Episode 7

1731 Kata
"Apa lo juga suka sama Bella?" James masih memikirkan pertanyaan Nai yang belum sempat ia jawab karena pada saat itu James mendapat telepon dari temannya untuk meminta pertolongan James. Kalo di pikir, siapa sih yang tidak suka dengan Bella? Menurut James, Bella cantik, pintar, dan baik. Banyak laki-laki yang ingin menjadi pasangannya, Bella adalah tipe perempuan yang banyak di minati oleh para laki-laki. James tersenyum pelan, tapi di bandingkan dengan perempuan lain, Nai adalah perempuan satu-satunya yang membuat James jatuh cinta. Sifat apa adanya Nai dan bagaimana cara Nai mencintai dan mempercayainya membuat James semakin mencintai istrinya itu. Oke, James memang menyukai Bella, tapi bukan berarti James mengkhianati Nai karena James hanya mencintai Nai. Semua itu karena insting James sebagai laki-laki sama seperti laki-laki lain. "Oi! Bengong aja lo. Kenapa sih?" Seseorang menepuk punggung James lalu duduk di sampingnya. "Nggak papa." "Kek cewek aja lo, bilang nggak papa tapi sebenernya ada apa-apa." "Emang cewek kek gitu?" Tanya James. Mario menggelengkan kepalanya heran dengan James yang tidak tau sifat perempuan. Ia pikir James banyak bergaul dengan banyak wanita di sana bisa membuat James mengerti sifat asli wanita, tapi ternyata sama saja. Sifat tidak peka James masih melekat pada dirinya. Mario saja yang pengalaman dalam percintaannya masih di bawah James sudah mengerti alias peka. "Gue heran kenapa Nai mau nikah sama cowok yang nggak peka kek lo." James menanggapinya hanya dengan dengan senyuman kecil. Apa yang dikatakan Mario sama dengan apa yang di katakan Nai waktu itu. "Gue heran, kenapa gue mau nikah sama cowok yang nggak peka macam lo James!" Kata-kata itu masih teringat jelas di kepala James, bagaimana kesalnya Nai padanya karena saking tidak pekanya. "James, itu istri lo kan?" James mengernyit, dia melihat Nai sedang berjalan ke arahnya. James tidak tau kenapa Nai menemuinya disini. James dan Mario sengaja tidak pulang lebih dulu untuk bermain futsal di lapangan futsal kampus. Dia menyuruh Nai untuk pulang sendiri dengan taksi yang sudah James pesankan. Tapi sore ini Nai datang entah ada apa. "James, ayo pulang." "Lo kesini mau jemput gue?" Nai mengangguk. "Gue bisa pulang sendiri, lo nggak perlu kesini Nai." James menghela nafas, kalo Nai datang kesini untuk menjemputnya, James rasa itu tidak perlu karena dia bisa pulang sendiri. Lagi pula James khawatir Nai pergi sendirian ke kampus. Nai tersenyum, sebenarnya bukan cuma menjemput James, tapi ada hal yang ingin dia sampaikan padanya. Nai yakin James akan senang mendengarnya. "Gue ada kabar baik, ayo pulang. Kita bicarain di rumah aja." "Udah sana pulang, kasihan bini lo udah jemput tuh, lagian udah kelar juga kan kita." Ucap Mario. Nai mengangguk setuju dengan Mario. Karena rasa tidak sabarnya memberitahukan berita ini pada James, Nai rela menemui suaminya itu di kampus sore-sore. "Oke kita pulang." James mengambil jaket juga tas di kursi, lalu dia berpamitan pada Mario,"Gue pulang duluan bro." "Sip. Hati-hati." James mengacungkan jempolnya pada Mario. Mario tersenyum melihat mereka berdua. Bahagianya mereka bisa menikah dengan sahabatnya sendiri. Nai dan James sudah sampai di rumahnya. James memilih untuk mandi dulu agar lebih segar. Sedangkan Nai, dia memilih untuk menunggu James sambil menonton drama di ponselnya. Beberapa menit, James keluar dengan bertelanjang d**a dan menggunakan handuk di pinggangnya. Nai menelan ludah, melihat James dengan rambutnya yang basah, juga d**a bidangnya yang terbuka membuat Nai ingin memeluk suaminya itu. James memang terlihat lebih menggoda jika habis keramas. Nai menggelengkan kepalanya, dia tidak boleh berfikir macam-macam. Hampir aja Nai tergoda. Untung iman Nai kuat. James menghampiri Nai yang sedang duduk di tempat tidur. Nai sedikit menjauh dari James, pasalnya James hanya menggunakan celana training tanpa menggunakan kaos. Dan itu membuat Nai salah tingkah melihat tubuh setengah telanjang James. Dadanya, lengan berototnya.. Nai ingin menyentuhnya.... "Kenapa pindah?" "Ah enggak, kaki gue cuma pegel aja kok." "Jadi, lo mau ngomong apa?" Ah iya, Nai sampai lupa ingin memberi tahu James soal penting. "Gue udah ada petunjuk dimana keberadaan nyokap lo James, liat ini." Nai menunjukkan sebuah foto di ponselnya pada James. Di sana James melihat foto ibunya bersama seorang gadis. Nai mendapatkan foto itu dari seseorang yang sengaja ia suruh untuk membantu James menemukan ibunya. James tersenyum miring, ia yakin gadis kecil di gendongan ibunya pasti hasil dari pernikahan ibunya bersama laki-laki lain. James kadang bepikir, apa salahnya dan salah ayahnya sampai ibunya tega meninggalkan mereka demi laki-laki lain walaupun dulu James masih terlalu kecil untuk mengetahui yang sebenarnya. "James, walaupun orang yang gue suruh cuma dapet ini, tapi gue udah suruh dia buat terus cari tau keberadaan nyokap lo kok." James menatap Nai. Nai sangat perduli kepadanya, walau sejujurnya James tidak banyak berharap dia bisa bertemu lagi dengan ibunya. "Nai, sebenernya lo nggak perlu cari informasi soal nyokap gue. Mungkin nyokap gue juga udah lupa sama gue." James ingat bagaimana ibunya meninggalkan dia dan ayahnya. Ibunya pergi tanpa memperdulikan perasaannya. Sejak saat itu, James mulai membenci ibunya. Karena itu juga James juga membenci yang namanya perempuan, dia selalu mempermainkan perempuan yang selalu dekat dengannya. Namun tidak untuk Nai, entah kenapa pertama kali melihat Nai, James merasa Nai adalah perempuan yang sangat tulus, berbeda dengan ibunya. Dulu waktu keluarganya masih menjadi orang kaya, hidup mereka sangat bahagia. Hingga pada saat itu perusahaan ayahnya bangkrut dan ibunya pergi dengan laki-laki yang lebih kaya. Ibunya tidak tulus mencintai ayahnya, ibunya hanya menginginkan harta harta dan harta saja. Tapi sekarang, perusahaan ayahnya sudah seperti semula. Perusahaan ayahnya kembali sukses berkat kesabaran dan kegigihan ayahnya. Ayahnya bekerja keras, banting tulang demi James agar tidak hidup susah. Tapi sayangnya, tidak ada ibunya di samping ayahnya. "Nyokap lo nggak mungkin lupa sama lo. Gue tau kok, kalo lo sebenarnya juga pengen tau dimana nyokap lo kan? gue bakal berusaha agar lo bisa ketemu sama nyokap lo lagi James." James terdiam. Yang di katakan Nai mungkin memang benar, James ingin bertemu dengan ibunya, tapi bukan karena dia merindukannya, tapi dia ingin mengatakan sesuatu. James ingin mengatakan kalo dia sangat membencinya. "Oke, gue udah cerita sama lo kan? Kalo gitu gue mau lanjut nonton." James langsung merebut ponsel Nai dan menjauhkannya. Nai melebarkan matanya, "James, siniin nggak hp gue?" "Nggak!" Nai merebut ponselnya, tapi James menjauhkannya, "James! Hp gue!" Nai terus merengek, James malah tertawa. Dia merasa senang jika sedang menggoda istrinya. James meletakkan ponsel Nai di atas meja. Saat Nai ingin mengambilnya, James menarik tangan Nai. Nai mengerucutkan bibirnya, kenapa setiap Nai ingin menonton dramanya, James selalu mengganggunya. "Sebenernya mau lo apa James?" "Gue pengen istri gue lebih merhatiin gue." Nai mendesah, "Jadi gue harus ngapain?" James merebahkan dirinya, dia menyuruh Nai untuk tidur di sampingnya. Nai tersenyum pelan, kemudian dia merubah posisinya untuk tidur di samping James dengan lengan James yang ia jadikan bantal. Dengan seperti ini Nai lebih bisa mencium aroma tubuh James yang sangat wangi. "Gimana kuliah lo?" "B aja. Kaya biasa nggak ada yang bikin gue semangat. Kalo lo?" Nai bertanya balik. "Sama." "Kenapa?" "Karena nggak ada lo." Nai menabok d**a James, dia tersenyum malu-malu, "Apaan si, gombal." "Lo tau gue nggak suka gombal, apa yang gue omongin semua itu kenyataan." Nai mendongak, dia menatap James. Laki-laki itu menatapnya dengan serius. Nai menganggukkan kepalanya, sepertinya James memang serius. Kemudian mereka sama-sama terdiam, keadaan menjadi hening. "James, apa lo sama Marko baik-baik aja?" Tanya Nai. Pertanyaan itu sebenarnya sudah lama ingin Nai tanyakan sejak pertama kali Marko pindah ke kampusnya dan satu kelas dengan suaminya. Nai ingin memastikan kalo keadaanya masih baik-baik saja. "Kenapa? Lo mikir gue sama Marko berantem?" James menatap Nai sekilas. "Bukan gitu, gue cuma khawatir. Dulu lo sama Marko juga pernah gitu kan?" Nai tidak bisa membayangkan bagaimana kalo sampai suaminya dan sahabatnya masih bermusuhan, dan mereka saling baku hantam seperti dulu. "Lo tenang aja, selagi dia nggak cari gara-gara, gue bakal diam." Nai mendongak, James menatapnya dan berkata, "Tapi kalo sampai dia ganggu hubungan kita, gue nggak akan tinggal diam Nai." Nai mengangguk, dia tau James tidak akan membiarkan siapapun mengganggunya atau mengganggu hubungan mereka. Apalagi sekarang Marko sudah kembali ke Indonesia, dia pasti akan terus menjaganya, sifat over protective James telah kembali. James mendekatkan wajahnya pada Nai. Nai merasakan kecupan hangat di dahinya, James mengecupnya dengan lembut. "Mending sekarang lo tidur." Nai menggeleng, "Gue belum ngantuk." "Laper...." Ucap Nai. James tersenyum, Nai terlihat sangat menggemaskan. Dia mengusap pipi Nai, dan beranjak dari tidurnya. Nai mengernyit, "Mau kemana?" "Masak mie instan." Jawab James langsung keluar dari kamar. "Ikuuuttt...." Nai turun dari tempat tidur dan langsung menyusul James ke dapur. Di dapur, James sudah mulai merebus air. Dia membuka 2 bungkus mie, dan memasukkan ke dalam air saat sudah mendidih. Nai duduk di kursi, dia menopang dagunya dengan satu tangannya, Nai diam dan memandang James yang tengah sibuk memasak mie instan untuknya. Beberapa menit kemudian, James sudah selesai. Dia menyajikannya dua mangkuk mie instan di meja. James memberi satu mangkuk untuk istrinya. Nai melihat James yang sudah memakan mie instan. Dalam hatinya, Nai merasa bersalah karena dia tidak bisa memasak dan tidak bisa melayani James dengan baik. Kalo saja Nai bisa masak, mereka pasti tidak sering memakan mie instan. "Gue minta maaf James." "Kenapa?" "Gara-gara gue nggak bisa masak, lo jadi sering makan mie instan. Harusnya gue bisa masakin lo makanan yang enak, bukannya kaya gini. Gue ngerasa, kalo gue nggak berguna jadi istri." James berhenti memakan, dia menatap Nai. James tidak suka dengan apa yang dikatakan Nai barusan. "Berhenti ngrendahin diri kek gitu Nai, gue nggak suka. Lo istri gue, gue nggak perduli lo bisa masak atau nggak. Ngerti!" James berdiri dan pergi dari dapur, entah kenapa James begitu marah dengan perkataan Nai yang merendahkan dirinya sendiri. Apa Nai pikir James menganggap Nai tidak berguna hanya karena tidak bisa memasak? Nai menyusul James, dia memeluk James dari belakang, "Gue minta maaf. Maafin gue." James berbalik, dia menangkup kedua pipi Nai, "Gue nggak suka lo ngomong kalo lo nggak berguna jadi istri gue karena lo nggak bisa masak Nai. Gue nggak butuh cewek yang bisa masak, gue cuma butuh lo. Butuh lo untuk selalu ada buat gue. Lo ngerti kan?" James berkata lembut, tidak seperti waktu di dapur tadi. Nai mengangguk, dan dengan cepat James menggendong Nai di depan lalu membawanya ke kamar. Nai memekik, dia memukul lengan kekar suaminya, "James, turunin gue." "Nggak! Lo harus di kasih hukuman." "James!!!" Teriak Nai. Entah hukuman apa yang akan Nai dapatkan, tapi yang pasti hukuman itu tidak akan menyakitkan. ******
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN