Part 7

1723 Kata
" Sayang, ini Babysitter nya udah datang." beritahu Tasya kepada Erik, begitu ia dan Siti sampai di kamar Ehsan. Tampak Erik baru keluar kamar mandi. " Hai.." Sapa Erik. " Ini suami aku Erik," ucap Tasya. " Siti..." Siti malu-malu. Ia suka grogi kalau ketemu bule karena takut diajak ngomong bahasa Inggris. Dia tidak bisa berbicara bahasa Inggris makanya saat majikannya yang lama pindah ke Australia, ia tidak ikut. " Kebetulan dia temen aku waktu SD." beritahu Tasya. " Oh..." Erik tersenyum. Seperti biasa Erik tidak banyak bicara, tidak seperti Diki. Apalagi sama orang yang baru dikenalnya. Cuek bebek. " Om Diki sudah pulang ya, aku ke bawah dulu." pamitnya tanpa mau bertanya ini itu kepada Siti. " Suami kamu bule?" Tanya siti penasaran. " Blesteran. Bapanya Belanda." jawab Tasya seadanya. " Oh.." " Neng Tasya kok nikah muda sih?" Siti rada kepo. " Udah takdir aja kali." Tasya memberikan cengirannya. Itu adalah pertanyaan yang banyak diajukan oleh orang-orang pada dirinya. Ada yang nyangka dirinya MBA. Benar-benar Kebangetan. Semua gara-gara Om Diki. " Nemu dimana suaminya?" Tanya Siti " Erik itu sepupu aku." jujur Tasya. " Apa? sepupu!" Siti tercengang. " Iya, keponakan Papa Tiri aku." terang Tasya. " Nih Ehsan, anak aku." Tasya mendekat ke arah box bayi diikuti Siti. Bayi mungil itu terbangun. " Wah lucu banget. Mirip ayahnya ya." ujar Siti. " Hallo anak Bunda, ada siapa tuh." Tasya memangkunya lalu memberikan nya kepada Siti. *** Sore hari semua rombongan yang piknik sudah kembali. " Tasya mana?" Oma Ratih bertanya kepada Diki yang sedang mengobrol dengan Erik. " Lagi mandiin Ehsan sama Babysitter nya." jawab Diki. " Oh, ya udah Mami lihat dulu ya." Bu Ratih segera bergegas menuju kamar cicitnya. Heni dan Dany pun penasaran dengan Babysitter Ehsan. Ternyata Dany juga overprotektif sama Ehsan. " Cicit Nenek udah mandi ya?" Begitu melihat Ehsan sudah wangi sedang disusui oleh Tasya. " Oma, ini Siti Babysitter Ehsan." Tasya memperkenalkan Siti. " Kamu masih muda. Umurnya berapa?" Bu Ratih memandangi Siti. Menurut penilaianya Siti gadis yang baik. " 20." Jawab Siti sopan. " Mama inget ga sama Bi Nani sama Mang Adang? yang suka bantuin Nenek di Panti. Siti itu anaknya. Dia sering main sama Tasya sekolah SD nya kan bareng." " Oh, iya..apa kabar Mamah sama Bapa kamu?" Heni tentu mengingatnya. Orangtua Siti kan kerja di Panti Asuhan. " Baik Tante, mereka di Cianjur." Jawab Siti. " Kebetulan udah kenal." Oma Ratih senang. " Itu Papa aku, Siti." Tasya memperkenalkan Dany yang berdiri di samping istrinya. Dany dengan ramah memberikan senyumanya. Semua lelaki di rumah ini ganteng semua. " Mudah-mudahan kamu betah ya kerja di sini." Seru Heni. *** 2 Bulan Kemudian " Assalamualaikum." Diki mengucapkan salam ketika memasuki rumah Dany. " Waalaikumsalam." Jawab Dany dari ruang tengah. " Pada kemana kok sepi amat?" Tanya Diki. " My lovely wife sama Tasya lagi ke salon. Nizam juga ikut. Kalau si kembar lagi di teras belakang." terang Dany yang duduk di Sofa panjang ruang tengah sambil menonton tayangan kuliner kesukaannya. Di sampingnya ada Baby Ehsan yang tertidur lelap. Diki duduk di samping kakaknya. Di tangannya ia memegang bungkusan berisi permen Yupi. Permen kesukaan 3 keponakan nya. " Erik udah berangkat?" Diki menanyakan Erik. Erik kebetulan selama seminggu ke depan berada di Wellington, New Zeland untuk mengikuti seminar teknologi pertanian . " Udah tadi subuh."jawab Dany. " Oh...terus nih Baby ditinggal emaknya. Lo yang ngasuh?" Diki menatap Dany dan Ehsan bergantian. " Iya, si Siti lagi ke kamar mandi dulu." jawab Dany santai. " Aduh...Kamu bangun ya sayang, Kayanya denger suara Opa Diki ya. Bentar ya Opa bikinin s**u dulu." Dany tersenyum melirik ke arah bayi berusia 2 bulan itu yang bergerak-gerak. Ia terbangun namun tidak menangis. Ehsan memang anteng. " Ha..ha..lo mau-maunya sih jagain Bayi." Diki malah tertawa. Sikap Dany itu lebay. " Tolong jagain dulu ya, gua bikin s**u dulu!" Seru Dany. Jika sedang berduaan mereka biasa menggunakan sapaan lo gua tapi kalau ada anggota keluarga lain mereka ber aku kamu. Diki sedikit kaget. Tidak menyangka jika Dany akan menitipkan Ehsan. " Sama Opa Diki dulu ya..." Dany berbicara kepada cucunya sambil menoel pipi gembilnya. Si Bayi tertawa seolah mengerti. Diki sebetulnya keberatan. Enak saja harus menjaga bayi. Maksud datang ke sana mau ngajak Dany main tenis, eh si abang malah sibuk jadi Babysitter. Dirinya pun direpotkan kebagian dititipin Ehsan. Dany berjalan menuju dapur untuk memanaskan ASIP. Pria itu cukup lihai dalam mengurus bayi. Belum 5 menit terdengar teriakan Diki. " Da...ny....buruan. Nih Baby Ehsan nangis." Diki yang bingung kalang kabut mendorong kereta bayi hendak menyusul Dany ke dapur. Wajahnya tampak panik. " Jangan teriak histeris gitu dong. Ntar dia kaget. Bayi nangis kan biasa." Dany berjalan menghampiri Diki dan Baby Ehsan. " Ajeng tolong jagain ya. saya lagi manasin ASIP. Kalau udah antar ke depan!" Dany menyerahkan pekerjaan nya kepada Ajeng, ARTnya. " Baik Pak." Dany dan Diki serta Ehsan yang masih nangis kembali ke ruang tengah. " Gua stress banget, mau digendong malah tambah kenceng nangisnya. Kagak sangguplah disuruh jaga bayi walau dibayar mahal." Diki mengomel. " Cup..cup...sayang jangan nangis ya, Opa Diki nakal ya. coba lihat kayanya pup deh," Dany mencoba menenangkan Bayi itu. " Baru ditinggal 5 menit udah stress gitu. Gimana kalau sejam." Dany mengomeli adiknya yang tidak bisa diandalkan. Jika Tasya sedang menginap di rumah Oma Ratih, Diki selalu tidak mau kebagian dititipin Ehsan. Apalagi ia juga lebih sering di apartement nya. Pria berusia 32 tahun itu lalu mengecek celana si Bayi. Diki malah bengong melihat aktifitas Dany. Menurut Diki, mengurus bayi itu aktifitas yang cukup ribet. Ia jadi kepikiran bagaimana nanti kalau dirinya punya anak. Dia tidak suka anak kecil. " Yuk ganti popok dulu." Dengan sabar Dany memasang alas di sofa lalu meletakkan Baby Ehsan, ia mengambil tisu basah, kantong plastik dan popok baru yang semuanya tersedia di tas bayi. " Lo yang mau urus itu?" Diki terlihat jijik. Bahkan menjepit hidungnya dengan jarinya. " Kalau lo yang mau gantiin boleh." Dany menawari adiknya. " Sorry. Please deh Dan, Ogah banget gua." Diki bergidik ngeri. " Latihan, nanti kalau punya anak udah pinter." Dany terkekeh. " Ada Babysitter, ada emaknya juga. Ngapain ikutan repot." Diki mencibir. " Gua udah biasa ngurus 3 anak gua, mulai dari ganti popok, bikin s**u, mandiin, nidurin. Gua bisa. Ngurus Ehsan bukan hal sulit." Dany sok-sok an berpengalaman. " Ngapain bayar Babysitter. Kalau yang ginian harus turun tangan juga." Diki tetap pada pendiriannya. " Pengasuh juga manusia, mereka ga bisa 24 jam ngurus Bayi." Dany membela Babysitter nya. " Emaknya juga kasihan kalau terus ngurusin bayinya kapan dia dandan dan punya waktu ngurus dirinya." lanjut ayah 3 anak itu bijaksana. Dengan cekatan dan dalam waktu singkat Baby Ehsan sudah selesai ganti popok. Ajeng juga sudah mengantarkan botol s**u Ehsan. Bayi itu kini berada di pangkuan Dany sibuk dengan botol susunya. Tak lama kemudian Siti datang. " Maaf ya Om, Siti kelamaan." Siti meminta maaf. Ia merasa bersalah. Hampir satu jam meninggalkan asuhannya. " Ga apa-apa. Nih Ehsan udah tidur kok." Dany menunjuk ke arah Ehsan yang sudah kembali tertidur di stroller nya. " Makasih ya Om." Siti tersenyum ceria. Papanya Tasya ini selain ganteng, ramah dan baik juga. Dipanggil Om juga tidak keberatan, bahkan dirinya sendiri yang meng "Om"" kan. Beda sama adiknya yang rada judes dan suka nge-bully. " Kalo kerja yang bener dong." Diki mendelik ke arah Siti. Mulai protes. Ia menilai Siti itu lalai. " Om Diki kenapa sewot sama Siti?" tanya sang Babysitter. " Jangan panggil Om, emang gua omnya elo!" Diki kesal. Lagi-lagi gadis itu memanggilnya Om. " Iya, mas Diki." Siti tersenyum. Siti sering sengaja menggodanya. " Tolong bikinin minuman ya." Perintah Dany. " Minuman apa Om?" " Jus Mangga." " Yang Enak yang manis." Pinta Diki. " Siap." Kebiasaan bikin jus untuk keluarga Tasya yang minta dikurangi gulanya jadinya Diki sering protes. " Sekalian nih sampah buang." Tunjuk Diki ke arah kantong plastik di lantai. Dari tadi ia merasa tak nyaman. *** " Ehsaa...n, lagi main ya. Maafin Bunda ya kelamaan ninggalin kamu, sayang" Tasya langsung memburu bayinya. " Kamu kok ninggalin bayi sih." Diki menegur Tasya. Keponakannya itu dinilai keterlaluan dan tidak bertanggung jawab. " Kan ada Siti, ada Papa juga." jawab Tasya santai. " Iya tapi tadi Om jadi ikut repot." Protes Diki. " Emang repot kenapa, Dia kan pake diapers ga mungkin mipisin Om?" Jawab Tasya. " Udah jangan didengerin ocehan Om kamu." Dany melerai mereka. " Ehsan tadi rewel ga?" Tanya Tasya " Ga, Dia baik kok." Jawab Dany. " Baik apanya tadi nangis kenceng banget." Diki mengadu. " Om Diki aja yang lebay." Seru Dany. " Ayo sayang sama Bunda." Tasya mengambil Ehsan lalu menggendong nya. Ia tak mau mendengar ocehan Diki lebih lama lagi. *** " Mama..." Dhira dan Dhifa menyerbu ibunya. Suasana rumah Dany jadi heboh. " Makan siang dulu yuk. Ini udah setengah satu." Ajak Heni. " Kalian lama banget nyalonnya." Protes Dany. Semuanya lalu ke ruang makan. " Abis makan siang Papa sama Diki mau main tenis ya." Dany meminta izin istrinya. " Aku ikut..." Ujar Dhifa. " Oke tapi janji ga minta pulang." Diki masih trauma mengajak keponakannya. Kalau udah ga betah pasti histeris jerit-jerit minta pulang. Suara Dhifa kan kenceng. " Janji" Dhifa serius. " Janji Om" Dhifa mengangkat kedua jarinya. " Ih kalian makin gede makin imut dan lucu aja. Aku juga nanti kalau punya anak pengen kembar." ucap Diki. " Cari dulu calon ibunya, baru mikirin anak." Saran Heni. " Ha..ha...tenang aja bentar lagi kayanya ada yang mau ngelamar gadis cantik." Beritahu Tasya. Ia baru saja tiba di ruang makan bersama Ehsan yang terlelap di strollernya. " Siapa tuh targetnya?" Dany penasaran. " Nanti juga Papa tahu." Jawab Tasya. " Yang jelas orang nya bukan Siti ya Mas, soalnya Siti sudah punya calon." Siti ikut nimbrung. Siti sudah dianggap keluarga makanya ia suka diajak makan bersama. " Siapa lagi yang mau sama mahkluk alien kaya kamu. Ngaca dilu kalau ngomong. " Diki menggerakkan bahunya. Bergidik ngeri. " Kali aja Mas Diki tertarik, he..he.." Goda Siti. " Siti sama Om Diki ribut terus sih ntar kalian malah jadian lho." Tasya tersenyum jahil. " Amit-amit." Diki melotot. " Jangan gitu pamali." Siti nyengir. " Kita doain aja Om Diki cepet nikah biar ga sering uring-uringan." Dany menatap adiknya. Semua yang hadir tersenyum. " Amin." Seru Tasya dan Siti. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN