Teman Yang Manis

1215 Kata
Satu Minggu Kemudian. Matahari menguatkan sinarnya untuk membangunkan gadis cantik yang kelam hidupnya. Ia pun bergegas bangun untuk berangkat ke sekolah. "Ya ampun, sepertinya aku sudah terlambat dan sama sekali belum belajar," gumam Cantika sambil berdiri di muka cermin dan merapikan seragamnya. Lalu langkah lincah itu bergerak cepat, agar pikirannya tidak terjadi. "Pagi ... ," sapa Anjar sambil tersenyum manis ke arah Cantika. "Pagi juga," balas gadis itu, masih awet dengan gaya juteknya. "Ayo naik! Kamu tidak ingin kita terlambat, kan?" tanya Anjar sambil menarik gas motornya, perlahan. "Kita? Kenapa kamu nggak berangkat sendirian aja ke sekolah?" tanyanya masih dengan raut wajah tidak bersahabat. "Tika, waktu itu kan aku sudah bilang kalau akan menjemputmu dan kita akan berangkat ke sekolah bersama. Aku adalah laki-laki yang selalu menepati janjiku." Anjar berkata dengan gaya bicara yang sedikit memaksa. "Ayo naik!" ajaknya sekali lagi. 'Aku tahu kalau ini memang sudah terlambat. Apalagi kalau hanya jalan kaki.' Kata Cantika tanpa suara. "Baiklah, tapi kali ini saja. Besok-besok, jangan memaksaku lagi!" kata gadis itu dengan nada yang angkuh. "Iya. Lagian, besok ya urusannya besok lagi," jawaban Anjar membuat Cantika geram hingga mencubit pinggang kanan pemuda itu, cukup kuat. "Uh, sakitnya. Tega banget sih," ujar Anjar sambil memegang pinggang kanan dan menggosoknya perlahan. Melihat Anjar begitu kesakitan, Cantika tertawa kecil di belakang, sambil menutup mulutnya. Setengah perjalanan, Anjar mengintip wajah Cantika dari kaca spion motornya. Saat itu, gadis tersebut pura-pura tidak tahu dan terus memandang ke depan. "Kamu pucat banget hari ini, Ka? Semalam belum ngisap darah ya? He he he he he," olok Anjar. "Dasar gila kamu, emangnya aku vampir?" sahut Cantika sambil memegang pipi kiri. 'Sebenarnya, apa yang terjadi padaku? Beberapa hari ini, aku merasa bahwa aku bukanlah diriku sendiri,' Ucap Cantika di dalam hati. Tak lama, keduanya tiba di sekolah dan langsung masuk ke dalam kelas. Kali ini, mereka benar-benar terlambat dan keduanya langsung dihukum dengan membersihkan kamar mandi sekolah. "Menjijikkan," gumam gadis itu, tapi mereka harus melakukannya. "Sabar saja!" saran Anjar masih dapat tersenyum. "Bagaimana bisa? Aku terlambat dan tidak bisa mengikuti ulangan harian, sangat menyedihkan. Ditambah lagi harus membersihkan kamar mandi sekolah yang tidak sedikit jumlahnya dan sangat jorok keadaannya." Cantika terus saja menggerutu. "Lebih baik dikerjakan, supaya tidak semakin terlambat untuk jam berikutnya!" Setibanya di kamar mandi, Cantika menghela napas panjang dan mulai menyiram bagian atas kamar mandi sekolah, serta menggosok setiap bagian yang kotor. Baginya, ini banyak sekali dan ia sangat lelah. Jika menghitung waktu, keduanya sudah berada di dalam kamar mandi sekitar 90 menit lebih. Hingga di kamar mandi terakhir, tanpa sengaja Cantika menyiramkan airnya ke arah Anjar hingga membasahi pakaiannya. "Ya ampun, Ka," ucap Anjar sembari berdiri dan menepis-nepis baju seragam yang sudah basah total. "Uppz." Cantika terdiam kaku dengan rasa bersalah yang besar. Sepertinya, Cantika tidak menyangka bahwa hal seperti ini akan terjadi. Tidak enak hati, ia langsung mendekati Anjar untuk meminta maaf. Namun saat sudah mendekatinya, gadis itu menginjak cairan pembersih lantai, hingga hampir terjatuh. Tapi, lagi-lagi Anjar menyelamatkannya. Dengan sigap Anjar menangkap Cantika dan memeluk pinggangnya yang mungil dengan erat, hingga bibir Anjar tanpa sengaja menyentuh dahi Cantika. Gadis itu terdiam, sebab ia bisa merasakan hangat napas dan mata pemuda itu yang terus berbinar. "Maaf, maaf banget, Ka ... aku ngak sengaja. Kamu ngak apa-apa, kan?" Anjar terus bertanya tanpa memberikan Cantika kesempatan untuk menjawab. "I-iya, tapi lepaskan dulu pelukannya! Nanti dilihat orang," jawab Cantika terbata-bata karena merasa malu. Gadis itu menjaga jarak dan melihat ke arah kaca toilet. Saat ini ia menyadari, bahwa wajahnya yang tadinya pucat, sekarang terlihat kemerahan. 'Semoga Anjar tidak memperhatikanku.' Ucapnya di dalam hati. Setelah Anjar melepaskan pelukannya, ia langsung menarik tangan Cantika dan memintanya untuk duduk di kursi plastik di depan kamar mandi. "Kamu pasti sudah capek banget, Ka. Jadi duduk aja di sini dan jangan bergerak! Oke? Ini perintah!" kata Anjar dengan nada yang tegas. Gadis itupun duduk dan mengatur napas yang mulai berantakan. Entah mengapa, tapi sepertinya ada getaran hebat di dalam dadanya saat ini. Ia pun mulai memandang Anjar dengan perasaan kagum dan merasa pemuda itu bagai pelindung untuknya. Sebenarnya jika ingin marah, Anjar berhak melakukannya kepada Cantika. Sebab, hari ini dia tidak ikut ulangan dan terlambat gara-gara gadis itu. Tapi, Anjar tidak melakukannya. Pemuda itu bahkan tetap bersikap manis dan tersenyum serta, membantu dengan ringan tangan dan sigap. Dia memang laki-laki yang baik. Tanpa sadar, Cantika mulai memujinya. Saat ini, Anjar kembali membersihkan kamar mandi. Dia membuka baju seragam dan menggantungkannya di pintu kamar mandi. Dari sini, tampak jelas tubuh Anjar yang kokoh, berisi, dan berotot. Untuk beberapa saat, Cantika terkesima melihatnya. Sebenarnya, mereka sudah lama satu kelas. Tetapi baru kali ini, ia memperhatikan Anjar dengan sungguh-sungguh. Ternyata, dia sangat menawan. Tanpa memperhatikan sekitar, Anjar mulai memberos kamar mandi dengan telaten. Saat ini, Cantika tidak melihat Anjar merasa jijik ketika melakukannya. Sesekali mata Anjar melihat ke arah Cantika sambil tersenyum dan kali ini gadis itu membalas senyumannya dengan manis. 25 menit berlalu, Anjar menyiram kamar mandi dengan hati-hati. "Akhirnya. Sudah siap, Ka. Aku bersihkan tanganku dulu ya?" kata Anjar, tapi Cantika hanya terdiam. Setelah selesai, Anjar keluar dari kamar mandi dengan wajah sumringah. Kemudian, ia kembali memakai baju seragam yang basah. "Anjar, apa nggak sebaiknya seragammu ini dijemur dulu? Mumpung sinar mataharinya kuat banget lho. Sini aku yang jemurin ya?" kata Cantika sambil menarik seragam milik Anjar dan menjemurnya di tengah lapangan. Cantika kembali ke sisi Anjar, "Kalau kamu malu, kamu di sini aja dan biarkan aku yang ke kantin buat membelikan makanan." Tak lama, Cantika ingin beranjak pergi, tapi Anjar menahannya. Ia memegang tangan kiri gadis itu dengan erat. "Tidak perlu! Nanti saja sama-sama atau kalau kamu mau, kamu bisa ambilin baju kaos di dalam tasku di depan kelas kita," ujar Anjar sambil terus melihat mata Cantika. Gadis itu mengangguk kepala dan langsung berjalan dengan cepat ke arah kelas untuk mengambil apa yang Anjar katakan sebelumnya. "ini ... ," gumam Cantika cukup kaget saat melihat beberapa foto-foto dirinya, ada di dalam tas milik Anjar. Dengan sembunyi-sembunyi, Cantika memperhatikan satu per satu foto tersebut. Semua ini tampaknya diambil saat Cantika berada di sekolah. Bahkan, ada juga foto lawas dan terkesan cukup gelap. 'Mungkinkah Anjar menaruh hati kepadaku?' tanya Cantika tanpa suara. Tidak ingin Anjar tahu kalau dirinya sudah melihat foto di dalam tas itu, Tika segera mengambil baju kaos dan berjalan kembali menuju Anjar. "Ini ... ," ucapnya sambil memberikan baju kaos berwarna putih. "Makasih ya, Ka," ujar Anjar sambil tersenyum. Tak lama, bel kembali berbunyi. "Sudah waktunya istirahat, sebaiknya kita segera ke kantin! Jangan sampai terlambat lagi, dijam kedua nanti," kata Anjar sambil menghitung waktu. "Iya ... ." Aku menuruti perkataan Anjar kali ini tanpa mengajaknya berdebat seperti biasanya. Setibanya di kantin, Anjar menarik kursi untukku dan meminta untuk duduk. "Kamu mau pesan apa, Ka?" Anjar berbicara sambil duduk di bawah dan menatap mataku. 'Ya Tuhan, aku merasa seperti seorang putri, Anjar sangat menghargai aku.' Kata Cantika tanpa suara, sembari menatap matanya yang kian tampak indah. Jantung gadis itu mulai berdebar kencang, bahkan keringat dingin mulai keluar dari dahi. Dengan sigap, Anjar mengambil tisu dan menghapus keringat Cantika. "Kamu pasti capek banget ya? Kalau gitu, biar aku pesan nasi soto saja." Tanpa jawaban dari Cantika, Anjar berdiri dan mengantri untuk memesan soto hangat yang ia tawarkan kepadanya. Dari sini, pandangan gadis itu, tidak bisa lepas dari Anjar. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN