Nathan pun membuka sleting gaun itu sampai pinggang, ia diam sesaat melihat punggung putih mulus milik ariana.
*
Nathan menggelengkan kepala untuk menyadarkan diri dari punggung mulus milik Ariana.
"Sudah." ucapnya melepas gaun Ariana begitu saja. Kalau saja Ariana tidak reflek langsung memegang bagian depannya, mungkin saja gaun itu akan merosot kebawah, akibat gaun yang tidak memiliki lengan.
"Ah..." Ariana kaget memegang bagian depan gaunnya agar tidak merosot yang akan menampakan p******a Indah miliknya.
"Kenapa terkejut. Lagi pula aku sudah pernah melihatnya." ucapnya dengan nada datar.
Ariana mendelik mendengar ucapan Nathan yang tentu mengaitkan kejadian beberapa hari yang lalu. Saat Nathan mabuk dan hampir bercinta kalau saja Nathan tiba-tiba ia tak menghentikannya.
'Kali ini kalau dia melalukan seperti itu lagi, akan aku perkosa dia.' kata Ariana jengkel mengingat nathan yang seenak jidatnya menghentikan disaat Ariana sudah berada di Puncak gairahnya.
Daripada emosinya semakin memuncak dengan nada bicara Nathan yang menyebalkan, lebih baik ia pergi mandi saja.
Ariana pov
Dasar Nathan gila, otak udang, manusia kutub. Dengan entengnya membicaran hal itu, aku mati-matian menahan malu, dia dengan terang-terangan berbicara begitu. Tapi ngomong-ngomong, bukankah sekarang malam pertamaku dengannya. Arrghh... Bodoh, bodoh Ariana, mana mungkin aku dan dia melakukan itu seperti pengantin lain, pernikahan ini cuma simbiosis mutualisme. Sama-sama menguntungkan. Dia mendapat setatus pernikahan agar orang tuanya tidak menjodohkan dia, dan aku mendapatkan rumahku kembali.
Tapi kalau sampai dia melalukan hal saat dia sedang mabuk kemarin, aku benar-benar menerjangnya tanpa ampun.
Tapi aku juga benar-benar penasan, apa dia benar seorang gay? Kalau benar lalu kenapa waktu itu dia dan aku hampir melakukannya. Tidak mungkin karna mabuk, aku yakin dia b*******h terlihat dari matanya yang juga menginginkan. Pokoknya aku harus cari tahu kebenarannya.
Tok tok
"Kau mandi atau mati, cepat aku juga butuh mandi." suara Nathan terdengar dari balik pintu.
"Sebentar lagi." jawabku.
'Sudah berapa lama aku di dalam?Bodoh aku terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri sampai lupa ada Nathan.' gumamku.
Lima belas menit aku menyelesaikan mandiku. Aku keluar hanya mengenakan handuk untuk menutupi bagian tubuhku dan rambutku yang basah.
"Ku kira mati." cibir Nathan. Aku menahan kesalku padanya. Kalau bukan suamiku sudahku cakar muka tampannya yang datar itu.
Tapi harusku urungkan, takut dosa. Bagaimanapun juga hakikat seorang istri harus sopan pada suaminya. Aku hanya menghela nafas mengatur emosi.
"Tunggu." panggilku. Dia tidak menjawab hanya menoleh menungguku bicara.
"Apa tidak ada baju untukku pakai?!" tanyaku padanya. Mengingat kami pergi tanpa membawa apapun. Hanya pakaian yang menempel saja, itupun gaun pengantin yang ku kenakan dan tuxedo nathan. Tidak mungkin aku mengenakannya. Untuk berjalan pun susah.
"Untuk apa mengenakan pakaian, nanti juga tidak terpakai. Bukankah ini malam pertama kita." godanya dan menekankan kata malam pertama.
Aku menunduk malu dengan ucapan Nathan.
'Apa kita akan melakukannya?!' batinku bertanya.
"Haha.. Lihat mukamu memerah seperti tomat busuk. Aku hanya bergurau, pakaianmu ada didalam lemari yang sudah dipersiapkan mami."
DEG
Apa tadi si iblis itu tertawa? Ini hal yang langka seharusnya aku mengabadikannya, dan apa itu, kenapa sangat tampan. Dasar iblis bodoh dia menyembunyikan ketampanannya di balik muka datarnya itu.
Dan tunggu apa-apaan ini, jantungku kenapa jantuku berdetak seperti ini, apa aku terkena serangan jantung ringan?.
"Hey, hey... Malah bengong, berfikir apa?! Jangan bilang kau memikirkan apa yang ku ucapkan tadi?" tanyanya sambil mengibas-ngibaskan tangannya didepan mukaku. Membuyarkan lamunanku.
"T-tidak." ucapku gugup, jujur saja aku memang memikirkan ucapannya.
"Baguslah kalau begitu. Aku harus memberitahumu, kalau kita tidak akan melakukan apapun seperti suami istri. Aku memberitahumu lebih awal agar kau tidak kecewa, bukankah hubungan kita ini hanya status saja, kau tidak lupa kan?" ucapnya.
Entah kenapa aku merasa kecewa dengan ucapannya. Bukan karna tidak bisa melakukan hubungan suami istri, bukan, bukan aku hanya kecewa apa yang diucapkannya benar, hubungan kita memang hanya sekedar status tidak lebih.
"Kau tidak memberitahuku juga aku sudah tahu tentang itu, lagi pula siapa yang menginginkan itu, mimpi saja." elakku.
"Benarkah?!" tanya Nathan. Ia mendekat padaku.
'Apa yang akan dia lakukan.' tanya batinku gugup.
Aku terus mundur saat nathan sudah hampir dekat denganku, sampai kakiku sudah tidak bisa mundur karna sudah terpojok di dinding. Nathan terus menatapku lekat dan Nathan terus memperpendek jarak diantara kami, saat dadanya sudah menempel dengan dadaku yang hanya berbalut handuk hotel.
Nafas Nathan sangat terasa di wajahku, aroma parfume maskulinnya sangat cocok untuk nathan.
'Tuhan, apa yang akan dia lakukan.' batinku.
Nathan mendekatkan wajahnya padaku, aku memejamkan mata menunggu apa yang akan dilakukannya. Saat bibirnya hampir menempel dengan bibirku yang aku kira dia akan menciumku, ternyata tidak.
"Kau bilang tidak menginginkannya juga, bibirmu bilang tidak, tapi tubuhmu berkata lain." kata Nathan. Ia membelai atas payudaraku yang sedikit menyembul, dan pergi begitu saja.
Aku mendelik melihat Nathan yang menjauh.
"DASAR IBLIS GILA." teriak ku kesal.
"Aku suka dengan sebutan itu, istriku." godanya sebelum benar-benar masuk kedalam kamar mandi.
'Dasar gila, argh... Baru saja aku bilang kalau dia berbuat macam-macam akan ku perkosa. Jangankan perkosa menatapnya saja aku sudah takut duluan.'
Ariana memakai baju sambil mengucapkan sumpah serapah untuk nathan. Selesai memakai pakaian ia langsung membaringkan tubuhnya di atas kasur king size.
Ia menatap langit-langit, sambil membayangkan kehidupannya yang begitu menyedihkan menurutnya. Menikah adalah salah satu tujuan hidup yang tidak sama sekali ia pikirkan, apalagi menikah dengan orang yang sama sekali tidak ia cintai. Cinta? Entahlah, Ariana pun tidak pernah merasakan apa itu mencintai dan dicintai. Ia hanya pernah dicintai oleh kedua orang tuanya yang kini sudah berada di surga. Sekarang ia harus hidup dengan orang asing entah sampai kapan.
Cklek
Suara pintu kamar mandi terbuka. Nathan sudah selesai mandi. Ariana menutup tubuhnya dengan selimut, ia malas berbicara dengan Nathan, yang pasti akan membuatnya jengkel.
Ariana berpura-pura tidur, agar tidak ditendang dari kasur nyaman ini dan berakhir diseret tidur di sofa.
"Kau sudah tidur." tanya Nathan. Ariana diam tidak menjawab.
"Apa kau tidak lapar? Kau seharian belum makan, bukan? " tanya Nathan lagi. Ariana masih tidak menjawab.
'Cih!!! Selain gila, dia juga bodoh, mana ada orang tidur diajak bicara. Tapi seharian ini belum makan apapun selain roti, itupun tadi pagi. Perduli setan, aku malas berbicara padanya.' Ariana tetap pada pendiriannya.
Nathan ikut berbaring di samping Ariana.
"Terimakasih, dan maaf." ucap Nathan terdengar tulus.
"Terimakasih karna sudah mau menikah denganku, maaf untuk tidak bisa membuka hati untukmu." ucapnya lagi.
"Aku tahu kau belum tidur, aku hanya ingin mengucapkan itu. Tapi aku benar-benar berterimakasih sudah mau berkorban untukku, aku tahu ini sulit untukmu. Tapi aku harap kau mau bersabar sebentar, aku akan mengembalikan hidupmu seperti semula sampai ibuku bahkan keluargaku berhenti mencampuri urusanku, aku berjanji itu." kata Nathan dengan serius.
Ariana terisak dalam diam, entah kenapa ucapan Nathan hatinya teremas.
'Aku juga berjanji selama aku menjadi istrimu, aku akan melakukan yang terbaik untukmu.' batin ariana.
"Tidurlah ini sudah larut malam." nathan memunggungi ariana.
'Apa aku juga boleh berjanji akan berusaha membuatmu menyukai wanita, sebagai mana kodratnya? Meskipun itu bukan aku?'
________________________