Nakamura Haru, gadis berusia tujuh belas tahun. Ia anak bungsu dari keluarga Nakamura, dan dulunya ia merupakan murid terpintar di kelas. Tetapi ... sebulan ini Haru tidak lagi datang ke sekolah, ia memutuskan untuk berhenti.
Alasan Haru berhenti sekolah bukan karena kurangnya biaya, tetapi hal yang lebih daripada itu. Haru hanya tak bisa menerima keadaan dengan baik, belum lagi ia memikirkan beberapa hal lainnya.
Orang tuanya memutuskan untuk bercerai, dan itu membuat Haru menjadi anak yang semakin tertutup. Haru tak tahu harus memilih siapa, ia juga tak tahu harus menyalahkan siapa tentang perceraian itu.
Mereka bercerai secara baik-baik, dan mereka juga tidak memaksakan kehendaknya kepada Haru atau pun saudaranya.
Sejak pengadilan mengesahkan perceraian kedua orang tuanya, Haru memutuskan untuk tinggal di lain tempat. Gadis itu tidak ingin tinggal bersama ayah atau pun ibunya. Ia ingin hidup bersama saudaranya, orang yang sangat dirinya percayai.
Haru memiliki seorang kakak laki-laki bernama Nakamura Sora, usianya dua puluh dua tahun, dan merupakan mahasiswa di Universitas Tokyo, fakultas kedokteran.
“Haru ... apa kau akan terus tidur?”
Haru yang merasa terganggu segera membuka mata, ia menatap wajah sang kakak yang begitu dekat dengannya. Sejenak ... Haru diam.
“Selamat pagi,” sapa Sora.
Haru mengedipkan matanya, ia merasa masih ada di alam mimpi sekarang. Wajahnya dan sang kakak begitu dekat, ia sangat gugup karena hal itu.
“Kakak sudah membuatkan sarapan untukmu, bangun ... dan kita makan bersama.” Sora mengecup kening sang adik. Hal itu sudah biasa ia lakukan, sejak kecil ia selalu melakukannya untuk Haru, dan itu sudah menjadi kebiasaannya.
Haru yang diperlakukan demikian kaget, ia segera membalik tubuhnya, membelakangi Sora. Ia bisa merasakan detak jantungnya yang tak normal, entah kenapa ia juga merasa malu.
“Haru ...” Sora duduk, ia kemudian mengulas senyum sambil membelai rambut adiknya. “Apa kau marah karena Kakak meninggalkanmu semalam?”
Haru yang merasakan tangan sang kakak sedang membelai rambutnya memeluk guling semakin erat. Rasanya sangat gugup, dan ia benci itu.
“Maafkan Kakak ... seharusnya Kakak tetap tinggal dan mendengarkanmu.”
Haru langsung duduk, ia tak merasa kakaknya bersalah. Gadis itu kemudian menatap melirik kakaknya, ia menahan rasa gugup dan berusaha untuk tetap berperilaku normal.
“So-ra,” tegur Haru.
Sora yang mendengar namanya disebut secara langsung cukup kaget, ia tak menyangka jika Haru akan memanggil namanya secara langsung.
“Haru ... apa kau benar-benar marah? Kau tak pernah memanggil nama Kakak secara langsung.”
Haru yang mendapat pertanyaan seperti itu segera menggeleng.
“Haru ... apa kau punya beberapa masalah? Katakan ... Kakak akan selalu membantumu.”
“Sora ...” Haru menelan ludahnya. “A-aku ... aku menyukaimu.”
Sora yang mendengar pengakuan adiknya tersenyum lagi, ia kemudian memeluk Haru, menghela napasnya.
“Kakak juga menyukaimu, kau satu-satunya gadis kecil yang sangat Kakak sukai.”
Haru yang mendengar jawaban kakaknya langsung melepaskan pelukan sang kakak. Ia kemudian berbaring dan menyelimuti seluruh tubuhnya.
“Haru ... ada apa?” Sora sedikit panik karena adiknya bertingkah aneh.
Haru tidak menjawab, kata ‘gadis kecil’ terus terngiang di benaknya. Mungkin kakaknya tak mengerti dengan perasaannya yang aneh ini, tetapi ... mungkin juga dia yang salah.
“Haru, apa kau sakit?”
Haru menelan ludahnya kasar.
“Haru ... ada apa denganmu? Sejak semalam kau bertingkah aneh.”
Haru yang mendengar sang kakak mengungkit masalah semalam memejamkan matanya semakin erat, ia merasa malu. Gadis itu berharap kakaknya segera keluar dari kamar, ia bisa gila jika berhadapan dengan sang kakak setelah kejadian semalam.
Ia mencium bibir kakaknya, dan sialnya itu hanya karena ia penasaran. Haru melihat adegan pada drama Korea, seorang wanita yang mencium seorang pria hanya untuk menyatakan rasa suka.
“Baiklah, hari ini Kakak akan menemanimu.” Sora segera berbaring di samping adiknya, ia kemudian memeluk Haru.
“Ka-kak ....”
Sora kembali terkejut. Haru memanggilnya kakak lagi, dan ia semakin penasaran kenapa adiknya mengubah panggilan itu beberapa saat lalu.
“Apa Kakak tidak pergi kuliah?”
Sora menghela napas. “Tidak, hari ini Kakak akan bersamamu.”
“A-ku ... aku baik-baik saja. Pergilah ... aku baik-baik saja.”
Sora menarik selimut yang menutupi tubuh adiknya, ia kemudian membalik tubuh sang adik agar tidak membelakanginya.
Haru yang kaget dengan perlakuan kakaknya tak bisa menghindar, detak jantungnya berpacu cepat, bahkan ia kembali mendengar suaranya.
Gadis itu bertemu tatap dengan saudaranya, ia kemudian terfokus pada bibir kakaknya yang terlihat sedikit basah.
Ia mengingat kejadian semalam. Bibir itu ... ahhh ... Haru menutupi wajahnya dengan kedua tangan, tak tahan ia memerhatikan wajah kakaknya.
“Haru, kenapa kau bertingkah aneh?” Sora kemudian menyingkirkan tangan sang adik yang terus menutupi wajah.
“Ada apa? Kau semalam mencium Kakak, dan hari ini kau bertingkah aneh. Apa yang kau sembunyikan?”
Haru menutup matanya, ia tidak menjawab. Napasnya terengah, tubuhnya begitu dekat dengan kakaknya kali ini, tak ada jarak di antara mereka, dan pelukan sang kakak juga semakin erat.
“Kenapa jantungmu berdetak begitu kencang?”
“Tidak!” Haru menyangkal. Ia tak bisa diam lagi, ia harus menghentikan keadaan ini, ia tak ingin mati, lalu berpisah dengan kakaknya.
“Haru ... apa kau ketakutan?”
Haru memberontak dalam pelukan kakaknya, ia ingin lepas dan melarikan diri. Gadis itu merasa hidupnya benar-benar terancam, jantungnya terasa ingin meledak saat ini.
Sora yang tak bisa menahan tubuh adiknya segera bertindak, jujur saja ia juga masih penasaran alasan sang adik mencium bibirnya semalam.
Tak ingin menunggu lama, Sora segera menindih tubuh adiknya, ia menahan kedua tangan Haru, dan menahan tubuhnya agar tak terlalu menyakiti Haru yang berada di bawah kendalinya.
Sora bisa melihat wajah sang adik yang bersemu merah, ia bisa melihat saudaranya itu sedang tertekan dengan keadaan.
Sebenarnya ... apa yang terjadi selama ia berpisah dari Haru beberapa tahun lalu? Kenapa adiknya terlihat begitu aneh sejak tinggal bersamanya sebulan ini?
“Haru, tenanglah. Kau bisa bicara masalahmu pada Kakak, kau bisa mengatakan apa pun. Kakak akan melakukan semua yang kau inginkan, asal kau tidak seperti ini lagi.”
“Tidak! Kakak tak perlu melakukan apa pun.”
“Haru!”
Haru masih terus memberontak, guling yang tadi ia peluk terjatuh dari ranjang, dan keadaan tempat tidurnya juga sangat berantakan.
Sora segera mendekatkan wajahnya, ia melumat bibir Haru, lalu menggigit bibir adik kecilnya itu dengan perlahan.
Haru terdiam, ia benar-benar menjadi patung. Rasanya ... ia tidak percaya dengan kejadian saat ini. Sora ... menciumnya?
Sora yang merasa adiknya sudah lebih tenang menghentikan ciuman itu, ia kemudian menatap wajah Haru dalam jarak beberapa inci. Mata adiknya terbuka, dan wajahnya semakin memerah.
“Haru, ada apa? Kenapa kau bertingkah aneh?”
Haru langsung mendorong tubuh sang kakak, ia dengan cepat berdiri dan meninggalkan kamarnya. Gadis itu lari ke kamar mandi, ia terlihat sangat panik.
Brak ...
Suara pintu yang ditutup dengan kasar menggema, dan Sora yang masih ada di atas ranjang adiknya merasa semakin kacau. Pria itu menyentuh bibirnya, dia mencium bibir manis adiknya yang baru bangun tidur.
“Aku bisa gila jika Haru terus bertingkah aneh,” gumam Sora.
Sora segera turun dari ranjang, ia kemudian membereskan kekacauan di kamar adiknya, lalu menyiapkan baju yang bisa dipakai sang adik setelah selesai di kamar mandi.
“Hah ... sepertinya aku harus bicara pada Ayah dan Ibu.” Sora segera keluar dari kamar, ia harus segera menghubungi orang tuanya sekarang. Mungkin saja ada sesuatu yang terjadi sebelum Haru pindah ke apartemennya.