Di taman kanak-kanak tempat Rakha dan teman-teman sekelasnya berada, Karin tengah mempersiapkan makan siang untuk mereka semua. Taman kanak-kanak tempat mereka mengungsi benar-benar memiliki fasilitas yang sangat lengkap, termasuk dapur dan peralatan masaknya. Wajar saja, karena tempat ini memang diperuntukkan bagi anak-anak orang kaya yang mana memiliki uang yang sangat banyak.
Karin yang adalah satu-satunya wanita di tim itu, memiliki kemampuan memasak yang cukup baik. Walaupun ia sedikit tomboi, tapi ia tidak melupakan kebiasaan yang seharusnya wanita bisa lakukan, yaitu memasak.
Di dapur, ia ditemani oleh Qyan. Pria jangkung dengan wajah yang galak itu membantu Karin untuk menyiapkan semuanya.
"Ambilkan aku kaldu ayam," pinta Karin.
Gadis cantik itu meminta tanpa menatap ke arah Qyan.
"Kan di sana ada," ucap Qyan sembari menunjuk ke rak bumbu yang ada di sebelah Karin.
"Itu kaldu sapi, yang aku butuhkan kaldu ayam!" kata Karin dengan sedikit galak.
Sama seperti Adipati dan Nando, Karin dan Nando cs juga tidak akur walau mereka tinggal di satu tempat yang sama. Mereka selalu saja saling berbicara dengan nada suara yang terdengar ketus dan juga agak meninggi.
"Ish! Wanita benar-benar menyusahkan!" balas Qyan tak kalah ketus.
Dengan perasaan kesal, Qyan berjalan ke rak kayu yang ada di tempat yang berlawanan dari tempat Karin memasak. Ia membuka pintu rak dengan kasar, mengambil kaldu ayam yang Karin minta dan kemudian menutup kembali rak tersebut dengan tak kalah kasar seperti saat ia membukanya tadi.
Karin yang mendengar ada suara berisik di tempat Qyan berada, lantas menghentikan kegiatan memasaknya sebentar dan lalu menatap ke arah Qyan.
"Kalau kamu bersikap begitu, kamu tidak akan dapat jatah makan!" Karin melotot ke arah Qyan.
Qyan hanya berdecih dan lalu melempar kaldu ayam yang ia ambil pada Karin.
"Kau menyebalkan!" ucap Qyan dan lalu kembali menunggu Karin memasak.
Karin pun kembali melanjutkan kegiatan memasaknya walau hatinya merasa sangat jengkel.
"Kenapa aku harus bertemu dengan dia dan Ega? Kenapa bukan Adipati?!" batin Karin di tengah aktivitas memasaknya.
Walaupun sama-sama merasa jengkel dan selalu terjadi adu mulut di antara keduanya, tapi mereka selalu menyiapkan masakan untuk mereka makan bersama. Karin yang memasak, Qyan yang mengambilkan apa saja yang Karin butuhkan. Benar-benar aneh.
Di pos pengawasan tempat Rakha dan Ega berada, keduanya mengawasi area sekitarnya untuk memeriksa apakah ada Zyn yang mendekat atau malah ada manusia yang selamat, yang membutuhkan pertolongan mereka. Keduanya sudah melakukan tugas mereka selama berjam-jam dan untungnya tidak ada hal apa pun yang terjadi.
Selama menjalankan tugas, baik Rakha maupun Ega tidak saling berbicara. Keduanya hanya mengawasi area sekitar tanpa ada di antara mereka yang saling menganggap keberadaan masing-masing.
Hubungan keduanya tidak terlalu baik karena permasalahan mereka di sekolah. Ya, apa lagi kalau bukan masalah perihal kubu Adipati dan kubu Nando. Dua kubu yang saling bertentangan itu. Apalagi Rakha dan Ega adalah orang kepercayaan dari kedua pemimpin kubu, jadi wajar kalau keduanya kini tidak saling berbicara ataupun saling memperhatikan.
Namun, karena Rakha adalah orang yang tidak suka terlalu diam, apalagi jika ada orang di sampingnya, maka, ia pun mulai membuka percakapan dengan Ega.
"Sejak kapan kamu ada di sini?" tanya Rakha.
Ia bertanya tapi tidak menoleh sedikit pun ke arah Ega.
"Tiga hari yang lalu," jawab Ega singkat.
Sama seperti Rakha, Ega tidak menoleh sedikit pun ke arah Rakha. Ia tetap melihat lurus ke arah depan.
Rakha pun hanya mengangguk mendengar jawaban Ega dan kemudian ia kembali melontarkan pertanyaannya pada remaja berwajah seperti karakter manga itu.
"Bagaimana caranya kamu bisa bertemu dengan yang lainnya? Apakah kalian bertemu secara tidak sengaja atau kalian saling menghampiri satu sama lain?" Kini Rakha sedikit menoleh ke arah Ega.
Rakha awalnya mengira Ega tidak akan menjawab pertanyaannya yang kedua, tapi ternyata ia salah. Ega menjawabnya dengan santai.
"Aku menghampiri Qyan karena rumah kami lumayan dekat, sedangkan Karin dan Zain, aku tidak sengaja bertemu dengan mereka berdua di tengah usaha aku dan Qyan mencari tempat berlindung," ujar Ega.
Kekakuan di antara mereka sedikit demi sedikit menghilang. Mereka berdua yang awalnya saling tidak melihat maupun melirik, kini mulai saling tatap sembari melanjutkan obrolan mereka.
"Kekuatan super apa yang kamu punya?" tanya Ega.
Kali ini ia yang melontarkan pertanyaan pada Rakha.
"Teleportasi," jawab Rakha. "Kamu?" tanyanya balik.
"Menembus objek," jawab Ega.
Ia kemudian menunjukkan kemampuan supernya dengan menembus jeruji-jeruji besi yang ada di hadapannya menggunakan tangannya.
Rakha merasa kagum dengan kekuatan Ega. Ia berpikir dengan kekuatan yang Ega miliki, Ega tidak akan bisa dilukai ataupun terluka karena dirinya bisa menembus apa pun dengan sangat mudah.
"Kekuatanmu akan sangat berguna untuk melarikan diri dari monster-monster pemakan daging itu," kata Rakha.
"Kamu juga," balas Ega.
Keduanya pun meneruskan percakapan mereka. Walaupun masih ada dinding pembatas di antara keduanya yaitu berupa kecanggungan, tapi mereka tidak sekaku dan secanggung tadi.
Hingga akhirnya, percakapan pun mulai memasuki perihal Adipati dan Nando. Baik Rakha maupun Ega, keduanya sangat memikirkan keadaan kedua orang itu.
"Aku sangat memikirkan Adipati dan juga keluarganya," ucap Rakha. "Aku sangat berharap mereka masih hidup dan kini sedang berlindung di suatu tempat di luar sana." Rakha memandang ke depan dengan ekspresi wajah yang penuh harap.
"Aku juga. Aku sangat memikirkan Nando. Dia sempat cerita tentang anjingnya yang bertingkah aneh. Aku takut kalau ...."
Kata-kata Ega tiba-tiba saja terhenti. Seperti ada sesuatu yang ia pikirkan tentang sahabatnya Nando.
Rakha yang paham dengan apa yang sedang Ega pikirkan, lantas memegangi pundak Ega sembari mengusapnya dengan lembut. Ia mencoba untuk menenangkannya.
"Nando akan baik-baik saja," ucap Rakha. "Begitu juga dengan kedua sahabatmu yang lain," tambahnya. "Percayalah padaku."
Rakha menatap Ega dengan tatapan optimisnya. Ia ingin menyemangati orang yang saat ini masih berstatus sebagai musuhnya di sekolah.
Mendengar ucapan semangat dari Rakha, Ega pun kini melebarkan senyumnya, ia juga menganggukkan kepalanya singkat tanda ia mengiyakan semua perkataan Rakha.
"Terima kasih," kata Ega yang kini perasaannya mulai sedikit membaik.
Tak lama setelahnya Qyan datang ke tempat mereka. Qyan dengan wajah yang bosan sekaligus kesal itu, kemudian mengajak keduanya untuk masuk ke dalam karena kegiatan makan siang akan segera dilaksanakan.
"Makanan sudah siap, ayo masuk ke dalam," ajak Qyan.
Ia hanya menatap ke arah Ega dan mengabaikan keberadaan Rakha yang juga ada di sana. Kemudian ketiganya pun masuk ke dalam dengan Rakha yang berjalan di barisan paling belakang. Ia tidak mau berdekatan dengan kedua orang itu karena aura Qyan terasa sangat menyebalkan dan itu membuat Rakha sangat risi.
Sesampainya mereka di ruangan utama yang dijadikan sebagai tempat mereka untuk tinggal, seluruh hidangan telah Karin sajikan dan siap untuk disantap.
"Zain, bangun, ayo makan dulu." Karin mengguncang-guncang tubuh Zain dengan kuat.
Remaja yang hobi tidur itu seketika membuka kedua matanya karena terganggu. Ia kemudian meregangkan tubuhnya yang kini terasa sangat pegal. Rakha yang melihat Zain baru bangun, lantas menyapanya.
"Wey, selamat siang, Pangeran Tidur."
Zain yang baru saja terbangun hanya tersenyum, merespons panggilan Rakha. Ia terlihat sangat imut ketika tersenyum seperti itu.
Kini kelima orang itu telah mengelilingi hidangan yang Karin buat. Rakha begitu memuji kehebatan Karin yang mampu memasak hidangan yang terlihat lezat seperti ini.
"Kamu hebat, Rin. Aku yakin masakanmu pasti rasanya sangat lezat," puji Rakha.
Karin yang mendapat pujian seperti itu, dengan cepat langsung merendah.
"Ah, biasa saja kok, rasa masakanku tidak seenak masakan buatan restoran," kata Karin.
"Tapi aku sangat kagum dengan kemampuan memasakmu ini. Kamu benar-benar seorang perempuan yang hebat," puji Rakha untuk kedua kalinya dan itu sukses membuat Karin tersipu malu.
Qyan yang melihat Rakha terus memuji Karin, dengan begitu sopannya langsung menyendok lauk yang ada di depannya. Ia menyendok satu per satu lauk sembari berkata sesuatu pada Rakha dan juga Karin
"Jangan terlalu banyak bicara, cepat makan. Syukur-syukur kita masih bisa makan walau dengan lauk yang memiliki rasa sebiasa ini."
Karin seketika memanyunkan bibirnya mendengar ucapan Qyan. Perempuan berwajah blasteran itu begitu jengkel dengan pemuda jangkung yang secara halus menyindir rasa masakannya itu.
"Letakkan kembali apa yang kamu sendok! Aku tidak sudi masakanku dimakan olehmu!" ucap Karin.
Namun, Qyan mengabaikan omelan Karin dan lalu dengan santai memakan masakan Karin yang kini tampak penuh di piringnya.
"Dasar tidak tahu diri!" omel Karin.
"Biar," balas Qyan.
Rakha dan Ega dengan kompak menggelengkan kepala mereka, sedangkan Zain mulai mengambil piring yang disediakan dan lalu menyendok satu per satu lauk yang ada di depannya.
"Mereka sudah biasa seperti ini," bisik Ega pada Rakha.
"Hem, sepertinya aku harus mulai membiasakan diri," balas Rakha yang juga berbisik.
Lalu mereka berdua beserta Karin mengambil piring dan kemudian menyendoki lauk untuk mereka makan. Kegiatan makan siang pun berjalan dengan khusuk. Rakha yang baru kembali bisa makan enak, merasa sangat bersyukur karena ia dapat bertemu kembali dengan teman-temannya. Namun, ia tetap saja masih kepikiran dengan yang lainnya, khususnya Adipati dan juga keluarganya.
Di tengah-tengah aktivitas makan yang sedang mereka lakukan, Rakha yang sejak awal memiliki sebuah ide untuk menjadi pahlawan dengan menolong siapa saja yang selamat di luar sana, lantas menyuarakan idenya itu pada keempat orang yang lainnya.
"Teman-teman, aku memiliki sebuah ide," ucap Rakha.
Keempat orang yang sedang makan itu seketika menatap ke arah Rakha.
"Ide?" tanya Karin.
Rakha mengangguk dan lalu berkata, "Ayo kita selamatkan orang-orang yang selamat di luar sana dengan kekuatan super yang kita miliki."
Karin, Ega, Qyan langsung membuka lebar-lebar kedua matanya mendengar ide yang Rakha suarakan, sementara Zain mengangguk beberapa kali sembari makan. Entah ia setuju atau hanya tertarik dengan ide tersebut.
"Kau gila?! Aku tidak ingin membahayakan nyawaku untuk menolong orang-orang yang ada di luar sana! Aku tidak ingin mati!" ucap Qyan ketus.
Karin pun berpikiran hal yang sama dengan Qyan, namun ia tidak sefrontal Qyan dalam menyampaikan pendapatnya.
"Qyan benar. Untuk bisa selamat dari serangan monster pemakan daging saja aku sudah sangat kesulitan, jadi merupakan ide yang sangat buruk jika aku malah mendekati para monster ini lagi hanya untuk menyelamatkan nyawa-nyawa lain yang belum tentu bisa aku selamatkan," kata Karin.
Rakha yang masih bersikeras dengan idenya tersebut, lantas kembali mengemukakan pendapatnya.
"Ayolah teman-teman, kita punya kekuatan super dan pasti kita bisa melawan monster-monster menyebalkan itu untuk menyelamatkan mereka-mereka yang membutuhkan bantuan kita."
Ega yang satu pemikiran dengan Qyan dan Karin, kini ikut buka suara mengenai ide Rakha yang terbilang cukup ekstrem itu.
"Kita memang punya kekuatan super, tapi kita tidak dilatih untuk bertarung menggunakan kekuatan super kita, apalagi untuk melawan monster-monster yang memiliki kemampuan menyembuhkan diri yang sangat cepat itu."
Ega mengemukakan pendapatnya sembari menatap Rakha yang saat itu juga tengah menatapnya.
Rakha masih bersikeras dan kini kembali mencoba mendorong teman-temannya untuk ikut dalam ide briliannya ini.
"Kita bisa melatih kekuatan super kita. Asal kalian tahu, aku yang tidak terlalu pandai dalam bela diri ini berhasil mengalahkan satu dari ratusan monster itu dalam pertarungan satu lawan satu dengan hanya bermodalkan sebuah potongan besi berujung runcing yang aku temukan di lokasi tempat aku bertarung."
Keempat orang itu kini menatap Rakha dengan sangat serius, kecuali Zain yang menatap Rakha, tapi masih dengan memakan makanan yang ada di piringnya.
"Kalian berlatih bela diri bukan? Bahkan kalian juga ada yang dalam tahap menjadi seorang atlet. Pasti kemampuan bertarung kalian jauh lebih baik daripada aku."
Karin yang masih sangat ragu dengan ide Rakha, lantas mengemukakan lagi rasa kekhawatirannya yang mungkin juga dirasakan oleh Ega dan juga Qyan.
"Aku benar-benar tidak yakin Kha, aku rasa kita tidak akan bisa melakukan hal ini. Kita tidak bisa menjadi pahlawan bagi orang-orang yang ada di luar sana karena kita sendiri juga butuh diselamatkan sekarang," ucap Karin.
Ega dan Qyan mengangguk tanda keduanya setuju dengan ucapan Karin dan itu membuat Rakha jadi mengembuskan napasnya dengan berat. Ia kemudian mencari cara lain agar teman-temannya itu mau ikut dalam ide serta rencana mulianya ini. Karena menurutnya, hanya mereka yang bisa menolong orang-orang selamat yang ada di luar sana karena mereka memiliki kelebihan yang mungkin saja tidak semua orang miliki saat ini. Dan di saat ia tidak memiliki satu pun kata-kata untuk diucapkan lagi, sosok Adipati, Kartini, Ayah dan Bunda tiba-tiba saja terlintas dalam pikirannya.
"Aku selalu berpikir ... apakah Adipati dan keluarganya selamat di luar sana atau tidak. Apakah mereka saat ini dalam kondisi yang baik-baik saja atau tidak. Dan apakah ... mereka berada di tempat yang aman sekarang atau tidak. Aku selalu memikirkan hal-hal itu," kata Rakha.
Ia kemudian menatap Karin dan Zain, yang ia tahu keduanya pasti sama-sama memikirkan tentang Adipati. Setelah itu, ia beralih menatap Ega dan Qyan yang saat ini juga tengah menatapnya.
"Apakah kalian tidak memikirkan teman-teman kalian yang lain, yang kini entah mereka selamat atau tidak, berada di mana dan dalam kondisi yang bagaimana? Apakah kalian tidak memikirkan mereka?"
Ega dan Qyan terdiam, namun di dalam hati mereka, mereka mengiyakan ucapan Rakha. Mereka sangat mengkhawatirkan Nando, Alan dan juga Sena. Tiga teman yang kini entah berada di mana dan dalam kondisi yang bagaimana. Entah mereka masih hidup, mati atau malah berubah menjadi Zyn.
"Semenjak aku mendapatkan kekuatan superku ini, aku langsung berniat untuk mencari keberadaan Adipati beserta keluarganya, menyelamatkan mereka, membawa mereka ke tempat yang aman dan lalu berlindung di sana sampai semua masalah ini berakhir."
"Aku sangat yakin, dengan kekuatanku ini, aku bisa menolong dan melindungi Adipati beserta keluarganya yang mana mereka sejak dulu selalu melindungi, menjaga dan juga merawatku dengan sangat baik."
Rakha lalu menatap satu per satu teman-temannya secara bergantian.
"Tapi setelah aku bertemu dengan kalian yang ternyata juga memiliki kekuatan super sepertiku, niatan untuk bertemu dan menyelamatkan Adipati pun semakin berkembang hingga muncullah ide untuk menyelamatkan nyawa orang-orang yang selamat di luar sana. Karena aku yakin, kita bisa melakukannya."
"Coba bayangkan, berapa banyak orang-orang selamat yang ketakutan di luar sana, mungkin termasuk Adipati, Nando dan juga yang lainnya, yang menunggu pertolongan datang pada mereka. Tetapi pertolongan itu tidak kunjung datang sehingga mengakibatkan mereka meninggal entah itu karena kelaparan, kehausan, infeksi luka, atau malah karena serangan monster."
"Mereka tidak bisa berbuat apa-apa, mereka hanya bisa pasrah. Tapi, coba lihat kita. Aku, kamu, kita berlima, kita semua memiliki kekuatan super. Kita bisa melawan para monster dengan kekuatan kita. Aku menghabisi nyawa satu monster, sedangkan kalian bisa kabur dan menghindar dari monster yang mau menyantap kalian dengan kekuatan super yang kalian miliki. Coba bayangkan, betapa bersyukurnya orang-orang yang tidak bisa berbuat apa-apa ini jika kita datang menyelamatkan mereka. Kita bisa jadi adalah harapan terakhir mereka. Harapan untuk menolong mereka."
Karin, Ega dan Qyan yang sebelumnya bersikeras menolak ide Rakha, secara perlahan mulai sejalan dengan Rakha. Mereka membenarkan semua ucapan Rakha, khususnya soal kekuatan super yang mereka miliki.
Ega yang sebenarnya memiliki niatan yang sama seperti Rakha yaitu untuk mencari dan menyelamatkan teman-temannya yang lain, kini mulai memiliki dorongan yang sangat kuat pada niatan awalnya itu.
"Aku ingin bertemu dengan Nando," kata Ega. "Dan aku juga ingin bertemu dengan Alan dan Sena. Aku ingin menolong dan juga menyelamatkan mereka dengan kekuatan super yang aku miliki," tambahnya.
"Aku akan ikut dalam ide dan rencanamu ini," ucap Ega dengan yakin.
"Saat kamu berbicara panjang lebar tadi, aku membayangkan Nando, Alan dan juga Sena yang mungkin saja sekarang masih hidup, namun dalam keadaan yang ketakutan dan juga dengan luka di tubuh mereka. Dan di saat yang bersamaan pula, aku memikirkan nasib dari orang-orang selamat yang mungkin saja dalam keadaan yang sama persis seperti apa yang aku bayangkan pada diri Nando, Alan dan Sena."
"Aku tidak bisa membiarkan mereka dalam keadaan seperti itu di saat aku memiliki sebuah kelebihan seperti ini."
Sorot mata Ega memancarkan kepedulian yang sangat tinggi. Sosoknya yang suka membuli bersama dengan Nando cs yang lain, ternyata memiliki rasa kepedulian dan empati seperti ini.
Karin dan Qyan yang sedari tadi diam, akhirnya ikut bergabung dalam ide dan rencana yang Rakha buat. Mereka sama-sama tidak tega seperti Ega yang tidak bisa membiarkan orang-orang malang di luar sana pasrah begitu saja dengan keadaan di saat mereka memiliki kemampuan untuk menolong.
"Aku ikut dalam idemu, Kha," kata Karin.
"Aku juga," timpal Qyan.
Mendengar teman-temannya ikut serta dalam idenya ini, Rakha pun langsung melebarkan senyumnya. Ia merasa sangat senang. Kemudian ia menatap ke arah Zain yang saat ini masih fokus dengan kegiatan makannya.
"Bagaimana denganmu, Zain?" tanya Rakha.
"Aku ikut. Sejak awal aku sudah setuju dengan idemu," jawab Zain.
Rakha pun kembali melebarkan senyumnya. Kini keempat orang temannya telah bersedia untuk bergerak, membantu mereka-mereka yang membutuhkan pertolongan di luar sana.
"Bagus, kalau begitu, kita harus mulai melatih kekuatan super kita. Kita tidak boleh sampai kalah oleh para monster menyebalkan itu," ucap Rakha semangat dan lalu diangguki oleh yang lainnya.
Kini, satu tim penyelamat pun terbentuk, apalagi tim ini berisikan remaja-remaja berkekuatan super yang sudah dipastikan akan jauh lebih kuat dan hebat bila dibandingkan dengan pasukan bersenjata yang hanya mengandalkan senjata.
Namun, apakah mereka bisa sepenuhnya menguasai kekuatan super yang mereka miliki? Dan, bagaimana cara mereka memulai menyelamatkan orang-orang ini? Apakah rencana ini akan berjalan dengan lancar atau malah sebaliknya? Hanya Rakha dan timnya yang tahu.