Bee
Fokus pikiranku sedikit terganggu sejak mendengar perkataan Mary, bahwa Rose semangat sekali datang ke acara ini untuk mencari kekasih.
Aku bukan tidak setuju Rose memiliki kekasih. Aku bahkan turut senang jika Rose bisa segera memiliki laki-laki yang bisa melindunginya. Akan tetapi tidak di sini tempatnya.
Aku tahu riwayat percintaan tamu-tamu lelaki yang datang ke acara ini. Sebagian besar dari mereka adalah playboy kelas kakap.
Itulah sebabnya aku marah saat melihat Rose datang dengan penampilan sangat terbuka.
Aku tahu Rose memiliki banyak dress. Dia punya butik. Jadi tentu dia bisa memilih dress yang lebih tertutup dibandingkan apa yang dia kenakan kini.
Dres hanya dengan satu tali. Ukurannya terlalu kecil dan membuat dress itu menempel ketat di tubuhnya.
Rose benar-benar bertekad menggoda lelaki di sini?
Teguranku pada penampilannya pun malah ditanggapi Rose dengan dingin dan sejak itu dia menghilang.
Sebenarnya aku khawatir ke mana Rose pergi. Itulah sebabnya juga mengapa aku mengabaikan Mary dan saat ini juga menemukannya sudah tidak berada di sisiku entah sejak kapan.
Namun aku harus tetap menyapa para tamu undangan dan mengalihkan pikiranku sedikit dari dua wanita terdekatku ini.
***
Entah apa yang terjadi ketika Mary mendadak menghampiriku.
"Kita putus Bee..." ucapnya langsung.
"What do you mean babe?" Aku bertanya penuh kebingungan.
"Kita nggak bisa sama-sama lagi. Kita nggak cocok... dan juga..." ucap Mary terputus ragu.
"Juga apa?" tanyaku mulai kalut dengan keputusan mendadak ini.
Aku bahkan akan melamarnya malam ini. Tapi mengapa Mary memutuskan hubungan kami? Penuh kebingungan aku mencoba menggenggam tangannya.
Namun genggamanku tidak bertahan lama. Mary langsung menghempaskan kembali tanganku dan berkata "Juga Rose, sahabatmu itu, selalu berkata bahwa aku tidak cocok untukmu... Dia menyukaimu... dan kini kurasa benar kita memang tidak cocok Bee... Kamu juga menyukainya kan? Kamu hanya bermain-main sebentar denganku kan? Bye Bee..." hanya itu penjelasan Mary dan kemudian berlalu pergi.
Penjelasan singkat dan yang bisa kupahami adalah Rose pasti yang membuat Mary menjadi marah padaku.
Sebenarnya ini bukan pertama kali terjadi. Mary seringkali marah padaku karena keberadaan Rose.
Itu juga sebabnya aku mulai menjauh darinya sejak aku mulai serius dengan hubunganku bersama Mary.
Lalu sekarang kenapa lagi? Kenapa Mary sampai memutuskan hubungan kami? Benarkah Rose menyukaiku? Lalu apa maksudnya dengan mengatakan aku hanya bermain-main dengan Mary?
*****
Rasa putus asa dan sakit hati membuat aku tidak bisa berpikir jernih.
Akhirnya aku menghabiskan bergelas-gelas minuman di meja bar.
Semakin aku mabuk dalam kenikmatan alkohol, semakin juga pikiranku kesal dengan fakta Rose yang kembali membuat Mary marah. Bahkan kini hingga memutuskanku.
"Rose benar-benar perlu diberi peringatan" gumamku berulang kali.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, Rose mendadak menghampiriku di meja bar.
"Bee? Kok kamu malah minum-minum di sini? Kamu tuan rumah acara ini Bee..." ucapnya sok mengatur.
Selalu begitu! Rose yang selalu menjadi teladan, murid terbaik, tapi kaku.
Hanya aku yang sanggup berteman dengannya sedari dulu. Karena dia selalu saja merasa perlu menyatakan kebenaran.
"Bee... ayolah... jangan begini di depan kolegamu..." ucapnya lagi.
"Memang kenapa hah? Kamu selalu saja merasa lebih baik dari orang lain Rose. Selaluuuu..." bentakku sambil membanting gelas yang kugenggam.
Saat itu Rose terlihat sangat terkejut dan kemudian pergi entah ke mana.
*****
Setelah melanjutkan beberapa waktu kemudian masih menikmati minuman memabukkan itu, entah bagaimana acara itu selesai dalam waktu singkat.
Saat ini, Rose sedang memapahku menuju kamar yang kusewa di hotel ini.
Walau mabuk aku masih cukup sadar dan tertegun ketika mendapati kamar yang telah disiapkan dengan sempurna.
Ya, kamar ini telah kusiapkan khusus untuk melamar Mary.
Semua kemarahan pun kini mengumpul dibenakkan. Pemahaman bahwa semua yang telah kupersiapkan menjadi sia-sia karena Rose pun memenuhi kepalaku.
"Semua karenamu Rose..." ucapku lirih tepat saat aku telah terbaribg di ranjang dan Rose akan beranjak pergi.
Respon Rose seperti biasa selalu kaku dan dingin. Ia hanya menggeleng halus dan mencoba pergi. Sayangnya sebelum sempat pergi, aku menarik tangannya dan membalikkan posisi kami saat ini.
Rose telah tidak berdaya di atas ranjang dengan mataku memandangnya penuh emosi.
"Bee... kamu kenapa sih?" Ucapnya sedikit meninggi.
"Lepasin aku Bee..." ucapnya lagi ketika aku semakin mengeratkan genggamanku pada kedua tangannya yang kutempatkan di sisi kepalanya.
"Kamu penyebab aku dan Mary putus. Kamu harus bertanggung jawab Rose..." ucapku dan kini telah membungkam mulut Rose yang terus mengoceh minta dilepaskan.
Lumatan kasar kulakukan pada bibirnya. Kedua pergelangan tangannya telah kusatukan dan kugenggam dengan satu tangan, tepat di atas kepalanya.
Kini satu tanganku yang lain mulai melakukan tindakan yang seharusnya tidak kulakukan pada tubuh itu. Tubuh sahabat kecilku yang terlambat kusadari ternyata membuatku makin hilang kendali diri.
Bersambung