"Dis Maaf,Seperti nya kita harus kurangi intensitas pertemuan kita ya. Aku sedang belajar menjadi lebih baik, lagi pula bukankah tidak baik laki-laki dan wanita sering bertemu? teleponan atau video callan pun sebaiknya dikurangi saja ya, agar nanti kalau kita ketemuan itu lebih greget kangennya dapet…kamu rasain tidak dua tahun ini gini-ginimulu! lagi pula kamu belum siap menikah sebelum lulus kuliah, bukan?”
Prakkkkkk…
Ponsel Adis terjatuh pada tangan yang seakan tidak berdaya menggenggam, Pada langkah kaki yang tiba-tiba saja berhenti, netranya membulat sempurna dengan d**a yang mendadak sebah dan sesak.
Rasanya seperti tidak percaya dengan yang ia lihat dihadapannya saat ini. Dua makhluk yang sangat ia kenal sedang berpegangan tangan melemparkan tawa bahagia dalam sebuah pembahasan yang sepertinya sangat begitu berkesan di sebuah klinik bersalin tempat Adis yang kini sedang menjemput temannya.
Ya dia melihat Wafda dan kak Mayra sepupunya bersama.
Tidak lama seketika Adis tersentak sadar oleh langkah-langkah kaki yang berlalu-lalang, ia segera memunguti ponselnya yang terjatuh,kini berputar balik dalam hitungan cepat ia mengabadikan moment yang ia lihat lewat beberapa pengambilan foto dari ponselnya.
“Ada apa Dis?” Tegur Kia yang baru saja datang dari Apotek menujukepada Adis.
“Tidak ada, hape aku jatuh, kamu sudah selesai?”
“Sudah, Ayo pulang sekarang, thanks ya Dis kamu sudah repot-repot jemput aku” Kia tertawa menatap pada wajah Adis yang melampirkan senyum tipisnya menutupi sakit dan kecewa.
“Apa sih, kaya orang lain aja!” Sergah Adis menggandengsahabatnya itu berjalan pergi.
Masih saja terngiang jelas dikepala Adis segala ucapan dan permintaan Wafda 3 bulan silam tentang intensitas pertemuan dan membatasi hubungan. Adis rasa itu baik, itu benar.
Bahkan Adis merasa insecure pada dirinya tentang Wafda sedang memperbaiki diri, menjadikan pelan-pelan Adis pun mulai berfikir untuk menjadi pribadi yang lebih baik mengurangi segala hal-hal dan kegiatan tidakbermanfaatnya.
Seperti nongkrong di tempat-tempat hiburan, pertemuan tidak bermanfaat bersamateman-temannya hingga segala sikap dan sifat buruknya pun perlahan mulai disingkirkan, tidak lagi membangkang, mulai belajar arti sabar dan lebih sering dirumah berkutik pada buku-buku dan laman-laman keagamaan
Sepenuhnya juga bukan karena Wafda ia berubah, semua muncul dari pengalaman yang ia lihat dari sekitar memperbaiki diri jangan karena seseseorang melainkan karena kau rasa itu memang baik untukmu dan membawamu pada sesuatu yang baik dikehidupanmu.
***
Aedisa Sofwanna.
Biasa di panggil Adisa terlahir dari dua orang tua yang keduanya berprofesi sebagai Dokter begitupun Tasya kakaknya kandung satu-satunya yang berusia 3 tahun di atasnya kini bersekolah di luarnegri juga berprofesi sebagai seorang Dokter.
Sesuatu hal yang terkadang membuatnya minder di rumah ketiganya memiliki pembahasan yang seakan selalu masuk namun dia yang sama sekali tidak bercita-cita sebagai Dokter pun seakan terasingkan tidak pernah nyambung atas pembahasan mereka.
Lucunya seperti ia di anak-tirikan bahkan mereka mempunyai grup khusus di akun berbagi pesan instan sementara Adis tidak dimasukan ke dalamnya.
Sebenarnya tidak hanya itu dari sedari kecil semua sudah tampak berbeda, terkadang ia merasa mungkin ini perasaannya saja akan tetapi semakin jauh Adis merasa ini benar-benar bukan hanya perasaan namun benar adanya.
Mulai dari hal kecil seperti saat memilih makanan kesukaan, mainan,berpakaian Ibu hanya meminta pendapat Tasya kakaknya dan ia sebagai sang Adik hanya mengikuti.
Pemilihan sekolah, kegiatan tambahan, latihan diribenar-benar semua Adis hanya mengikuti Tasya, Ikut kelas balet, kelas musik padahal Adis tidak menyukai itu ia lebih suka kelas renang dan olah raga lain Namun ibu tidak mengizinkan jika tidak bersama Tasya.
Jarang sekali ia didengarkan apa lagi mendapat dukungan dari kedua orang tuanya ia selalu menjadi sipengikut Tasya yang dianggap lebih baik dan matang dalam hal dan memutuskan apapun.
Adis sering memberontak akan tetapi itu tidak berguna ia tidak akan pernah didengar seperti sudah tersugeti bawah dasar fikiran orang tuanyaTasya is numero uno dan Adis adalah si pembangkang dikeluarga.
Apa lagi sejak Adis benar-benar memberontak untuk tidak mengikuti Tasya mengambil jurusan kedokteran dan memilih mengambil jurusan yangia suka semua seakan mengucilkannya di tambah Tasya lulus cumlaud dan mendapatkan beasiswa keluar negri.
Adis pun semakin di anggap rendah lucunya bukan hanya di rumah tapi di keluarga besarnya, nenek, Om, tante sepupu semuaselalu saja membanding-bandingkannya dengan Tasya kakaknya.
Lama kelamaan ia merasa tertekan sesuatu perbandingan yang tertanam semakin menusuk kedalam memori kepalanya ia yang tidak ingin menjadi pembangkang atau pembantah benar-benar melakukannya ia pergi dari rumah dan memilih tinggal disebuhkos-kosan yang tidak jauh dari kampus dan itu membuatnya lebih tenang.
Berada lingkungan dalam lingkup sederhana diantara orang-orangyang tidak perlu bersetatus tinggi akan tetapi mereka bisa melakukan hal-hal bermanfaat.
Ya tidak disengaja ia bertemu sebuah komunitas yang menaungi anak-anakjalanan memberikan ilmu dan pembelajaran Adis pun merasa tergerak untuk ikut dan mendedikasikan dirinya yang dianggap tidak bermanfaat oleh keluarganya itumenjadi bermanfaat untuk orang lain.
Suatu hari ayah pernah bertanya “Kenapa kau tidak inginmenjadi seorang Dokter Sofwanna (panggilan kecilnya) itu adalah lekerjaan yang mulia! Kau bisa menolong orang lain sambil bekerja dan mendapatkan sebuah setatusyang baik.
“Bukankah menolong orang lain ada banyak cara tidak melulu harus menunggu menjadi sesuatu apa lagi harus menjadi Dokter dulu?” Sergah Adis kepada sang Ayah dengan santainya.