Chapter 30

1599 Kata
“Kau yakin kau tak memiliki sipapun untuk dicurigai??” tanya Eric kembali setelah beberapa kali bertanya, karena apa yang mereka usahakan kini memang masih belum ada hasilnya. Dibandingkan keempat rekannya yang lain, yang sudah keluar dan sibuk dengan tugasnya masing masing. Eric, Zale dan Farren masih mendekam di rumah Syden untuk setidaknya mencari sedikit celah siapa identitas anonim dengan inisial ghost itu. Syden sudah turun tangan untuk mencari IP mana yang digunakan anonim tersebut ketika ia mengupload banyak hal di dalam webstitenya –ah ya, baru disadari oleh ketiga rekannya, bahwa Syden ini adalah orang yang cukup ahli di bidang ilmu teknologi. Teringat mereka mengenai kasus Britta dan Farren yang disekap di sebuah lemari es, Syden lah orang yang menemukan keduanya dengan gadget yang bahkan ia buat sendiri-, namun IP yang digunakan orangnya adalah IP yang berbeda beda. IP yang memang masih menunjukkan negara ini, namun di tempat yang bisa berbeda beda di tiap detiknya. Setelah menggulir cukup lama, keempatnya menyadari bahwa Syden bukanlah orang satu satunya yang postingan mengenai keburukan di upload di situs tersebut. Rata rata, yang anonim tersebut ekspos adalah beberapa pesohor penuh skandal atau orang orang kaya yang memiliki beberapa selingkuhan, baik manusia maupun aset. Dari titik itu pula lah, semua orang langsung percaya kepada anonim tersebut, karena berita berita sebelumnya adalah berita yang nyata, dimana ketika kejaksaan atau otoriter yang sesungguhnya turun tangan, berita tersebut terbukti benar, dan orang yang bersangkutan langsung dibawa ke ranah hukum. “Omong omong berita mengenai mu, aku beberapa kali mendengar kasus kau menumpang nama di sebuah kasus yang bahkan kau tak ada sangkut paut dengan team yang memecahkannya” ujar Eric yang kakinya langsung ditendang oleh Zale. Masalahnya, mungkin hal ini akan menyakiti hati pria itu. Bukan hanya Eric kok yang penasaran, semua anggota pun sama penasarannya, karena setelah satu bulan lebih mereka bersama, Syden bukanlah orang yang hanya menopang kaki dan tak bekerja. Syden benar benar orang yang pekerja keras, meskipun mungkin ilmu dan pengalamannya belum sebanyak tiga sekawan itu. “Ah... masalah itu” kekeh pemuda tinggi itu langsung keluar ketika melihat Eric mengaduh akibat tendangan dari kaki panjang Zale. “Karena status ibu dan ayahku, sepertinya” gumamnya juga tak yakin. “kedua orang tuaku berkontribusi penting untuk negara ini. Beberapa kali aku mendengar bahwa mereka berdua menolak diberikan imbalan atas jasa yang bahkan belum mereka lakukan. Sebenarnya itu lebih ke arah suap agar suatu hari nanti, kedua orang tuaku mungkin akan menuruti permintaan mereka karena suap dibayar dimuka itu. Namun sepertinya karena tak berhasil, mereka beralih padaku. Aku bahkan tak tah apa apa, namun pagi harinya, aku sudah diberondongi oleh wartawan mengenai kinerjaku yang katanya cemerlang” ujar Syden sembari mengendikkan bahunya tak peduli. “Pun, orang orang di divisiku enggan memberiku tugas yang benar benar tugas karena sepertinya atasan mereka terlalu mengistimewakanku. Jadi bukannya aku tak mau masuk dalam kasus besar, hanya saja aku tak mendapat kesempatan itu” Hal tersebut cukup masuk akal hingga Farren mengerti apa yang dimaksud oleh Syden meskipun pria itu tak bercerita banyak. Melelahkan sekali menjadi boneka pupet yang harus digerakan oleh seseorang demi menarik massa. “Kembali ke masalah awal, kau benar benar yakin tak memiliki masalah apapun dengan seseorang??” “Ya” Angguk Syden. “Yang kurasa memang tidak. Tapi kan aku tak tahu apa yang dirasakan orang lain. Mungkin saja ada yang memang tersakiti oleh perbuatanku, lalu balas dendam dengan cara seperti ini” Mengerang frustasi, Eric merasa hari ini adalah hari dimana ia menjadi manusia yang paling bodoh. Puluhan tahun hidup selalu berhasil dengan segala upayanya, kini ia tak bisa apa apa dan diam menatap layar ponsel yang menampilkan laman berlatar hitam putih itu. Dirinya butuh kata kunci. Sebuah kata kunci dimana ia bisa setidaknya menemukan celah untuk mengobservasi lebih jauh. Apa yang dimiliki semua orang, namun tidak semua orang tahu.... “Syden, kau punya rahasia apa?” ujar Eric tiba tiba yang membuat pria yang ditanya hampir memuncratkan protein shake yang baru saja ia seduh. “Tiba tiba sekali?? Tidak ada” “Siapa yang kau coba tipu hah” toyor Eric. “Bahkan mungkin bayi yang baru lahir pun punya rahasia dengan Tuhannya” ujarnya sembari memutar bola matanya malas. “coba ingat ingat lagi mengenai rahasia apa yang kau punya hingga kau bisa diincar sebegininya oleh sosok tak diketahui itu” “Ya apa?? Aku tak ingat aku memiliki rahasia?? Hidupku datar datar saja tahu” ujarnya kesal karena dipaksa mengingat sesuatu yang memang tak ada. “Bagi kami, kau bahkan merahasiakan kemampuan teknologimu yang secanggih ini. Dipikir pikir, dari mana coba kau bisa mengerti sampai sejauh itu” “Loh?? Aku kan tidak merahasiakannya. Kalian saja yang tidak tahu. Lagi pula, itukan memang pekerjaanku dahulu” sambutnya cepat yang tanpa sadar, kalimat yang ia lontarkan itu membuat ketiganya mematung dengan ekspresi kebingungan. “Pekerjaan sebelumnya katamu? Bukankah kau hanya berbeda satu tahun denganku??” tanya Farren kebingungan. “Jika mengingat tahun kerjamu di kepolisian, berarti kau lulus sekolah langsung pelatihan kepolisian dan bekerja menjadi polisi” “tidak” geleng pria itu. “Aku dua kali lompat kelas. Sehabis lulus, aku bekerja di perusahaan lain itu dulu selama dua tahun, baru menjalani pelatihan kepolisian” “Apa pekerjaanmu sebelumnya?” “bagian IT di salah satu perusahaan detective swasta” Hal pertama yang dikeluarkan dari mulut ketiganya adalah umpatan dengan kata yang berbeda beda. Detective swasta?? Seorang Syden yang katanya tidak berguna itu ternyata lebih senior dua tahun dibandingkan mereka??? Tuhan sedang bercanda macam apa ini. Menenggakkan kepalanya pusing lalu memijat pelipisnya pening, Farren menghela nafas panjang karena selama ini ia sudah bersikap sangatlah i***t dengan memandang seseorang hanya dari rumor yang beredar. Siapapun, tolong tonjok Farren sekarang juga. “Oke” ujar Zale yang juga tengah menghela nafas dalam. “kita lanjutkan pembahasan mengejutkan itu nanti. Sekarang kembali lagi ke topik awal. Kau yakin tak ada yang berniat balas dendam terhadapmu?? Dengan background kau bekerja di tempat seperti itu, kemungkinannya jadi semakin besar mengenai ada seseorang yang memang menginginkanmu hancur” “Ya... kalaupun ada. Aku tak akan tahu siapa dia atau siapa mereka, kan?? Selama dua tahun itu, aku menyelesaikan banyak kasus. Dan lagi pula, aku hanyalah salah satu bagian dari divisi IT. Tak yakin pula jika seseorang ini mengetahui identitasku karena aku tersembunyi di bagian paling dalam keanggotaan. Jika memang ada orang yang terekspos oleh kami, maka kemungkinan paling mungkinnya orang yang dikenai balas dendam seperti ini pasti kepala team sebagai orang yang ada di paling depan, mengatur semuanya” “Jika memang kau sudah menyelesaikan banyak kasus dalam lingkup kejahatan digital atau informatika, berarti kau bisa saja mengakses website ini?” tanya Eric sembari memperhatikan layar ponselnya lamat lamat. “Bisa saja, asal ada akses untuk aku bisa masuk kedalamnya” jawabnya yakin. “Kau bisa tidak menempelkan virus ke salah satu bagian website ini? Jadi saat anonim log in, kita bisa auto masuk juga?” Tanpa banyak bicara, Syden kini beralih untuk membawa laptopnya berada di atas meja. Mengerjakan apa yang dititah oleh rekannya yang mungkin saja akan benar benar berguna jika si anonim ini statusnya tak lebih pintar dari Syden. Saat waktunya tiba, ia menggunakan tools wi****ark dan berkahir senyuman tak terdefinisi dari wajah rekannya karena berhasil mengcapture username dan password milik anonim tersebut. Apakah selesai sampai disini?? Tentu saja tidak. Syden yakin dengan jelas bahwa anonim itu tidak lah sebodoh itu. Menggunakan VPN untuk mengakses banyak IP membuatnya tau persis bahwa username atau password tersebut bisa saja salah satu yang palsu atau memang cloningannya banyak dengan jenis yang berbeda. Saat itu, Syden mengambil file log yang tersimpan untuk siapa tahu dapat membantu investigasi kali ini.   Pria itu kembali membuka tools bernama tools wiresh*rk untuk menganalisis dan setidaknya mendapatkan barang bukti. File log dari web tersebut akan membantu untuk mendeskripsi pada HTTP2. TLS version 1 point 2 dan TCP terenskripsi, namun tak semua data file capture yang dapat terdeskripsi karena keamanan pada HTTPS yang menggunakan SSL atau Secure Socket Layer. Paket data yang akan dianalisi oleh pria itu dipilih menggunakan teknik filter dimana akan mempercepat dan memudahkan identifikasi paket data. Beberapa kata kunci untuk mencari paket paket tertentu yang berhubungan dengan email dan password atau mencari pesan email. Pun, IP IP tadi akan dijadikan kata kunci untuk emncari data yang berhubungan dengan pesan email daru username yang tadi mereka temukan. Kata kunci DNS (Domain Name Server) yang berhubungan dengan isi pesan dari email yang terikat dengan username tadi yaitu xxx dengan IP server 104.28.11.001 yang juga menjadi kata kunci untuk mencari barang bukti yang mungkin saja berhubungan dengan domain dari website tersebut. “Ah.. mataku terasa seperti berkunang kunang” ujar Zale sembari mengusak matanya kasar karena kumpulan huruf dan angka yang terjajar panjang itu sama sekali tak dimengerti olehnya. Bertahun tahun menjadi detective, sejauh ini ia hanya meminta tolong bantuan para teknisi IT dan sama sekali tak tahu bagaimana cara mereka mendapatkan informasi. Melihat langsung bagaimana Syden bekerja kali ini cukup membuat otaknya terasa panas. Beberapa paket data telah ditemukan. Salah satunya adalah paket data dengan nomor 254 yang memberikan keempatnya sebuah IP asli dengan lokasi 125.26.459.158 beserta email asli lengkap dengan passwordnya. “Aku menemukan identitasnya” ujar Syden pada ketiga orang yang kini mulai sibuk dengan kegiatan masing masing. Farren dan Zale yang mendengarnya langsung bersiap untuk menghampiri pelakunya, sedangkan Eric yang baru saja muncul kembali di ruangan, setelah beberapa menit yang lalu pamit mengangkat telepon, masuk dengan wajah pucat dan kebingungan yang sangat nyata. Seakan bingung dengan apa yang harus ia lakukan akan informasi yang baru saja ia dapatkan tadi. “Ada apa?” “Ibuku meninggal”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN