Hari ini Bram begitu bersemangat. Tampilannya tampak berubah! Ia memakai parfum maskulin dan menyisir rambutnya rapi. Dengan pedenya ia menyalakan ninjanya lalu berhenti di depan rumah Ana.
"Ana," Panggilnya dengan riang.
Sungguh,kalau orang lagi kasmaran anehnya gak ketulungan.
"Iyaa,mah Nana berangkat dulu ya.." Balas gadis berkacamata itu seraya membuka gerbang.
Mereka saling bertatapan lalu tersenyum. Ana menutup gerbang itu lalu naik ke ninja milik Bram.
"Udah siap?" Tanya Bram sambil memegang tangan Ana. Berusaha menopangnya supaya tidak jatuh.
Gadis berambut lurus itu hanya menggangguk. Lalu dengan perlahan mereka mulai melawan angin.
Tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir mereka. Yang terdengar hanyalah suara keramaian pagi.
Bram melirik Ana dari kaca spion. Hendak merangkai kata untuk membuka percakapan.
"Gimana kabar Lo?" Tanyanya yang memecahkan keheningan diantara mereka.
Ana mendongakkan kepalanya lalu melihat kearah spion itu juga.
"Uda sehat kok,makasih ya." Jawabnya lembut seraya mengulum senyum indahnya.
Bram bernafas lega. Entah kenapa hatinya begitu senang.
"Untuk apa?" Tanyanya lagi.
Ana tertawa kecil,ia menepuk pundak Bram.
"Untuk semuanya. Gak usah nanya lagi. Bilang sama-samanya di hati aja." Balasnya lagi.
Sepanjang perjalanan mereka hanya diam. Terkadang tersenyum dan tenggelam dalam halusinasi masing-masing. Tak terasa, mereka sudah sampai di parkiran.
Ana turun lalu menunggu Bram melepas helmnya. Setelah itu mereka berjalan berdua, menghasilkan gosip hangat disepanjang jalan.
Sesampainya dikelas,orang yang paling sering mengganggu kehidupan Ana menyambutnya deluan.
"Elo udah sembuh? Cepat banget?Kalau gue mah,bakalan libur seminggu."
Ana hanya merespon lelaki itu dengan tatapan malas dan senyuman terpaksa.
"Iya Koko,gue udah sehat kok. Makasih karena elo udah perhatian. Tolong jangan ganggu gue buat hari ini aja,plissss!" Ana meletakkan tasnya lalu merapatkan kedua tangannya.
Seolah berharap supaya Koko tidak membuat keributan setidaknya untuk hari ini.
Koko hanya tersenyum,ia berjalan ke meja Ana dan berdiri dihadapannya.
"Iya,apa sih yang enggak buat Lo calon mantan bininya Diko yang paling cantik sejagad?Sedangkan elo minta gue jatuh dari gunung aja,gue gak bakalan ngelakuin. Karna gue takut mati!" Katanya diiringi ekspresi gila yang selalu membuat Ana frustasi.
Bram yang sedari tadi hanya diam duduk di kursinya, menonton adegan yang mungkin sering terjadi pada mereka. Mata elangnya yang indah tidak pernah terlepas dari Ana. Setiap kali ia begitu, terukir sebuah senyuman manis di bibirnya.
Koko mendekatkan wajahnya ke arah Ana.
"Kemaren ada yang nyariin elo, katanya dia kangen berat sama Lo." Mata Koko begitu meyakinkan.
Ana menoyor jidatnya garang.
"Iihhh,kan udah gue bilang,jangan ganggu gue buat satu hari ini dulu. Otak gue masih lemah buat mikirin hal abstrak dari setiap perkataan Lo.udah sana!" Ana mulai terlihat emosi.
Begitulah Koko,yang tidak bisa mengganggu Ana dalam sehari saja.
"Tunggu, tunggu dulu. Lo tau gak,siapa yang kangen berat sama Lo?" Tanya Koko lagi.
"Enggak tau Koko ganteng dan terlaris sejagad,emang siapa?"balas Ana dengan mata malas.
Koko mendekatkan wajahnya lagi,kali ini bibirnya tepat berada di samping telinga Ana. Gadis itu jantungan. Kemudian Koko berbisik lembut, nafasnya membuat bulu kuduk Ana merinding.
"Yang kangen sama elo itu.....Udin," Ucapnya lalu tertawa besar sambil berlari ke luar kelas.
"Kokooooo!!!" Ana berteriak kuat,ingin rasanya ia menendang Koko ke benua Afrika.
Bram langsung tertawa ketika melihat tingkah gadis berkacamata itu. Tawanya yang membuat siapa saja merasa nyaman seketika terhenti karena Ana menatap tajam kearahnya.
"Apa Lo?Mau nyari masalah juga kayak si manusia abstrak itu?" Tanya Ana dengan nada mengintimidasi.
Bram menggelengkan kepalanya,
"Enggak,gue gak bisa kepikiran aja kalau mas Udin kangen sama Lo!" Balasnya yang membuat mata Ana membulat.
"Elo itu mas Udin," Bentak Ana lalu membuka bukunya.
Padahal belum bel, tetapi karena sudah kenyang sarapan emosi ia membaca bukunya.
Bram sontak terdiam. Matanya kembali melihat kearah Ana.
Iya princess,memang guelah si udinnya, gue kangen berat sama Lo seharian. Lo bener banget!
Bel berbunyi! Seperti biasa, semua siswa berbaris lalu masuk kelas dan belajar. Hari ini kelas sebelas IPA dua belajar kimia. Mereka mengumpul tugas dan belajar mengenai enthalpi.
Ana mengerjakannya dengan fokus. Saking fokusnya,ia sampai tidak sadar kalau rambutnya sudah berantakan. Sambil menekan angka di kalkulator ungunya, sesekali Ana menarik atau menggaruk kepala. Yah,kebiasaannya setiap kali ia mengerjakan tugas yang sulit.
"Ana," Panggil seseorang di sampingnya yang dari tadi melihat dirinya.
Ana tidak menghiraukannya. Matanya tetap terfokus pada buku tebal dan sistem periodik unsur di tangannya.
"Ana,"Panggilnya lagi karena tidak mendapat respon dari gadis disampingnya itu.
Ana hanya berdehem lalu menaikkan kacamatanya. Melihat respon itu , dengan nekad Bram memegang tangan gadis berambut berantakan itu.
"Ana," Ulangnya sambil menatap lekat mata Ana.
Ana yang terkejut langsung membesarkan matanya. Dengan cepat ia menepis tangan Bram lalu menarik nafas untuk berteriak marah.
"Sssssssttttt,jangan marah!Dengerin gue dulu," Potong Bram seraya meletakkan jari telunjuknya dibibir Ana.
Kembali gadis berwajah merah padam itu menarik nafasnya.
"What the," Tiba-tiba saja perkataannya terhenti karena sesuatu telah terjadi.
"Rambut Lo berantakan banget!Sedangkan Professor aja masih sempat ngeritingin rambut. Masa Lo enggak?" Katanya sambil melepas ikatan rambut Ana dan merapikan rambutnya.
Kemudian Bram mengikatnya lagi dengan rapi.
Kelas menjadi hening! Semua mata hanya tertuju pada adegan yang langka itu. Ana yang membisu seketika tak bernafas menahan malu. Pipinya yang merona mulai memerah. Bibirnya belum bisa bergerak!
Lama kelamaan kelas menjadi ricuh. Semua siswa berbicara,semuanya! Hingga tak ada satupun yang jelas untuk didengar.
Ana menatap tajam sekaligus malu kepada Bram. Bibirnya mulai bergetar namun dipaksanya.
"Kok elo sesuka hati banget megang rambut gue?Emangnya elo siapa? Biar Lo tau, Professor itu bukan ngeritingin rambut,tapi memang udah gennya aja berambut keriting." Omelnya kuat,tanpa berhenti,bernada marah campur malu,dengan mata mulai berkaca-kaca.
Bram langsung terdiam. Tak disangka perbuatannya tadi malah membuat Ana marah.
"Gue minta maaf banget Na,gue gak kepikiran sampe situ. Plissss maafin gue!"
"Sampe kesitu apanya?Udah jelas Lo ikat rambut gue tadi."
"Yang professor bergen rambut keriting." Balas Bram gak kalah gilanya sama Koko yang sering mengganggu Ana.
Gadis itu menatap malas mata Bram.
"Kok elo malah bercanda sih? Gue lagi marah,elo malah menjawab kayak Udin. Malah larinya gak ketulungan! Mulai detik ini,jangan cakapi gue lagi." Pekik Ana pelan.
Untuk saat itu ingin rasanya dia berteriak, namun karna pak Tresno masih didalam, keinginannya tidak terpenuhi.
Bram mencari beragam akal untuk membujuk gadis itu.
"Na,jangan marah dong. Entar gue pulang sama siapa?Kalau gue dibegal,gimana?"
"Bodo amat!"
Bram mencari kalimat lain,
"kalau misalnya kita gak cakapan,trus mama kita berdua ngejodohin kita gimana?" Tanya Bram konyol.
Ana spontan menatap jijik kearah Bram.
"Jijik banget gue! Pokoknya kita gak usah cakapan lagi. Titik!"
Bram menggigit bibirnya, sulit sekali otaknya untuk berpikir.
"Na,mau gue beliin coklat? Atau boneka?Atau maskara sama lipstick?" Tanyanya lebih gila lagi.
Lagi-lagi Ana menatapnya tajam.
"Gak mau,jangan cakapi gue lagi!"
Bram kehabisan akal. Belum pernah dia membujuk seorang gadis. Saat sedang berpikir keras, tiba-tiba pak Tresno memanggil Bram. Menyuruhnya mengerjakan soal.
Bram yang bukunya hanya ada satu soal saja lantas sedikit terkejut. Tangannya cepat mengerjakan soal itu.
Tapi,tetap saja otaknya buntu. Pak Tresno memanggilnya lagi. Kini,dengan mata seram di atas kacamata silindrisnya. Tangan Bram semakin gemetar,semakin dipaksa malah otaknya semakin kacau. Hingga sebuah tangan putih memberikan buku hello Kittynya kepada Bram.
"Ini,bawa aja kedepan! Daripada elo dimarahi." Ucap Ana tanpa melihat sedikitpun pada Bram.
Dengan mata kebingungan,tangannya mengambil buku itu. Ia maju dan mengerjakan tugas dengan benar.
Belpun berbunyi.Saat hendak duduk di bangkunya lagi,Bram tertawa sambil menyerahkan buku itu kepada Ana.
"Makasih ya malaikat tak bersayap,elo makin tambah cantik deh!" Rayu Bram genit tetapi hanya mendapat respon garing dari Ana.
"Mmmmmmm,udah. Tadi gue kasian aja sama Lo,siap ini kita gak usah cakapan lagi." Balas Ana seraya pergi keluar.
Meninggalkan Bram yang masih tetap tersenyum.
***
"Serem banget wajah Lo,kayak kuntilanak kurang belaian!" Nita yang dari tadi melihat raut aneh Ana akhirnya membuka pembicaraan.
Ana tetap diam sambil mengunyah kasar bakso di mulutnya.
"Ini tentang Bram!" Balasnya cuek.
Nita sontak mendekatkan wajahnya ke arah Ana.
" Apa yang terjadi lagi?" Tanyanya penasaran.
Ana hanya mendengus panjang lalu menghentikan makannya. "Tadi waktu belajar kimia,dia ikat rambut gue. Spontan gue malulah! Trus dia malah gombalin gue lagi." Jawab Ana kesal.
Nita tertawa lalu menepuk pundak sahabatnya itu.
" Yaudalah,namanya temen sebangku! Lagipula dia itukan tetangga Lo. Jadi bisa aja dia anggap Lo saudaranya." Nita kembali melanjutkan makannya.
Ana yang merasa belum puas langsung berdiri,membuat Nita menyerngitkan dahinya.
"Mau kemana Lo?" Tanya Nita sambil menyeruput kuah baksonya.
"Mau ke atas langit! Yah mau bayar nih baksolah," jawabnya jutek.
Nita hanya mengucapkan 'oo' lalu melanjutkan makannya. Ana berjalan kearah tukang kantin dan memasukkan tangannya kekantung seragamnya.
"Bang,mau bayar bakso yang dimeja sana. Dua mangkuk ditambah perkedel empat!" Katanya sambil merogoh kantong seragam sekolahnya.
"Empat belas neng," Jawab lelaki itu sambil mengelap keringat dengan handuk kecilnya.
Loh,uang gue mana?Tadi perasaan gue taruh di sini deh. Apa jangan-jangan,tinggal di tas? Ini pasti karena si Bram kunyuk itu. Malah udah ngantri lagi,duh...Nita enak aja makan,gimana ini?
Ekspresi Ana berubah ketakutan. Tetap ia mengeluarkan barang dia kantung kemeja sekolahnya. Yang ada hanyalah kertas ujian,kertas kecil dan sebuah tipeks. Jantungnya semakin berdisko saat lelaki itu menanyainya. Hari ini Ana mentraktir Nita bakso,sesuai janjinya kemaren.
"Ada neng?" Tampaknya lelaki itu mulai curiga.
Semakin lama keringat ana menetes. Dia tersenyum dan mencoba menjawab.
"Maaf bang...." Tiba-tiba ucapannya terpotong karna seorang cowok menerobos dan memberi selembar uang dua puluh ribu.
"Ini bang,potong baksonya Ana sama jus gue." Katanya seraya memberi uang itu.
Lelaki itu menerimanya lalu mengembalikan kembaliannya.
Mata Ana tidak berkedip sama sekali. Mulutnya menganga dan ekspresinya kacau. Cowok itu mengayunkan tangan kanannya. Membuat Ana tersadar dan menutup mulutnya.
"Makasih," Kata Ana kepada cowok itu.
Cowok itu?
***