Chapter 21

2591 Kata
Atmosfer menegangkan satu jam yang lalu belum hilang hingga saat ini. Seluruh warga desa merasa sangat shock, keluarga dari mayat yang harusnya tadi terbakar murka dan meminta penjelasan mengenai dimana mayat tersebut disembunyikan, yang tentu saja mereka semua tidak tahu. Keluarga mendiang terus berteriak, mengatakan bahwa mereka haus bertanggung jawab atas hilangnya jenazah tersebut, yang mana mengganggu Farren dalam melakukan penyelamatan dan tentu saja ikut membuatnya murka. Sebut ia tidak sopan dan tak berkeprikemanusiaan, namun manusia sekarat saat ini lebih penting dibandingkan seonggok mayat. Akhirnya, mereka semua dipaksa untuk memasuki rumah masing masing oleh pak Shue selaku kepala desa, dan mereka pun mau tak mau harus melaporkan kejadian ini ke kepolisian.  Kael dan Zale yang kini tertidur tak jauh dari mereka –agar yang lain lebih mudah menjaganya jika kedua pria yang masih tak sadarkan diri itu berada dalam pandangan mereka- sudah ditangani dengan pertolongan pertama oleh Farren dan Eric, yang puji Tuhan, membuat keduanya kembali bernafas setelah sempat kehilangan nafasnya dengan tubuh dipenuhi luka bakar ringan. Semuanya tak berhenti disini, tentu saja. Kelima orang yang masih terjaga ini sedang mengalami stress berat karena keberadaan Eros sampai saat ini, sudah hampir empat belas jam berlalu belum ditemukan. “Tadi pagi, Eros pamit untuk melihat kembali tempat kejadian perkara pertama, kan?” ujar Syden yang sedari tadi berdiskusi dengan Dylan mengenai kemungkinan keberadaan Eros saat ini. Nyatanya, pertanyaan tadi hanya ditanggapi dengan anggukan lemas dari yang lain karena otak merasa benar benar terasa panas dengan segala teka teki dan kejadian yang terlalu mendadak. “Kau tidak mendapat email lagi?” tanya Farren pada Syden yang juga tengah menatap layar laptopnya dengan nanar, seakan berharap ada satu notifikasi yang setidaknya memberikan mereka petunjuk mengenai keberadaan rekan selama tiga bulannya itu. “...ingin menyusuri jalanan dimana Eros tadu pagi pergi? Mungkin setidaknya ada sebuah petunjuk mengenai kemana hilangnya pria itu” ujar Britta memberi saran, yang sepertinya dapat diterima oleh keempat pria yang ada di samping dan dihadapannya. “Kalau begitu, harus ada yang menjaga Kael dan Zale disini” ujar Eric. “Jika tidak kau, maka aku” lanjutnya lagi sembari dagunya bergerak untuk menunjuk Dylan yang ada dihadapannya. “Kenapa hanya kita berdua?” tanya yang lebih muda tak mengerti. “karena Syden tidak bisa bela diri, dan Britta adalah seorang perempuan” “berhenti mengkotak kotakan manusia berdasarkan gender!!” pekik yang perempuan, dan si laki laki malah- “hey!! Aku juga bisa bela diri tahu!! Kau pikir aku apa, hah?? Menyogok untuk masuk dan selalu menyogok setiap ada tes??” ujar Syden yang sebenarnya di iya kan oleh yang lainnya. Mengingat bagaimana reputasinya selama ini yang selalu berlindung dibalik tubuh orang tuanya. “Lalu Farren?” “Farren akan harus ada disetiap ekspedisi yang kita lakukan. Kadang dia melihat peluang kecil terbaik yang tidak akan disadari oleh orang yang lain” ujar Eric kembali menjawab. “jadi... siapa yang akan tetap diam disini dan menjaga dua pria itu??” yang mana akhirnya diskusi itu berakhir dengan Dylan yang tetap diam ditempat untuk menjaga Kael dan Zale. Dylan dan Farren sama sama memegang sebuah hand talkie untuk memberikan informasi jikalau sinyal kembali menghilang disaat saat urgensi yang membutuhkan bantuan yang lainnya. Berbekal izin pamit dariEros tadi pagi untuk pergi ke TKP pertama, kini mereka menyusuri jalan menuju rumah tersebut meskipun jalanan sangat sepi, dan hanya terdengar suara suara jangkrik, katak ataupun hewan hewan malam yang aktif beraktifitas saat matahari sudah mengilang. Hingga saat mereka sudah sampai di rumah tersebut, tak ada tanda tanda batang hidung milik Eros muncul barang sebentar saja. Cemas? Tentu saja. Eros adalah kedokteran forensik, bukan kepolisian biasa yang fisiknya sudah terlatih seperti mereka semua. Selama ber jam jam ini, setelah mereka sebelumnya melapor kepada pak Shue mengenai hilangnya Eros, warga desa lainnya pun mencoba ikut mencari, jikalau ada kemungkinan pria itu ‘disembunyikan’ di tempat tak seharusnya seperti Zale dan Kael tadi. Seluruh desa sudah disusuri, namun memang tidak ada jejak apapun. “Karena Eros tidak ada tanda disini, mungkin tidak sih ia pergi ke desa sebelah?” ujar Syden yang dijawab untuk apa oleh yang lainnya. Desa yang disebut desa sebelah ini tidak benar benar sebelah, jauhnya cukup membuat para pesepedah harus menggerakkan kakinya mengayuh hingga kurun waktu satu sampai dua jam. Lagi pula, jalanan yang mirip dengan jalan saat mereka menuju desa ini, yaitu berlumpur tanpa adanya lampu membuat kemungkinan sangat kecil jika Eros benar benar ada disana dengan suka rela. Berbeda ceritanya jika memang ia diculik. Tapi, jika dipikir lagi, jika Eros disembunyikan di desa yang notabenenya lebih ramai dari desa ini, penduduk di desa sana sudah pasti menyadari karena rumah mereka bersampingan, tidak seperti desa ini yang memiliki jarak cukup jauh di tiap rumahnya karena ladang dan kebun masing masing. “bagaimana jika tidak disembunyikan di desa sebelah??” ujar Britta tiba tiba. “Jalur ke desa sebelah melalui jalur kanan, tak jauh dari persimpangan, ada jalur kiri yang mengarah kearah hutan di utara” ujar gadis itu lagi yang membuat Farren mengeluarkan handie talkienya, dan menghubungi Dylan perihal- “kami akan masuk kedalam hutan di area utara untuk menyusuri kemungkinan penculikan. Tolong jaga Kael dan Zale sampai kami kembali” ujar pria itu tegas yang langsung berdampak melangkahnya keempat orang itu untuk pergi ke area yang mereka maksud.  Tanpa menyadari bahwa jurang dimana Eros menghilang hanya sekitar dua puluh kaki dari tempat mereka berada. Dengan hanya menggunakan pakaian dan perlengkapan seadanya, mereka benar benar memantapkan diri untuk melangkahkan kaki mereka memasuki hutan yang gelapnya sangat mengerikan itu. Bermodalkan tiga buah senter tangan dan ponsel yang dibawa untuk berjaga jaga jika senter mati, mereka menyusuri rumput rumput basah akibat embun dengan jarak yang tak pernah saling menjauhi. Disaat begini, stick together adalah pilihan yang paling baik dibandingkan yang lainnya. Mereka hanya mengenakan pakaian seadanya karena tadinya hanya ingin mencari Eros ke tempat kejadian perkara pertama. Namun dengan masing masing orang mengenakan jaket dan baju yang tidak terlalu santai untuk tidur, jadilah mereka langsung menuju kawasan mengerikan ini yang kini beberapa gesekan ranting karena angin cukup bisa mengagetkan tiga orang pria dan satu orang perempuan itu. Britta yang ada di tengah tengah formasi terlihat sedang menggulung rambutnya keatas lalu mengikatnya dengan asal. Mengeluarkan parang yang dimilikinya lalu ikut membabat habis beberapa tanaman yang sekiranya menggangu perjalanan mereka. Beberapa orang