8. The Date

2019 Kata
Lanitra tidak bisa berhenti tersenyum setelah ia pulang dari Cielo Cafe. Sedari awal dirinya keluar dari pintu kafe tersebut dan masuk ke dalam mobil dengan diantarkan Langit sampai halaman depan kafe hingga dirinya sampai ke apartemen, senyuman lebar tak meninggalkan bibir Lanitra barang sedetik pun. Apa yang terjadi hari ini membuatnya terlampau senang, meskipun semula hari ini dimulai dengan sebuah kepanikan. Namun sepertinya alasan dari kepanikan itu justru memberikan sebuah kebahagiaan tersendiri untuk Lanitra, membuatnya memiliki sebuah momen bersama Langit yang ia yakin tidak akan pernah dilupakannya seumur hidup. He said he likes her. He asked her to go on a date tomorrow. They kissed for the first time today and shared a lot of kisses after that. Mana mungkin Lanitra tidak bahagia setelah itu semua terjadi? Terlebih lagi mereka menghabiskan waktu berdua sangat lama di dalam ruangan Langit karena Lanitra masih harus bersembunyi. Namun, karena bersama Langit, waktu yang digunakannya untuk bersembunyi dan menunggu tidak terasa sama sekali meskipun berjam-jam telah berlalu. Sepertinya, bahkan jika Lanitra harus menunggu selama beratus-ratus jam bersama Langit pun, waktu akan tetap terasa bergulir cepat dan menyenangkan. Sekarang Lanitra sudah sampai di apartemennya, merebahkan diri di dalam kamar sembari tersenyum lebar menatap langit-langit. Rasanya ia seperti terlempar kembali ke masa-masa remaja dimana jatuh cinta bisa membuat dunianya dipenuhi oleh taman bunga dan warna merah jambu. Ketika tiba-tiba teringat bagaimana Langit kembali menciumnya sebelum ia pulang, Lanitra menutupi wajahnya sendiri karena malu. Sudah lama sekali sejak ia terakhir jatuh cinta dan merasa seperti ini, so everything feels like the first time all over again. Terima kasih kepada Langit Dawana. Lanitra baru berhenti menutupi wajahnya ketika ia mendengar suara ponselnya berdering. Ia segera meraih benda tersebut yang tergeletak tak jauh darinya dan senyuman di bibirnya semakin terkembang begitu melihat nama Langit tertera di layar benda persegi panjang tersebut. "Halo?" "Are you safely home?" Hanya mendengar suaranya saja Lanitra tahu kalau Langit sedang tersenyum ketika menanyakan itu. "Hmmm." Lanitra membalas dengan dehaman. "Kenapa?" "Nggak apa-apa. Cuma mau bilang selamat malam dan semoga kamu mimpi indah." Lanitra tertawa kecil. That's actually so cheesy, tapi ia tetap senang mendengarnya. "Kamu juga, Langit." "Pasti. Aku yakin kamu bakal muncul di mimpi aku malam ini." "Kayaknya kamu juga bakal muncul di mimpi aku malam ini." "So, let's meet in our dreams, shall we?" "Okay. See you there." "And see you tomorrow. Can't wait to see you, Lanitra." "Can't wait to see you too." Setelahnya Langit mengucapkan selamat malam dan Lanitra pun membalasnya. Usai percakapan telepon singkat di antara mereka berakhir, Lanitra memejamkan mata sembari memeluk ponselnya di atas d**a. Ia benar-benar tidak sabar menunggu hari esok. *** Kencan Lanitra dan Langit hari ini dimulai pukul sebelas siang. Nanti Langit akan menjemputnya dan mereka berdua akan pergi ke tempat yang masih dirahasiakan oleh Langit. Laki-laki itu bilang, tempat yang mereka datangi akan menjadi sebuah kejutan untuk Lanitra. Dan kejutan apapun itu yang telah disiapkan oleh Langit, Lanitra benar-benar tidak sabar untuk melihatnya. Meskipun Langit baru akan datang pukul sebelas nanti, Lanitra sudah bersiap-siap sedari pagi. Ia terlalu excited untuk menyambut hari ini sehingga sudah bangun dari tidur bahkan ketika matahari belum menunjukkan sinarnya di langit. Dengan waktu yang dia punya untuk bersiap-siap, Lanitra memanfaatkannya dengan melakukan perawatan tubuh dari ujung kaki hingga ujung kepala. Mulai dari mencuci rambutnya lengkap dengan shampo dan conditioner, serta memakai hair mask, hingga memakai lulur ke seluruh tubuhnya dan berendam di dalam bathtub yang airnya sudah diberi bath bom yang dibelinya di Baths and Body Works. Untuk mandi saja Lanitra menghabiskan waktu nyaris dua jam. Dan ia keluar dari dalam kamar mandi dengan kondisi segar dan super wangi. Untuk kencan pertamanya dengan Langit niat, Lanitra benar-benar sangat niat dan ingin memberikan impression terbaik bagi laki-laki itu. Lalu, setelah selesai dengan perawatan rambut dan tubuhnya, Lanitra melakukan video call dengan Sierra untuk mendiskusikan baju apa yang harus dipakainya nanti. Karena jujur, Lanitra paling bingung jika disuruh memilih pakaian untuk dikenakan di hari-hari spesial seperti sekarang ini. Maka dari itu ia membutuhkan bantuan dari Sierra selaku penasehat fashion pribadinya. "Jangan lupa bawa kondom, kalau-kalau nanti Langit lupa bawa." Adalah yang pertama kali dikatakan oleh Sierra ketika video call mereka tersambung. Melihat ekspresi horror Lanitra setelah dirinya mengatakan itu, Sierra terbahak. "Jangan kaget gitu. Kemarin kan kamu bilang udah ciuman sama dia, jadi ada kemungkinan dong hari ini naik ke step selanjutnya?" Lanitra melotot sebal pada Sierra. Kalau saja saat ini mereka sedang berdekatan, ia pasti sudah menyentil bibir temannya itu. "Tolong ya, otak kamu tuh mesumnya kurangin dikit." "Ey, Lanitra, jangan munafik deh. Otak kamu juga nggak bersih-bersih banget. You said you kissed him first yesterday, remember?" "It was just a kiss. Beda lagi ceritanya sama s*x. Dasar gila! Mana mau aku having s*x di kencan pertama begini." "Yakin?" "Iya lah!" "Kok jawabnya ragu gitu?" Goda Sierra. Tawa perempuan itu pun kembali pecah karena menyadari wajah Lanitra yang bersemu merah karena malu. "Udah lah, aku nge-video call kamu bukan mau bahas ginian ya," dengus Lanitra. Ia pun mengalihkan topik pembicaraan. "Jadi, aku harus pakai baju yang kayak apa?" "Yang seksi dong, biar pas lihat kamu Langit langsung mikir nggak mau lagi pergi keluar dan maunya cuma stay in your apartement and ‘do you’." "What the f**k, Sierra? Serius dong!" Lanitra merupakan seseorang yang benar-benar jarang mengumpat, tapi apa yang dikatakan Sierra tadi sukses membuatnya jadi membayangkan skenario yang tidak-tidak dan sungguh itu tidak baik untuk otaknya sendiri sehingga berhasil menimbulkan keinginannya untuk mengumpat. Ia cemberut menatap Sierra lewat ponselnya. Mendengar umpatan Lanitra dan melihat ekspresi masamnya, Sierra tahu kalau sudah saatnya ia benar-benar serius sekarang. Sierra pun berusaha menghentikan keinginannya untuk tertawa dan menarik napas dalam. Beberapa kali ia menarik dan menghembuskan napas sebelum pada akhirnya menatap Lanitra dengan serius. "Oke, sekarang serius. Sierra Aneska Yuan sebagai penasehat fashion anda siap melayani." Akhirnya selama beberapa menit kemudian, keduanya sibuk berdiskusi dan memilih-milih baju apa yang akan dipakai oleh Lanitra pada acara kencannya dengan Langit nanti. Pemilihan outfit itu sendiri tidaklah mulus karena diiringi dengan perdebatan-perdebatan kecil antara Lanitra dan Sierra. Habisnya, ketika Sierra sudah memberikan saran, Lanitra sering komplain. “Masa ini sih, Si? Terlalu lebay nggak sih?” “Kalo kayak gini biasa aja.” “Ih itu terlalu seksi! Nanti aku kayak cabe-cabean kalau pake itu.” “Jelek nggak sih yang ini warnanya?” Sierra sampai pusing karena Lanitra yang komplain berkali-kali. Pada akhirnya, Sierra menyuruh Lanitra memakai outfit yang pertama kali dicobanya tadi, daripada mereka terus berdebat dan buang-buang waktu. “Udah lah, pakai itu aja. Lucu kok, enggak lebay, enggak biasa aja, enggak terlalu seksi, dan warnanya enggak jelek. Kalau kamu masih komplain, mending kamu minta saran sama orang lain aja!” Karena pernyataan mutlak Sierra itu, Lanitra pun memilih menurut untuk mengenakan sebuah off shoulder dress berwarna putih yang memiliki aksen renda dan potongan flounce layer dari bagian bahu hingga d**a. Panjang dress itu selutut dan bisa membalut pas tubuh Lanitra ketika dipakai. Pilihan Sierra memang tepat. Model dress itu tidak berlebihan dan tidak juga terlalu biasa saja, warnanya yang putih sangat lah netral dan akan cocok dengan warna baju apa saja yang dipakai Langit nanti, dan meskipun potongan dress itu off shoulder, Lanitra akan tetap terlihat seperti gadis manis ketika memakainya. Lanitra pun tersenyum puas setelah memakai dress itu. Kemudian, Lanitra sibuk membubuhkan make up pada wajahnya yang sebenarnya sudah cantik tanpa sapuan alat kosmetik apapun dan menata rambutnya yang hari ini ingin dibuatnya menjadi bergelombang. Selesai dengan make up dan rambutnya, Lanitra mematut dirinya di cermin dan tersenyum puas dengan penampilannya sekarang. "Cantik nggak, Si?" Tanya Lanitra pada Sierra sambil memperlihatkan penampilannya lewat cermin. Sedari tadi memang video call mereka belum berakhir, sengaja karena Lanitra masih ingin meminta pendapat tentang hasil akhir penampilannya nanti. "Cantik banget!" Sierra mengacungkan jempol. Meskipun terlihat main-main ketika mengatakannya, tapi Lanitra tahu kalau pujian Sierra itu tulus. "Yakin deh Langit bakal terpesona." Lanitra terkekeh. "Makasih udah bantuin aku ya, Si." "Iyaaa. Pokoknya nanti jangan lupa cerita ya gimana kencannya." "Don't worry, you will be the first one to know about everything." "Termasuk soal konten dewasanya?" Lanitra memutar bola mata. Sierra kembali tertawa, kemudian berkata dengan serius dan sarat akan ketulusan, "Aku senang, akhirnya bisa lihat kamu jatuh cinta lagi dan bahagia begini. Aku harap kamu bisa bahagia terus sama Langit dan aku harap dia nggak akan pernah nyakitin kamu." Lanitra terharu mendengarnya. Ia jadi ingin memeluk Sierra, tapi mereka sedang tidak berada di tempat yang sama. Walaupun terkadang temannya itu sering bicara asal-asalan sehingga tak jarang membuatnya kesal, tapi Lanitra tahu kalau Sierra menyayanginya dan selalu mendoakan segala yang terbaik untuknya. She is indeed the best bestfriend. "Thank you, Si." "Heheh, udah sana kabarin Langit kalau kamu udah siap. Selamat bersenang-senang! Oh ya aku beneran serius, jangan lupa bawa kondom! Bye!" Lanitra hanya bisa geleng-geleng kepala setelah Sierra memutus sambungan video call mereka. Dasar gila, pikirnya. Lalu, Lanitra menuruti omongan Sierra. Ia mengirimkan pesan pada Langit guna mengabari kalau dirinya sudah siap dan tinggal menunggu laki-laki itu datang. *** Sayangnya, kencan Lanitra hari ini tidak berjalan sesuai dengan harapan. Doa Sierra yang menginginkannya untuk bersenang-senang dengan Langit tidak terkabulkan. Dan usaha Lanitra sedari pagi untuk berpenampilan sempurna pada acara kencan ini pun berakhir sia-sia belaka. Karena apa? Sebelas. Dua belas. Satu. Dua. Jarum panjang jam sudah berputar hampir empat kali sejak Lanitra sudah duduk manis di sofa ruang tamu apartemennya dan menunggu kehadiran Langit. Namun, meski tubuhnya sudah pegal menunggu, dan penampilannya sudah tidak sesempurna sebelumnya, Langit tidak kunjung hadir bahkan tidak memberi kabar sekali. Laki-laki itu menghilang. Langit tidak datang sesuai dengan jam yang dijanjikannya. Berpuluh-puluh pesan yang dikirimkan Lanitra untuk menanyakan keberadaannya tidak dibalas, belasan telepon Lanitra pun tidak diangkat dan pada akhirnya tidak bisa tersambung. Menghilangnya Langit tanpa memberikan kabar sama sekali jelas membuat Lanitra bingung sekaligus khawatir. Karena Langit tidak pernah ingkar pada setiap pertemuan yang mereka janjikan dan rencanakan. Langit pun selalu mengabari Lanitra jika ada sesuatu yang membuatnya berhalangan hadir. Tetapi, sekarang Langit menghilang begitu saja. Kabar terakhir yang diberikan laki-laki itu adalah tadi pagi ketika dirinya mengingatkan Lanitra tentang kencan mereka. Setelahnya, tidak ada kabar lagi dari laki-laki itu bahkan hingga tiga jam dari waktu rencana mereka bertemu berlalu. Di dua jam pertama Langit tidak muncul tanpa kabar, Lanitra masih bisa berpikiran positif kalau laki-laki itu bisa saja memiliki sesuatu yang perlu diurus sehingga tidak bisa datang tepat waktu. Namun, setelah empat jam berlalu, Lanitra tidak bisa untuk tidak merasa khawatir sekaligus semakin bertanya-tanya kemana Langit pergi. Berbagai skenario buruk pun dibayangkannya. Ia bahkan sampai mencari berita terbaru tentang kecelakaan, takut kalau Langit menjadi korban kecelakaan di suatu jalan. Namun, Lanitra sama sekali tidak mendapatkan jawaban apa-apa. Maka dari itu, Lanitra memutuskan untuk datang ke Cielo Cafe. Karena hanya tempat itulah yang bisa didatanginya pertama kali untuk mencari laki-laki itu. *** Perjalanan yang ditempuh Lanitra dari apartemennya menuju Cielo sejujurnya sangat dekat, terlebih lagi jika ditempuh dengan mobil. Namun, rasa berat di dalam hatinya membuat perjalanan tersebut terasa sangat lama, bahkan Lanitra nyaris kehilangan fokus saat menyetir menuju kafe itu. Ketika sampai, ia langsung memeriksa halaman parkir Cielo Cafe dan mencari mobil Pajero Sport putih yang dikenalinya sebagai mobil Langit. Perasaannya semakin tidak enak begitu mendapati kalau mobil itu tidak ada disana, menandakan kalau Langit sedang tidak berada di Cielo Cafe. Lalu, ada dimana Langit? Lanitra cepat-cepat masuk ke dalam Cielo Cafe, ia bahkan tidak peduli ada beberapa orang yang mengenali dan memanggilnya ketika ia masuk. Yang ingin dilakukannya saat ini hanyalah mencari Langit dan menanyakan keberadaan laki-laki itu kepada seseorang yang bisa ditanyainya, memastikan bahwa hilangnya laki-laki itu tidak berarti sesuatu yang buruk terjadi. Napas Lanitra terhela begitu ia melihat Rhea baru saja keluar dari pintu dapur kafe. Ia segera menghadang perempuan itu, membuat Rhea sedikit terkejut. Rhea hendak menyapa Lanitra ramah, namun belum sempat melakukannya, Lanitra terlebih dahulu menyela, "Langit mana?" "Mas Langit?" Rhea mengernyit. "Hari ini kan Mas Langit nggak kesini." "Kenapa?" Tanya Lanitra buru-buru. Rhea semakin kebingungan. "Kemarin memang Mas Langit bilang nggak akan ke kafe hari ini, nggak bilang sih alasannya apa," jelas Rhea. "Aku kira Kak Lanitra udah tau, karena kemarin kalian sama-sama." Jantung Lanitra berdetak kencang. Kekhawatirannya semakin bertambah karena jawaban yang didapatnya. Tubuhnya hampir limbung karena beberapa skenario buruk kembali bertambah dalam pikirannya. Namun, semua skenario buruk itu menghilang ketika Rhea melanjutkan penjelasannya, "Dua jam yang lalu Mas Langit ngabarin sih, katanya mau berangkat keluar Jakarta karena ada urusan urgent. Aku pikir Kak Lanitra udah tau." "Urusan apa?" Rhea menggelengkan kepala. "Nggak tau, Kak," katanya. "Tapi mungkin urusan keluarga." Lanitra baru bisa bernapas lega setelah mendapatkan jawaban itu. "Oke, Rhea. Makasih." Usai berterima kasih pada Rhea, Lanitra meninggalkan Cielo Cafe dan kembali ke dalam mobilnya. Setelah sampai di dalam mobil, Lanitra menarik napas dalam dan menyandarkan wajahnya pada roda kemudi. Seiring dengan detik demi detik berlalu, perasaan lega yang sebelumnya dirasakan oleh Lanitra perlahan menghilang, tergantikan oleh rasa kecewa. Dan semakin lama Lanitra berada di dalam mobilnya memikirkan Langit yang menghilang di hari spesial baginya ini, rasa kecewa itu pun berkembang semakin besar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN