Bab 4. Masa lalu Rafka

1143 Kata
Happy Reading Waktu itu, tepatnya lima tahun yang lalu, Maureen baru saja mengetahui tentang perjodohan yang diatur oleh ayahnya dengan Rafka. Mereka bahkan sudah bertemu beberapa kali di jamuan keluarga. Maureen tahu jika ayahnya dan ayah Rafka bersahabat sehingga keputusan perjodohan itu tidak bisa diganggu gugat. Maureen ingat, suatu malam, Maureen memutuskan untuk menemui Rafka di sebuah kafe. Itu adalah pertemuan yang disusun oleh orang tua mereka agar mereka bisa lebih mengenal satu sama lain. Namun, Maureen sudah dipenuhi rasa benci sebelum pertemuan itu dimulai. Saat tiba di kafe, Maureen melihat Rafka sudah duduk di meja, menunggunya. Maureen semakin merasa tidak nyaman. Dalam benaknya, pria itu hanyalah boneka yang dikendalikan oleh ayahnya. Saat itu yang diketahui Maureen tentang sosok Rafka adalah seorang dokter penyakit dalam dan hanya mengetahuinya tentang ilmu medis saja, ternyata Maureen baru tahu setelah 6 bulan kemudian jika Rafka adalah pemimpin perusahaan RF Grup. "Hai," ujar Rafka menyambut kedatangan Maureen. Namun Maureen sama sekali tidak tertarik menyapa kembali. Dia langsung duduk tanpa memedulikan sikap sopan Rafka. “Kau tidak perlu berusaha keras untuk mengambil hatiku. Aku tahu alasan di balik semua ini,” ujar Maureen dingin. Matanya menatap Rafka dengan tatapan tajam yang penuh dengan kecurigaan. Rafka terlihat terkejut, tetapi kemudian berhasil menguasai dirinya sendiri dan beralih ke mode dingin kembali. "Aku tidak mengerti apa maksudmu." Maureen mendengus. "Heh, aku tahu kau dijodohkan denganku hanya karena ayahku. Kalau kau juga terpaksa dengan perjodohan ini, maka sebaiknya kau batalkan saja. Tolak keinginan kedua orang tua kita," ujar Maureen. Rafka diam sejenak, menatap Maureen dengan mata yang penuh keheranan. "Aku tidak tahu kau merasa seperti itu. Tapi ketahuilah, aku menerima perjodohan ini bukan hanya karena ayahmu. Aku memang menginginkannya." Pernyataan itu seharusnya cukup membuat Maureen tahu kalau Rafka ini jujur, dari tatapannya sudah bisa dinilai. Tetapi saat itu, dia terlalu terpengaruh oleh kata-kata Kendra. Ya, Maureen dan Kendra kuliah di kampus yang sama dan sejak dulu Maureen sudah menyukai Kendra meski pria itu tidak tahu perasaannya. Maureen menceritakan semuanya pada Kendra jika dia dijodohkan dan Kendra mengatakan jika Maureen hanya diperalat oleh orang tuanya. "Jangan bohong!" bentak Maureen tiba-tiba, suaranya meninggi. Orang-orang di sekitar kafe mulai memperhatikannya. "Kau hanya ingin mendapatkan hartaku! Aku tahu permainanmu, dan aku tidak akan pernah jatuh cinta padamu. Jadi, berhentilah berpura-pura!" Mata Rafka melebar, dan senyum yang tadi ada di wajahnya perlahan memudar. Namun, dia tetap tenang, meskipun jelas terlihat terluka oleh kata-kata Maureen. "Aku tidak pernah berpura-pura, Maureen. Aku bukan orang seperti yang kau tuduhkan. Aku tahu ini mungkin sulit untuk dipercayai, tapi aku ingin kau tahu itu. Dan aku tidak akan bisa menolak perjodohan ini karena aku memang menginginkannya." Maureen tidak peduli. Dia bangkit dari kursinya dengan gerakan cepat, wajahnya memerah karena emosi yang tidak bisa dikendalikan. "Aku tidak akan pernah menyukaimu, Rafka. Jangan buang waktumu." Maureen pergi, meninggalkan Rafka sendirian di kafe, tanpa sedikit pun melihat ke belakang. Kenangan itu membuat Maureen merasa bersalah. Dulu, dia hanya mengikuti perasaan negatif yang dibangun oleh Kendra tanpa pernah memberi Rafka kesempatan untuk menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Kini, setelah dia hidup kembali ke masa lalu, Maureen akan memberikan cintanya pada Rafka. Pria yang sebenarnya sangat tulus mencintainya. "Kenapa kamu mengajakku ke sini?" pertanyaan Rafka membuyarkan lamunan Maureen. Membuat Maureen langsung menoleh dan tersenyum. "Kamu tahu tempat ini?" tanya Rafka. Maureen sebenarnya tidak tahu tempat apa itu, tetapi di kehidupan yang dulu, Rafka sering ke tempat ini, kata sahabatnya yang juga asisten pribadi Rafka–Andine, jika Rafka sedang banyak pekerjaan atau menghadapi masalah, pria itu akan ke sini. "Aku suka tempatnya, jadi aku sering main ke sini," jawab Maureen sedikit berbohong. Sebenarnya dia tidak sering ke sini. Hanya pernah satu kali di kehidupan dulu karena paksaan dari Rafka. "Hmm, ku kira kamu ingat sesuatu sehingga kamu mengajakku kemari," ujar Rafka membuat kening Maureen mengernyit. "Sepertinya memang ada kenangan di tempat ini untuk Rafka, tapi kenangan apa itu?" batin Maureen. Rafka menatap Maureen dengan tatapan yang sulit diartikan. "Jadi, kamu beneran nggak ingat?" "Ingat apa?" Terdengar kekehan yang keluar dari mulut Rafka. Maureen semakin bingung dengan rahasia apa yang disembunyikan oleh Rafka. Di masa lalu, Maureen tidak tahu dan sekarang dia harus mengetahuinya. "20 tahun yang lalu, saat itu aku masih berusia 10 tahun. Aku dan teman-temanku pergi ke sungai ini tapi yang ada di atas sana. Saat itu aku terpeleset dan tenggelam. Aku tidak bisa berenang dan akhirnya hanyut sampai di sini," tunjuk Rafka di tempat mereka berdiri sekarang. "Tiba-tiba tubuhku terasa terangkat dan ada yang menariknya. Saat itu napas ku terasa sesak dan terdengar suara gadis kecil memanggil. "Kakak, apa kamu nggak apa-apa! Kakak! Bertahan, Rin akan bantu kakak!" suara itu masih terekam jelas di telinga Rafka. "Gadis kecil itu menekan dadaku berkali-kali sampai akhirnya aku bisa mengeluarkan air yang ada di dalam paru-paru, aku terbatuk-batuk dan bisa melihat dengan jelas wajah gadis yang baru saja menolongku." Maureen menganga mendengar cerita Rafka. Kemudian wanita itu menutup mulutnya dengan keduanya tangan sambil menjerit. "Ahhh! Jadi anak laki-laki itu kamu?" "Apa kamu sudah ingat? Saat itu kamu masih kecil sekali, kira-kira sekitar usia 7 tahun, benar?" "Aku lupa, bahkan kalau kamu nggak menceritakan itu aku benar-benar sudah lupa kejadian 20 tahun lalu itu. Ya, aku ingat sekarang, setelah itu Papa dan Mama mencariku, aku langsung lari begitu saja meninggalkan mu," ujar Maureen masih syok. Rafka tersenyum, dia masih ingat dengan jelas bagaimana rupa gadis kecil itu. Rafka berharap bisa dipertemukan kembali dengan penyelamatnya dan dia terkejut saat diperlihatkan sebuah foto oleh sahabatnya ayahnya 15 tahun kemudian. Foto wanita remaja yang sangat dia kenal. "Apa kamu percaya jika aku selalu berdoa agar Tuhan mempertemukan kita kembali?" Tiba-tiba mata Maureen berkaca-kaca. Sekarang dia sangat paham dengan rahasia yang disembunyikan Rafka selama ini. Akhirnya di kehidupan keduanya, Maureen tahu semuanya. Rafka, pria yang selama ini dia benci dan dianggap pria jahat, ternyata dia memiliki masa lalu yang masih memiliki hubungan dengannya. "Rafka ..." Maureen berbicara suaranya sedikit bergetar. Rafka menatapnya, menunggu dengan sabar. "Aku ingin minta maaf." Rafka mengangkat alis, sedikit bingung. "Maaf? Untuk apa?" Maureen menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Untuk semuanya, sikapku di masa lalu yang secara terang-terangan menolak mu bahkan menuduh mu yang tidak-tidak." Wajah Rafka tampak sedikit terkejut, tapi dia tetap tenang. "Tidak apa-apa. Aku mengerti. Kita semua pasti pernah membuat kesalahan." "Tidak, Rafka. Ini lebih dari sekadar kesalahan." Maureen merasakan tenggorokannya tercekat, tetapi dia tahu dia harus mengatakan ini. Rafka menatap Maureen dengan tatapan yang sulit ditebak. Ada keheningan sejenak sebelum dia akhirnya tersenyum lembut. "Baiklah, aku maafkan," jawab Rafka pelan, tetapi dengan ketulusan yang begitu dalam. Siang itu, Maureen bertekad untuk menunjukkan sisi dirinya yang berbeda pada Rafka. Dia akan bersikap baik, bukan karena merasa bersalah, tapi karena dia mulai menyadari bahwa Rafka adalah pria yang tulus dan penuh perhatian. Perlahan, Maureen mencoba membuka hatinya, meskipun dia tahu perasaan itu tidak akan muncul seketika. Tetapi dia percaya bahwa dengan waktu, semuanya bisa berubah. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN