia hanya berkeliling di ruangan itu sebentar dan barang yang dicari pun langsung ketemu. Ia menemukan apa yang ia cari itu di salah satu laci meja yang ada di sana. "Bagus, tinggal tunjukkan kunci ini pada Rakha," ucap Zain dan lalu menguap dengan lebar. Ia berjalan keluar ruangan sembari memutar-mutar kunci bus di tangannya. Ia ingin segera sampai di bus untuk beristirahat karena saat ini ia benar-benar sangat mengantuk. Semua orang itu kini berkumpul di area parkir bus, yang mana bus-bus yang ada di sana biasa dipakai untuk menjemput anak-anak untuk berangkat maupun pulang sekolah. Ada tiga unit bus dan tiga-tiganya mampu menampung orang yang cukup banyak. "Ini kuncinya, Kha," ucap Zain sembari memberikan kunci yang ia dapat pada Rakha. "Terima kasih. Kerja bagus, Zain." Rakha lalu mengusap pucuk kepala Zain seperti ia mengusap pucuk kepala anak kecil. "Ish, apalah kamu ini, Kha. Aku bukan anak kecil, jadi jangan usap pucuk kepalaku seperti itu." Zain protes. Sembari tersenyum, Rakha pun berkata, "Tapi kamu lebih muda daripada aku dan bahkan kamu yang termuda di sini. Jadi wajar kalau aku memperlakukanmu seperti seorang adik dan anak kecil." Sembari cemberut, Zain pun membalas perkataan Rakha. "Tapi aku tidak mau diperlakukan seperti itu. Aku mau diperlakukan seperti orang dewasa." Mendengar ucapan Zain, Rakha pun menganggukkan kepalanya. "Oke-oke, Zain si pria dewasa," ucap Rakha. Zain pun tersenyum senang. Ia ingin dianggap seperti pria dewasa, tapi senyumnya malah terlihat seperti senyum seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan sebungkus permen. Kini Rakha membuka pintu bus dan lalu mereka semua masuk ke dalamnya. Setibanya di dalam, Rakha langsung mengabsen apa-apa saja yang berhasil rekan-rekannya itu dapatkan. Tapi saat ia baru saja ingin berbicara, Zain yang sudah sangat mengantuk langsung berjalan ke arah kursi belakang dan lalu tidur di sana. Rakha dan yang lain pun memakluminya. "Aku dan Ega mendapatkan peta dan penunjuk arah yang sangat lengkap. Kita tidak akan tersesat selama berkeliling nanti," kata Rakha membuka percakapan. "Ega pun akan menjadi navigator kita karena dia yang paling hebat dalam membaca peta," tambahnya. Kemudian ia beralih untuk menanyai teman-temannya yang lain. "Bagaimana dengan kalian? Apakah kalian mendapatkan semua yang kita butuhkan untuk misi berkeliling ini?" tanya Rakha. Qyan dengan dua tas besar yang dibawanya, langsung menunjukkan semua senjata yang berhasil ia dapatkan. "Semua senjata yang aku bawa ini hanya senjata yang aku tahu cara penggunaannya," ujar Qyan. Rakha berjongkok dan lalu melihat-lihat senjata serta amunisi yang ada di salah satu tas besar yang Qyan bawa. "Aku tahu cara menggunakan pistol ini, tapi tidak dengan yang ini," kata Rakha sembari menunjuk pistol yang dimaksud. "Ajari aku selama perjalanan ya, Qyan," tambahnya. Qyan pun hanya mengangguk dan kemudian Rakha beralih ke Karin. Gadis cantik berwajah blasteran dengan sifat pemberontak itu kini menunjukkan tas serta kotak obat yang ia bawa dari ruang UKS. Namun ia bilang pada Rakha kalau perlengkapan medis yang mereka punya tidak terlalu lengkap, jadi mungkin ia hanya bisa menyembuhkan luka yang tidak terlalu berat. "Tidak masalah, Rin. Setidaknya kita punya tenaga medis serta perlengkapannya di dalam misi berkeliling kita ini. Nanti jika kita menemukan sebuah rumah sakit atau apotek, kita usahakan untuk mampir ke sana," kata Rakha. Setelah beberapa hal penting tadi, Rakha menunjukkan sebuah alat pemancar radio dua arah yang ia dan Ega temukan. Dengan alat itu mereka bisa menghubungi orang-orang yang ada di luar sana jika orang-orang tersebut juga memiliki alat komunikasi yang bisa menerima sinyal panggilan radio dari mereka. Dengan ini, mereka akan lebih mudah untuk menemukan keberadaan orang-orang yang selamat di luar sana. Semua perlengkapan untuk misi sudah lengkap dan kini, Qyan yang menjadi pengemudi bus bersiap untuk menyalakan mobil berukuran besar itu. Namun, ketika ia baru saja memanaskan mobil, ia memikirkan tentang kondisi mobil mereka yang mana bukan termasuk ke dalam jenis mobil perang yang kuat dan tahan akan serangan. "Apakah kita akan baik-baik saja menggunakan mobil bus ini?" tanya Qyan. Dengan yakin, Rakha pun menjawab, "Tenang saja, mobil ini memang tidak memiliki persenjataan yang lengkap seperti mobil baja Barakuda, tetap kita memiliki dua orang berkekuatan super yang bisa membuat mobil ini jadi tidak dapat disentuh ataupun dilihat." Rakha lalu menatap ke arah Ega dan juga Karin. Ya, dia sudah memikirkan sebuah rencana untuk menggunakan kekuatan super keduanya demi melindungi keberadaan mobil bus yang mereka tumpangi ini. "Dengan kekuatan super Ega, mobil bus bisa menembus objek apa pun yang menghadang di luar sana, termasuk serangan dari para monster mutasi." "Sedangkan untuk Karin, kita bisa menggunakan kekuatan supernya untuk membuat mobil ini jadi tidak terlihat. Kita akan tetap aman selama berkeliling tanpa harus takut menarik perhatian para monster." "Tunggu sebentar. Maksudmu, kamu ingin aku dan Karin terus menggunakan kekuatan super kami selama berkeliling?" tanya Ega. Rakha menggeleng. "Kalian hanya harus menggunakan kekuatan super kalian jika kita bertemu dengan para monster saja," jawab Rakha. "Tapi ... apa kamu yakin aku dan Ega bisa melakukannya?" Kini Karin yang bertanya. Ia terlihat sedikit ragu dengan kemampuannya sendiri. Dengan yakin, Rakha pun menjawab, "Kalian sudah berlatih sangat keras dan aku yakin, kalian pasti bisa melakukannya." Ia menatap Ega dan juga Karin dengan sorot mata yang amat sangat yakin. Ia begitu percaya dengan kemampuan keduanya yang kini sudah meningkat cukup pesat. "Percaya padaku, kalian pasti bisa," tambahnya. Ega dan Karin pun mengangguk dengan yakin. Karena perkataan Rakha, keraguan yang mereka rasakan pun menghilang dan kini berganti menjadi sebuah keyakinan. Mereka sangat yakin kalau mereka bisa melindungi mobil bus yang mereka gunakan ini dengan sangat baik. Qyan yang sebelumnya bertanya mengenai bus yang ia dan teman-temannya tumpangi ini pun ikut merasa yakin dengan apa yang akan terjadi ke depannya nanti. Ia yakin dan percaya pada ucapan Rakha yang bilang mereka akan baik-baik saja dengan mengandalkan kekuatan super Ega dan juga Karin. "Aku tidak khawatir lagi sekarang," kata Qyan. Kini semuanya sudah siap. Sekarang waktunya bagi mereka untuk menyelamatkan orang-orang yang selamat di luar sana. "Kalau begitu, ayo kita berangkat," ucap Rakha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN