Kerajaan Ethernichius masih berjaya dan tangguh sedari dahulu. Setelah Raja Varlsyien turun dari tahta dan digantikan oleh sang pangeran mahkota yang kini bergelar sebagai Raja Dreynan. Selama pemerintahan Raja Dreynan, rakyat semakin hidup makmur dan sejahtera juga aman tenteram. Bagaimana tidak? Setiap penjahat ataupun pengkhianat istana setelah tertangkap tidak akan dipenjara seperti dahulu—melainkan langsung hukuman mati. Hukum sangat ditegakkan di kerajaan ini sehingga mengakibatkan rakyat harus berpikir dua kali untuk berbuat kejahatan.
"Hormat hamba, Pangeran Enrico."
Nio hanya melirik sekilas prajurit yang memberi hormat padanya tanpa berniat untuk menanggapi. Langkahnya terlihat angkuh dengan jubah terbuat dari perpaduan benang perak dan baja yang terseret di atas tanah.
Di kerajaan, semua orang terkecuali ayah dan ibunya memang memanggil dirinya dan para saudaranya dengan gelar dan nama depan mereka. Itu adalah ketentuan yang ditetapkan oleh sang ayah, Raja Dreynan.
"Jubah s****n! Nio jadi terlihat gemuk!" Nio merengut kesal karena gara-gara jubah yang ia pakai, tubuhnya menjadi terlihat lebih besar dari biasanya. Salahkan saja si Zio yang menipunya bahwa mereka akan perang hari ini. Jadinya ia memakai jubah khusus perang yang besar dan juga berat!
"PERHATIAN! PANGERAN ENRICO DATANG MEMASUKI RUANGAN!"
Nio langsung melirik sinis kepada penjaga pintu yang baru saja berteriak dengan lantang untuk mengumumkan kehadirannya. Penjaga s****n! Awas saja jika telinga Nio nanti bermasalah, Nio tak akan segan untuk memotong telingamu!
Pintu besar nan berukiran rumit itu terbuka, menampilkan sebuah ruangan luas dan juga mewah yang didominasi oleh warna keemasan nan berkilau. Di dalamnya juga terdapat Sang Raja dan permaisuri yang sedang duduk di kursi kebesarannya. Tak lupa dengan saudara-saudara Sang Raja yang lain juga keempat anaknya yang duduk di kursinya masing-masing.
"Kau sudah terlambat seribu seratus enampuluh detik, Enrico." Raja Dreynan berujar dengan maksud menyindir. Mahkota yang berada di kepalanya membuat lelaki itu tampak berwibawa dan semakin menambah kadar ketampanannya di usianya yang tidak lagi muda.
"Maaf, ayah." Ucap Nio sedikit malas sembari berjalan dan menduduki kursinya yaitu tepat di antara Zio dan Astra.
Semuanya terlihat lengkap terkecuali Gerald yang sibuk dengan pekerjaannya dan Yezra yang tentunya tidak mungkin diundang, sebab rapat yang dibahas mengenai lelaki itu.
"Sekarang bocah kekanakan sudah datang. Mari kita mulai rapatnya!" Ujar Zarel, ayah kandung Zio.
Asrein menyikut lengan Zarel, mengisyaratkannya untuk diam. Namun Zarel malah memasang ekspresi mengejek hingga membuat Asrein melotot kesal. Walaupun sudah berusia lebih dari empatpuluh tahun, mereka kerap kali bertengkar. Asrein yang seperti anak kecil, dan Zarel yang masih berlagak pintar.
"Mari kita mulai rapat pada kesempatan kali ini." Raja Dreynan memulai pembicaraan kali ini. "Kita semua tahu kalau sebentar lagi Yezra akan berulang tahun. Aku berencana ingin membuat perayaan kejutan untuknya."
"Usul, ayah!" Astra mengangkat tangannya hingga membuat semua pasang mata tertuju kepadanya. "Bagaimana kalau perayaan kejutannya jangan dibuat di istana. Karena jika di istana, pasti ayah Yezra akan dengan mudah mengetahuinya."
"Benar kata Astra. Sebaiknya perayaannya kita buat di luar kerajaan. Di taman misalnya." Permaisuri Dyeza membenarkan usul dari Astra. Kecantikan wanita itu sama sekali tidak luntur di usia paruh baya.
"Tidak, Dye. Aku rasa terlalu beresiko jika di tempat terbuka. Musuh bisa datang dan menyerang kapan saja." Raja Dreynan menolak karena mempertimbangkan keselamatan.
"Bagaimana kalau di kerajaan Ezyerna saja?" usul Thea yang sedang duduk di pangkuan Eyden. Gadis itu memang selalu bersikap manja jika bersama dengan ayahnya yang dingin dan cuek itu.
"Tidak!! Aku tidak setuju! Kenapa harus di rumah kelelawar milik si Sean?" tolak Asrein cepat. Jujur ia tidak suka karena pasti nantinya Trio Crazy akan berkumpul menjadi satu.
Trio Crazy adalah sebutan bagi Sean, Zarel, dan juga Zio. Dimana ada mereka bertiga, maka kadar kesabaran harus ditingkatkan. Jika mereka sudah bersatu, maka orang dengan penyakit darah tinggi harus dijauhkan.
"Tapi kurasa usul Thea bagus juga. Hanya di Kerajaan Ezyerna tempat yang aman selain di kerajaan ini." Astra menyetujui usul dari Thea.
Kerajaan Ezyerna adalah kerajaan vampir yang menjadi asal dari ibunya Yezra. Yezra, ayah kandung Astra, memiliki darah campuran antara vampir dan penyihir. Maka karena itulah Astra memiliki darah vampir di tubuhnya.
"Ya sudah kalau begitu tempatnya sudah diputuskan di Kerajaan Ezyerna." Ujar Raja Dreynan mutlak.
Dan hal itu membuat Asrein langsung cemberut dan menghela napas dongkol. Apalagi ketika melihat wajah memuakkan Zarel yang sibuk menertawai dirinya tanpa suara.
"Aku sudah membagi tugas untuk kalian karena aku tidak ingin melibatkan para pelayan dalam perayaan kali ini." Raja Dreynan membenarkan posisi duduknya.
"Yes! Otw jadi pelayan!" Zarel tampak terkekeh kecil.
"Aku menyerahkan urusan makanan dan minuman kepada Dyeza dan Astra. Bagaimana?" ucap Raja Dreynan sembari melihat ke arah Dyeza dan Astra yang duduk berdampingan.
"Baiklah." Dyeza merespon dengan Astra yang hanya mengangguk kecil.
"Untuk urusan dekorasi, aku menyerahkannya pada Thea dan Nio."
Nio yang sedari tadi wajahnya tertekuk langsung berubah menjadi berseri-seri. Matanya langsung menatap Thea yang ternyata balas menatapnya.
"Untuk keamanan, aku menyerahkannya pada Asrein, Galen, dan Eyden."
Asrein yang sedang diliputi rasa kesal langsung bertambah kesal saat harus bekerja sama dengan ayah dan anak yang sama-sama menyebalkan. Bagaimana mungkin ia disatukan dengan duo es batu itu?
"Sedangkan untuk Zarel dan Zio, kalian bertugas menjadi badut."
Bibir Zarel langsung melongo tak percaya dengan mata yang membulat tak terima.
Sedangkan Asrein, lelaki itu tampak tertawa terbahak-bahak sampai air mata keluar dari pelupuk matanya. Ia pun menyekanya sambil berkata, "Memang sangat cocok menjadi badut. Benarkan Zio?"
Semua pasang mata langsung memusatkan perhatian kepada Zio yang tengah mendengkur dengan mata terpejam erat. Jadi sedari tadi lelaki itu tertidur pulas?!
"Pangeran Verlon!!"
•••••
Mata itu memandang jauh ke arah sepasang angsa jantan dan betina yang tengah memadu kasih dengan mesranya. Tatapannya berubah menjadi sendu dengan kesedihan yang mulai merayap masuk ke dalam hati. Lalu mata itu kemudian mengalihkan perhatian karena tak kuasa menahan perasaan iri yang mulai menggerogoti.
"Thea kalah hanya dengan seekor angsa?" Thea bergumam pelan lalu mengembuskan napas berat. Ia meletakkan toples berisi makanan ikan di atas pagar jembatan. Nafsunya untuk memberi makan ikan di kolam ini sudah hilang.
Menangkupkan tangan di atas pagar jembatan, Thea menaruh wajahnya disana. Matanya melihat ikan-ikan Rylio yang berenang bebas di balik jernihnya air. Kapan Thea bisa bebas seperti mereka?
Tiba-tiba sepasang tangan melingkar di pinggang Thea dan merengkuhnya ke dekapan seseorang sehingga ia bisa merasakan kehangatan. Bahu Thea pun juga tak luput dijadikan senderan kepala oleh sang pemilik tangan. Dan dari wangi woody nan maskulin yang menguar dari balik punggungnya, Thea bisa tahu siapa lelaki yang sedang memeluknya ini.
"Nio sangat menyayangi Thea."
Thea bisa merasakan pelukan dari kakaknya itu kian mengerat hingga membuat dirinya kesulitan untuk bernapas. "Kak Nio, sesak!"
Nio tersadar dan langsung melonggarkan pelukannya. Ia mengulas senyum simpul sembari membelai rambut Thea dengan penuh kasih sayang. "Thea juga menyayangi Nio kan?" Nio memiringkan kepalanya lucu.
"Tentu. Thea juga sangat menyayangi Kak Nio. Secara Kak Nio kan kakak Thea."
Nio tak menjawab apapun. Tapi ini memang hanya perasaan Thea saja atau memang cengkeraman kakaknya itu pada punggungnya kian mengerat?
"Shh.. Kak Nio.." Thea mendesis kesakitan ketika merasakan kuku-kuku Nio hampir merobek kain jubah yang ia kenakan.
Perlahan cengkeraman Nio mengendur, bersamaan dengan kehangatan yang melingkupi Thea yang mulai hilang. Spontan Thea mengelus bekas cengkeraman kakaknya yang ia yakini akan membiru setelah ini. Namun Thea juga penasaran karena tidak merasakan pergerakan dari balik punggungnya.
Thea pun berbalik dan mendapati Nio yang sudah berjalan menjauh. Tapi yang membuat Thea mengernyit bingung adalah kedua tangan Nio yang mengepal kuat sampai buku-buku jarinya memutih.
Ada apa dengan Kak Nio? Apa jangan-jangan dia marah karena perkataan Thea tadi? Tapi kenapa?
Thea tampak berpikir keras seraya menggabungkan kejadian ini dengan keanehan kemarin ketika ia baru menyadari kalau mobil kakaknya itu sama persis dengan mobil yang menabrak Nathan.
Tapi baru saja Thea hendak menyimpulkan, tiba-tiba ia dikejutkan oleh sesuatu yang membuyarkan lamunannya.
Brugh!
"Ahk!" Thea berjengkit kaget ketika mendapati Zio yang entah datang darimana dan tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri dengan wajah yang bersimbah cairan merah kental. Matanya terpejam erat dengan tubuh yang terlihat lunglai tak berdaya.
"Kak Zio!!" Thea memekik dan langsung berjongkok untuk memastikan keadaan kakaknya yang nomor dua ini. "Kak Zio, bangun! Kau kenapa kak?"
Thea berusaha mengguncangkan bahu Zio agar lelaki itu membuka matanya. Air mata bahkan sudah menetes dari balik pelupuk mata Thea karena rasa panik sekaligus khawatir dengan kondisi kakaknya ini.
Dan melupakan sebuah fakta bahwa walaupun sering bertengkar, si kembar akan tetap saling mendukung dan melindungi satu sama lain.
Thea sudah melupakannya, Nio. Tak sia-sia aku mencuri saos sambal dan wajah tampan nan kece badai milikku menjadi kepanasan.
Zio tersenyum miring tanpa sepengetahuan Thea.