yang membawa senapan di tubuhnya cukup membuat tubuh sedikit berat karena berjalan di area basah dengan membawa beban yang cukup membuat pegal. Ditilik dari jam tangan yang ada di lengan kanan Syden, sekarang sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Sudah empat jam lebih mereka menyusuri hutan ini dan tetap tidak menemukan tanda tanda kehidupan selain binatang dan tumbuhan. Mereka sudah terlalu jauh berjalan. Jika ingin kembali pun, mereka khawatir akan memilih jalan yang salah dan berakhir tersesat. Yang kini mereka lakukan adalah terduduk diatas tanah dengan rumput yang sedikit, lalu menselonjorkan kakinya yang sudah terasa kaku dan membeku akibat dingin yang semakin menerpa. Mereka berinisiatif mengumpulkan kayu kayu kering untuk dijadikan api unggun karena Eric berkata bahwa ia membawa korek api. Dingin yang menusuk semakin membuat mereka menggigil karena mereka memang belum melahap apapun dari siang, yang kini berakhir keempat cucu adam itu meringsut mendekat dan mengelilingi api unggun yang semakin lama semakin membesar. “Tidak mungkin kita kembali dengan suasana segelap ini dengan kondisi perut kosong dan tidak fokus. Dari pada khawatir, lebih baik kita bermalam disini. Sepertinya enam hingga tujuh jam lagi pun matahari akan muncul” ujar Farren sembari memijat pelan kakinya tak seakan mati rasa. “tidurlah, aku akan berjaga jika ada binatang buas” ujarnya yang tentu saja di protes oleh ketiga rekannya yang lain. “memangnya siapa bilang aku akan terjaga sampai pagi? Kalian tidurlah dahulu. Selang dua jam aku akan membangunkan salah satu dari kalian untuk bergantian berjaga” ujarnya lagi yang tentu saja ia bohong. Mana mau ia menempatkan posisi rekan yang menjadi tanggung jawabnya untuk bersusah diri. Selagi ia bisa melakukannya sendiri, maka ia tak akan menyusahkan orang lain. Itu prinsip yang ia gunakan sedari kecil yang terkadang selalu menjadi bahan amaran untuk Eric dan Zale yang sudah lebih lama menjadi rekannya. Dan lagi.. ya... semoga benar benar tidak ada apa apa.     ---   Jeritan kecil khas dari hewan pagi memasuki indra pendengaran Farren, membuat pria itu meletus dari balon lamunannya dan menyadari bahwa lingkungan yang sepuluh menit lalu masih gelap, kini sedikit demi sedikit mulai menampakkan sinar meskipun tidak drastis karena tertutupi lebatnya daun di pepohonan yang menjulang tinggi itu. Sesuai dengan dugaannya mengenai ketiga orang yang masih tergeletak tak sadarkan diri dengan tangan yang membantali kepala masing masing, bahwa mereka benar benar nyenyak tidurnya karena keadaan perut yang kosong dan badan yang terasa lelah seharian. Pria itu mendongakkan kepalanya, mencoba melirik ke beberapa pohon yang masuk dalam pandangannya, mengira ngira apakah ada jenis pohon buah yang bisa menjadi santapan mereka pagi ini. Namun, sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah pohon pohon tua menjulang keatas tanpa buah maupun bunga. Pria itu tidak tahu itu jenis pohon apa, namun yang pasti, mereka akan kelaparan sebelum kembali ke area desa Asgardia. “Hey” panggil Farren sembari sedikit menggerakkan tubuh Syden yang posisi tidurnya ada disebelah dirinya. Untung saja pria itu bukanlah tipe manusia yang susah dibangunkan. Hanya dengan gerakan sedikit saja, ia langsung membuka kelopak matanya, mengusaknya pelan sembari menengok ke kiri dan kanan, kemudian langsung menyadari bahwa hari sudah pagi. Dengan tergesa- meskipun sedikit terhuyung- ia duduk dan langsung menatap wajah Farren yang memang terlihat lebih kusut dari biasanya. Syden berharap bahwa pria itu setidaknya bergantian tidur dengan Eric dan tak bisa membangunkannya, namun mata memerah dan terlihat lelah itu langsung menjawab semuanya. “Mengapa kau tidak membangunkan salah satu dari kami untuk berjaga??” ujarnya langsung dengan nada khawatir. Tentu saja!! Zale dan Kael sedang dalam kondisi sakit, Eros menghilang, ia tak mau menambah masalah dengan jatuh sakitnya Farren hanya karena menjaga mereka bertiga semalaman suntuk. “tak apa” jawabnya sembari mengendikkan bahu seakan tak peduli. “nanti tanya saja Eric, aku sudah biasa tidak tidur kok” “Aku apa” suara serak memberhentikan Syden yang tadinya akan mengutarakan kesebalannya kearah Farren. Mereka berdua menengok, menemukan Eric dan Britta yang terbangun dengan wajah bantal khas bangun tidur karena keributan yang dibuat mereka berdua. “loh, sudah pagi??” ujar Britta yang mereka baru tahu bahwa suara seorang gadis bisa sebegitu beratnya di pagi hari hanya karena baru bangun tidur, mengingat biasanya Britta bercakap cakap dengan tone suara yang tinggi sebagaimana khasnya wanita. “kalian berjaga tanpakuuuu???” ujar gadis itu ketika menyadari bahwa ia tertidur dengan cepat dan kini bangun tanpa merasa bahwa ia pernah dibangunkan untuk berjaga. “akukan sudah bilang, jangan spesialkan aku hanya karena aku. Wanita.!” Ujarnya dengan penekanan di dua kata terakhir. “Farren tuh” adu Syden dengan mata menyipit. “Ia terjaga semalaman tanpa membangunkan kita bertiga” yang kini hanya dibalas kekehan geli dari yang paling tua sekaligus yang menjadi pemimpin. “ya sudah sih. Sudah terlanjur pula. Kalian ini bereaksi seakan akan aku pergi perang lalu mati sendirian” lanjutnya lagi sembari bangun dari duduknya dan menepuk nepuk kotoran di celanannya karena terduduk di tanah yang lembab. “ayo pulang sembari melihat lihat kemungkinan keberadaan Eros dan buah buahan yang tidak beracun” ajaknya yang langsung saja dituruti oleh ketiga orang dihadapannya itu. “bagaimana jika kita sudah sampai kembali di pintu masuk ke hutan, namun Eros masih belum ditemukan?” “Maka kita harus memikirkan cara dengan kepala dingin bagaimana untuk menemukannya. Pun, semoga saja saat kita kembali, Eros sudah ditemukan oleh warga desa dan kembali ke rumah dengan selamat” ujar pria itu memberikan pikiran positif. Meskipun.. yah.. dengan skema kejahatan yang dilakukan kepada Zale dan Kael membuatnya tak bisa berpikir bahwa semuanya akan baik baik saja. Setidaknya, ia tak ingin rekannya panik dan malah membuat semua rekan yang tersisa tidak bisa berpikiran jernih. Tidak. Itu malah akan menjadi mimpi buruk yang terus berkelanjutan. Dengan langkah yang gontai, mereka kemudian kembali menggerakkan kaki mereka menuju jalan yang semalam mereka lalui. Sedikit berdoa pada Tuhan semoga mereka tidak disasari karena sejujurnya, karena semalam sangat gelap, mereka tak begitu ingat kemana mereka melangkah. Yang mereka ingat hanyalah mereka terus bergerak lurus, namun entah ke arah mana. Mereka mengeratkan jaket masing masing ketika menyadari bahwa hawa pagi hari di hutan sangatlah dingin. Lebih dingin dari tadi malam yang notabenenya juga berembun, namun pagi ini, memang kabutnya sempat menutupi jalanan hingga jarak pandang mereka hanyalah sejauh lima meter. Gemerisik angin pagi yang bergesekan dengan ranting dan daun sempat membuat mereka merasa kepanikan semalam sedikit menghilang dibawa angin. Namun, ketika mereka menyadari ada seoonggok manusia dibawah pohon, dengan pakaian terkoyak dan tidak sadarkan diri, disanalah kepanikan tersebut muncul kembali. Karena jarak pandangnya harus dekat akibat kabut tebal, mereka harus sedikit mendekat untuk menyadari siapa pemilik tubuh yang tidak diketahui masih bernyawa atau tidak itu. “Ya tuhan, EROS!!!” Pekik Britta ketika indra pengelihatannya mulai meregoknisi bahwa tubuh lemas dengan kondisi tubuh mengenaskan itu adalah rekannya yang sedari kemarin mereka cari. Dengan tergesa gesa, yang lainnya ikut menyusul Britta yang sudah lebih dahulu lari kearah tubuh Eros yang masih tidak sadarkan diri. “Nafas?” “Masih” ujar Britta yang selanjutnya terdengar bahwa gadis itu mengucapkan berbagai macam ucapan syukur kepada Tuhannya atas masih diberinya kehidupan pada pria yang sudah menjadi rekannya hampir satu bulan itu. “Kita bopong saja. Tolong angkat ke punggungku” ujar Syden yang sudah bersiap siap didepan tubuh Eros. Punggung lebar dan tubuh yang berotot itu memang setidaknya berguna disaat saat kruisial seperti ini. Namun belum sempat segalanya berjalan sesuai rencana, pemuda yang tadinya tergeletak lemas itu tiba tiba membuka matanya, dan menggigit lengan Eric yang saat ini sedang membopong tubuhnya. “Sial!! Kau kenapa, Eros!??” Ujar Farren keheranan karena pria itu kini menatap mereka tajam, seakan akan mereka berempat adalah santapan untuknya. Dengan tangan yang dikeraskan hingga terlihat urat uratnya, Eros menyerang mereka dengan sangar. Brutal dan agresif mungkin lebih tepat untuk mendefinisikan kejadian saat ini. Britta sempat menjadi korban ketika salah satu tangan Eros menarik rambutnya, lalu membenturkan gadis itu ke pohon terdekat. Syden yang tadinya memunggunginya kini mencoba untuk menahan kedua tangan pria itu, namun ia mencakar wajahnya hingga mata pria berwajah seperti model itu terasa sangat perih karena segala kotoran di tangan Eros masuk dan menyakiti matanya. Berdoa saja semoga cakaran tadi tak mengenai bola matanya, hingga kotoran kotoran tadi tak akan membuat matanya mengalami infeksi. Eric dan Eros terlibat perkelahian sengit. Syden tidak menyangka bahwa pria lembut yang biasanya hanya berurusan dengan mayat itu ternyata bisa melakukan bela diri sebegini kuatnya. Syden yang baru saja menghalau tinjuan yang tadinya dilayangkan kepada Eric harus lagi dan lagi merasakan nyeri karena kini kepalanya lah yang menjadi korban hantaman batu. Dengan darah yang mengalir di pelipis dan pusing yang tiba tiba mendera, ia menyadari bahwa Eric tengah kesusahan karena dirinya dipojokkan dengan punggung menempel pada pohon dan kedua tangan mencoba melepaskan cekikan Eros di lehernya. Sialnya lagi, ketika ia berbalik untuk meminta pertolongan, Britta dan Farren tidak ditemukan keberadaannya. Diulang. Dengan tebal. Kedua cucu adam itu tidak ditemukan keberadaannya. Syden seakan mengalami kepala pecah menjadi berkeping keping dengan semua situasi ini. Eric yang hampir mati dan Farren juga Britta yang menghilang. Dengan segenap kekuatan tersisa yang ia punya, ia mencoba bangkit melupakan nyeri yang amat sangat di kepalanya. Syden menahan kencang tangan Eros yang saat ini mencoba untuk membunuh Eric, dan lagi- satu masalah lain muncul dan merumitkan segalanya. “SIAPA KALIAN!!???” Ucap Eros dengan agresif, namun tak disangka, bulir matanya menunjukkan ketakutan yang nyata. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN