Bab 2: Kau, Aku Dan Masa Lalu 2

1402 Kata
# Arther baru saja keluar dari ruang rapat ketika ponselnya bergetar karena ada panggilan masuk dari nomor yang sudah dia kenal. Itu panggilan masuk dari Kinan, mantan tunangan yang sekarang malah menjadi sahabatnya. Dia mengangkat panggilan itu dan seketika raut wajahnya berubah. Arther baru akan berbicara ketika Kinan sudah lebih dulu mematikan panggilan. “Dia benar-benar senang mengejekku,” geram Arther. Dia kesal sekarang, meskipun pada kenyataannya dia juga tidak akan bisa mengomel pada Kinan kalau wanita itu ada di hadapannya. Arther melangkah cepat menuju luar kantor ketika salah seorang sekretarisnya berusaha mencegahnya. “Pak, hari ini jadwal Bapak sangat padat.” Sekretaris penggantinya sedang berusaha mencegah Arther yang sudah menunjukkan gelagat ingin meninggalkan perusahaan. “Suruh wakil direktur saja yang menggantikan,” ucap Arther ringan. Dia masuk ke dalam lift dengan di ikuti oleh sekretaris penggantinya itu. “Bapak lupa? Wakil direktur sedang berada di Paris untuk mengurus perusahaan kita yang ada di sana.” Sekali lagi sekretaris penggantinya itu berusaha untuk menghalangi langkah Arther. “Kalau begitu, suruh wakilnya wakil direktur. Aku punya urusan yang lebih penting,” ucap Arther. “Tapi Bapak baru memecat wakilnya wakil direktur minggu lalu karena terlibat dalam dana gelap untuk proyek kerja sama desain dengan perusahaan lokal.” Pria yang menjabat sebagai sekretaris pengganti Arther itu sudah hampir menangis dengan sikap atasannya yang benar-benar seenaknya sendiri itu. Memang sih perusahaan ini hanya satu dari sekian banyak perusahaan yang bergerak di bidang fashion milik Arther Subagja, akan tetapi justru ini adalah perusahaan baru yang paling membutuhkan perhatian dari Arther sebagai pemilik. “Cari penggantinya kalau begitu. Usahakan lusa siang semua kandidat yang cocok sudah siap untuk wawancara. Aku sendiri yang akan mewawancarai mereka,” ucap Arther. Sekarang mereka sudah berada di parkiran perusahaan. Tapi sekretaris pengganti Arther kini malah berdiri di samping pintu kemudi. Kembali berusaha menghalangi agar Arther tidak masuk ke dalam mobil itu. Arther mengangkat sebelah alisnya. “Apa lagi?” tanya Arther. “Jadwal bapak hari ini bagaimana Pak?” Arther menarik napas panjang melihat betapa keras kepalanya sekretaris penggantinya yang saat ini mengisi posisi Jenny yang sementara kosong. “Dengarkan aku Rina, sebagai sekretarisku kau harus fleksibel,” ucap Arther. “Namaku Rian bukan Rina Pak. Rina itu nama perempuan. Dan bukan aku yang tidak fleksibel Pak tapi jadwal Bapak benar-benar padat. Tolonglah Pak,” ucap Rian putus asa. Arther menepuk pelan bahu Rian. “Aku mengerti. Oke. Aku paham. Jadi tidak bisa di geser ke besok atau lusa ya? Coba kau cek lagi di tabletmu itu,” usul Arther kemudian. Rian kemudian mencoba untuk mengecek ke tabletnya, namun tanpa disangka-sangka olehnya, Arther malah mengangkat tubuhnya yang memang jauh lebih kecil dari bosnya itu meski mereka sama-sama pria, dan menggesernya ke samping. “Eh Pak!” Rian jelas kaget. “Laki-laki kok kerempeng, Jenny saja lebih berat darimu,” ucap Arther. Belum selesai keterkejutan Rian, Arther sudah masuk ke dalam mobilnya dan melaju keluar dari area parkir gedung. Masih dalam posisi yang sama dengan tablet di tangannya, Rian yang sudah berpindah tempat hanya bisa menatap mobil Arther yang melesat pergi begitu saja. Butuh beberapa detik untuk Rian sebelum akhirnya dia tertunduk lemas. “Jenny cepatlah kembali. Bos akan membuat semua staf resign dan kantor yang baru dibuka ini tutup kalau kau tidak kembali. Aku sungguh-sungguh tidak kuat,” ucap Rian dengan nada memelas seorang diri. Semua orang juga tahu, tidak ada yang bisa membuat seorang Arther Subagja kembali ke jalur hidup dan pekerjaannya selain Jenny. Satu-satunya sekretaris yang bisa mengatur jadwal Arther sekaligus membuatnya menepatinya, bagaimanapun caranya. # Arther melaju dengan cepat di jalanan Jakarta yang kebetulan lenggang sebelum akhirnya dia memilih jalur tol yang menuju ke arah Bogor. “Bisa-bisanya aku melewatkan Bogor,” gumam Arther. Selama ini dia lupa kalau Jenny pernah tinggal di Bogor saat remaja bersama kakak perempuannya. Dia mencari Jenny ke luar negeri tapi tidak disangka sekretarisnya itu malah bersembunyi di kota yang jaraknya tidak begitu jauh dari Jakarta. Baru beberapa saat berada di jalan tol dan mulai bisa menguasai perasaannya, ponsel Arther tiba-tiba kembali berbunyi. Kali ini sebuah pesan masuk ke ponselnya lewat aplikasi pesan instan dan lagi-lagi itu berasal dari Kinan. Dengan penasaran Arther membuka pesan itu dan mau tidak mau dia kembali harus merasa terganggu saat melihat bagaimana Jenny memeluk seorang pria dan tertawa bahagia dalam pelukan pria itu. Tanpa menunggu lama, Arther menekan nomor ponsel sahabatnya itu. “Halo.” Terdengar suara Kinan di seberang sana. “Siapa pria itu?” tanya Arther. Namun dia hanya mendengar suara tawa Kinan saat ini. Sepertinya Kinan sama sekali tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Arther. “Arrgh, sialan,” raung Arther kesal. Dia kembali menambah kecepatan mobilnya membelah tol beruntungnya saat ini tidak semacet waktu biasanya. Untung saja dia keluar sekarang sehingga tidak perlu terjebak macet # Jenny bangun dengan tubuh yang terasa lebih segar dari biasanya. Dia ingat kalau pagi ini Wawan sudah berjanji untuk mengantarnya mengunjungi salah satu objek wisata yang belum banyak dikunjungi oleh orang-orang. Di masa mudanya, Jenny memiliki tubuh yang sering sakit-sakitan. Meskipun dia tidak terlihat lemah, namun Jenny harus selalu berhati-hati dengan aktivitas fisik yang dijalaninya atau dia bisa tiba-tiba pingsan. Selain itu, dia juga tidak bisa ikut study tour yang membutuhkan biaya mahal karena kondisi ekonominya yang tidak mampu. Sekarang, di saat dia justru mampu pergi ke mana-mana dengan gaji yang selama ini terkumpul setelah kerja kerasnya sebagai asisten merangkap sekretaris dua puluh empat jam Arther, dia tiba-tiba sadar kalau untuk liburan pun dirinya kesulitan untuk membuat perencanaan tempat yang akan ditujunya. “Aku sudah terlalu lama terbiasa jadi kuda lumping di perusahaan, sekarang saatnya aku jadi kuda sembrani yang bisa terbang ke mana pun aku mau,” ucap Jenny pada bayangannya sendiri di cermin. Dia tidak memiliki keluarga, baik itu orang tua maupun saudara, jadi sekarang dia bertekad untuk menghabiskan seluruh uangnya untuk bersenang-senang sampai akhir hayat sebelum harus kembali ke perusahaan dan bekerja lagi sebagai b***k korporat. Tidak butuh waktu lama bagi Jenny untuk bersiap-siap. Dia hanya perlu mengenakan riasan tipis, kaos oblong oversize dan boyfriend jeans yang nyaman untuk menikmati jalan-jalannya hari ini. Wawan sudah menunggu di lobi ketika Jenny datang untuk menemuinya dan pria itu tampak terkesima melihat penampilan Jenny sampai-sampai dia harus membetulkan letak kacamatanya berkali-kali. “Wow,” ucap Wawan. Kemarin Jenny mengenakan pakaian yang sedikit lebih feminin dan juga tampak pucat sehingga Wawan tidak terlalu memperhatikan penampilannya. Namun hari ini, Jenny mengingatkannya pada masa-masa sekolah mereka dulu. Bagaimana bisa dimatanya Jenny tetap terlihat sama dengan dulu? Dia mungkin seorang wanita dewasa sekarang, tapi Jenny tidak menua. Inilah sebabnya Wawan bisa dengan cepat mengenali Jenny meski terakhir kali mereka bertemu adalah sebelum lulus SMP. “Karena kita akan jalan-jalan ke beberapa tempat wisata, jadi kurasa berpakaian santai saja cukup. Apa tidak cocok?” tanya Jenny. Wawan menggeleng pelan. “Cocok. Aku hanya kaget karena kukira kau anak SMA,” akunya. Wawan berkata jujur namun itu malah membuatnya salah tingkah sendiri akhirnya. “Omong-omong, apa kau sudah sembuh?” tanya Wawan akhirnya. Jenny tertawa. “Flu tidak pernah bertahan lama di tubuhku karena aku bukan lagi gadis lemah seperti dulu. Kemarin aku lebih ke alergi karena udara Bogor kadang-kadang bisa jadi tidak bersahabat, terutama saat musim hujan,” ucap Jenny sambil tertawa lebar Untungnya Jenny tidak sempat menangkap rona merah di pipi Wawan yang sempat terlihat. “Kalau begitu kita harus pergi sekarang karena ada banyak tempat yang harus di kunjungi kalau kau memang benar-benar ingin menjelajah hari ini,” ajak Wawan. Dia melangkah lebih dulu karena merasa canggung sendiri dengan perasaan spesial yang seharusnya sudah lama terpendam di dalam dirinya. Perasaan yang sempat bersemi diam-diam dari masa cinta monyet anak SMP lugu. Kata orang tidak ada yang namanya teman sejati di antara laki-laki dan perempuan karena salah satunya pasti akan memiliki perasaan lebih dari sekedar teman pada yang lainnya. Sementara itu, di saat Jenny dan Wawan sedang menjelajah setiap wisata alam yang ada di kota Bogor. Arther malah terjebak macet dengan mobil mewahnya di jalanan kota Bogor. “Kalau tahu begini, aku naik motor saja,” ujar Arther kesal. Karena tidak memiliki tujuan, dia berputar-putar di jalanan kota Bogor dan berakhir terjebak di antara kemacetan yang membuatnya stres. Untung saja, tidak lama kemudian sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya yang langsung membuatnya tersenyum lebar. “Jenny, saatnya pulang.” Arther tertawa-tawa sendiri di dalam mobilnya di tengah kemacetan. Andai kaca mobilnya tembus pandang, orang-orang yang melihatnya sudah pasti akan mengira dia gila.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN