Demi Oleh-Oleh

1865 Kata
Pelatihan satu minggu di Las Vegas telah berakhir, saatnya kembali ke Indonesia. Kembali ke rumah, kembali dengan rutinitas yang sama, atau kembali untuk pergi lagi. Seperti yang telah diikrarkan saat pertama kali melangkahi gerbang akademi militer, apapun perintah yang diterima itu adalah harga mati. Untungnya setelah pelatihan kali ini, baik Alroy ataupun Tama tak mendapatkan penugasan keluar kota atau bahkan keluar negeri. Karena itu, dua anggota militer Angkatan Udara tersebut memilih pulang ke kediaman masing-masing usai melaporkan kepulangannya dari tugas pelatihan. Setelah beristirahat sesaat, hal selanjutnya yang Alroy lakukan adalah sibuk merutuki diri karena bingung dengan cara apa ia harus membungkus headset penerbangan yang akan ia berikan kepada Almeera. Jangan harap jika pria itu akan membelikan headset baru, karena nyatanya ia malah membawa pulang headset yang ia pakai saat di Las Vegas. Yah, headset bekas yang ia pakai selama beberapa malam untuk mendengar suara Almeera atau yang ia pakai saat bertugas. Bingung menentukan cara membungkusnya, Alroy menyerah. Ia hanya mengambil kantongan bekas pembungkus makan malam yang ia pesan melalui aplikasi pemesanan makanan online. Selanjutnya, ia mengirim pesan melalui aplikasi chat pada Almeera. Via WhatsApp (Alroy: Aku sudah di Indonesia, aku akan datang ke rumahmu untuk mengantarkan oleh-oleh yang kujanjikan) Bahkan tanpa menunggu balasan dari Almeera, pria itu sudah meninggalkan apartemennya menuju rumah Almeera sambil menenteng plastik berwarna putih berisi headset penerbangan itu. **** Almeera sekali lagi dibuat kelabakan oleh pria itu, malam-malam mendapatkan chat secara tiba-tiba dan pria itu mengatakan akan datang. Entah bagaimana lagi cara yang harus Almeera lakukan agar tidak muntah ketika pria itu datang. “Durian!!” jeritnya. “Apa masih ada durian?” tanyanya dengan suara heboh pada pelayan. “Sudah habis, Nona” balas seorang pelayan dengan wajah menyesal. Tak ada durian, Almeera makin panik. Ia buka kulkas di dapur dengan cepat, menatap isinya satu persatu. Entah jenis makanan apa lagi yang harus ia pakai untuk menyelamatkan diri dari muntah-muntah berkepanjangan. “Ada jengkol gak? Atau pete?” tanya Almeera dengan suara nyaring. Bi Yati menggeleng dengan cepat sebagai jawaban. Para pelayan memang jarang menyetok dua jenis makanan itu, alasannya karena majikan mereka tak suka dengan makanan berbau menyengat. Palingan mereka hanya membeli makanan-makanan itu untuk mereka sendiri, itupun tak setiap hari. “Ih ini rumah kenapa gak punya jengkol sama pete sih?” semburnya. “Emang kalian gak suka makan jengkol atau pete gitu?” “Suka sih, tapi kan Tuan Dennis sama Nona gak suka. Jadi, kami jarang beli. Palingan beli kalau lagi kepengen aja” balas Bi Yati sambil sesekali ia menengok TV berukuran besar di ruang keluarga yang sedang menampilkan sinetron andalannya. “Sana gih balik nonton, itu leher bisa-bisa lepas nengok mulu” ujar Almeera dengan nada kesal sambil meninggalkan area dapur. Almeera sampai di depan tangga, namun ia menghentikan langkahnya, bingung antara mau naik atau apa yang harus ia lakukan sekarang. Karena itu, ia menatap Bintang dan Kejora dengan wajah memelas meminta bantuan. “Nona gak usah ketemu Mas Al. Kan Mas Al cuma mau nganterin oleh-oleh, jadi Nona gak perlu ketemu.” Bintang memberi saran. “Oleh-olehnya bisa dititipin sama kita, ya kan Jo?” tanya Bintang pada Kejora sambil memicingkan matanya untuk mengejek Almeera. “Bener” Kejora menimpali, turut menggoda Almeera. Sontak saran itu membuat wajah Almeera cemberut. Di satu sisi ia tak ingin bertemu pria itu karena khawatir akan berakhir muntah-muntah. Tapi ada sisi lain dalam dirinya, dengan keinginan yang lebih besar yang memintanya untuk menemui pria itu, entah bagaimanapun caranya. “Bagaimana, Nona?” Bintang memastikan, meski wajah Almeera sudah memberi penolakan atas sarannya barusan. “Kalian nyebelin!” bentak Almeera lalu menaiki tangga dengan terburu-buru, meninggalkan Bintang dan Kejora yang menahan tawa setengah mati. “Ini pertama kalinya Nona jatuh cinta” Kejora berseru sambil membalik tubuhnya membelakangi tangga. “Jadi keinget sama seseorang yang juga pertama kali jatuh cinta ehm…” sambung Kejora sambil berpura-pura mendehem dan menggaruk-garuk bagian lehernya yang sebenarnya tak gatal. “Siapa maksudmu huh?” balas Bintang, mengeluarkan suaranya yang sengit. “Bi Yati” jawab Kejora. “Pas Bi Yati jatuh cinta pada pandangan pertama pada Mas Al yang di tipi itu.” Kejora menyangkal sebelum ada taring yang keluar dari mulut saudara sepupunya yang emosian itu. Bahkan meski Kejora menyangkal, Bintang tahu betul jika Kejora sedang menyindirnya. Tapi, tak akan etis baginya untuk menjambak rambut Kejora di rumah majikannya seperti ketika ia bertengkar dengan Kejora saat berada di kampung. Mari kita lupakan sejenak tentang Bintang Kejora yang ingin berjambak-jambakan itu, karena ada satu makhluk aneh yang melesat dengan cepat dari lantai dua menuju lantai satu setelah mendengar suara motor berhenti di parkiran depan rumahnya. Jika saja tubuh Bintang dan Kejora seringan kertas, tubuh mereka pasti akan melayang di udara begitu Almeera bergerak melewatinya. Yah, terlalu cepat pergerakan Almeera untuk menemui pria itu. Tak ingin membiarkan Bintang atau Kejora mendahuluinya apalagi jika dua pengawalnya itu benar-benar hanya mengambil titipan oleh-oleh yang dibawa Alroy lantas menyuruh pria itu pergi. Berbekal selimut tebal yang ia ambil dari tempat tidurnya, Almeera berlari hingga ke teras untuk menemui Alroy. Almeera membungkus hampir seluruh bagian tubuhnya dengan selimut, termasuk bagian mulut dan hidung. Hanya menyisakan kedua matanya yang mengintip dari balik selimut. “Kau baru bangun tidur?” Itulah pertanyaan pertama yang meluncur dari mulut Alroy bahkan sebelum pria itu turun dari motornya. “Tidak” balas Almeera dengan suara sengau karena suaranya terhalang selimut tebal. “Apa kali ini kita sudah bisa bertemu di tempat yang sama seperti ini?” tanya Alroy saat ia melepaskan helmnya sementara Almeera berada sekitaran 5 meter dari jaraknya berdiri. “Apa aku harus berdiri di sini? Apa aman bagimu jika aku sejauh ini?” tanya Alroy beruntun. Mau peluk. Almeera hanya mampu membatin karena terlalu malu mengakui secara langsung bahwa ia merindukan pria itu dan sangat ingin memeluknya untuk melepas rindu. Tapi, apalah dayanya jika aroma tubuh Alroy masih membuatnya mual-mual. Tidak, aku tidak boleh menyerah. Aku harus bertahan. Almeera menguatkan dan meyakinkan diri, karena saat ini ia sedang menahan nafas agar tak mencium aroma tubuh Alroy. Sayang sekali, sekuat apapun tekadnya ia justru berakhir melarikan diri setelah ia merasa paru-parunya hampir meledak. Alroy menggaruk kepalanya, menatap nanar selimut yang tertinggal di lantai. Pria itu berinisiatif memungut selimut Almeera lalu mengundang sendiri dirinya untuk duduk di teras. Sementara itu di dalam rumah, Almeera meraup oksigen sebanyak yang ia mampu. Menyetok persediaan oksigen untuk menemui pria itu lagi. Sekali lagi ia meyakinkan diri, yah demi oleh-oleh dari Las Vegas itu, Almeera harus bisa menahan nafas. Tepat sebelum ia keluar, ujung matanya melirik pada pot kaca berbentuk bundar, tak terlalu besar ukurannya. Tapi, Almeera justru kepikiran untuk menjadikan benda itu sebagai pelindung. “BINTANG!! JOJO!!” panggil Almeera dengan nyaring. “Iya, Nona” jawab Bintang dan kejora dengan serempak. “Ambilin baskom!” Kejora mengernyit heran sementara Bintang berlari ke dapur mengambil baskom yang entah akan digunakan untuk apa oleh Almeera. “Ini” Bintang menyodorkan benda plastik itu pada Almeera. Tangan Almeera segera menjangkau benda itu, meletakkannya di lantai. Lalu ia meraih pot kaca yang berisi bunga hias, mengorek-ngorek isinya, mengeluarkan bunga serta busa penahannya ke dalam baskom. Almeera sedikit menarik ujung baju kaosnya untuk mengelap bagian dalam pot kaca itu, yang membuat Bintang dan Kejora saling pandang, mulai menerka-nerka apa yang hendak dilakukan oleh Almeera. “Nona, potnya mau diapain?” tanya Kejora, tak tahan dengan rasa penasarannya. “Jangan bil…” ucapan Bintang terhenti, tebakannya benar. Pot kaca itu sudah terlanjur masuk di kepala Almeera. Sementara Almeera menyengir di balik pot itu. Almeera meraba-raba bagian mulut pot di bagian lehernya. Masih ada kemungkinan baginya untuk muntah-muntah karena udara masih bisa masuk ke dalam pot tersebut. “Ah selimut” Almeera teringat selimut yang ia tinggalkan di teras. “Ambilin selimutku di luar” perintahnya. Kejora menurut, meski ia tak tahu akan bagaimana lagi kegilaan Almeera hanya untuk sebuah headset dari Las Vegas itu. Kejora kembali masuk setelah mendapatkan selimut milik Almeera, langsung saja Almeera melilitkan benda tebal itu di bagian lehernya. “Aman!” Ia berseru senang. Ada satu hal yang ia lupakan, lupa untuk sekedar memastikan bagaimana mengerikannya ia terlihat. Jika di serial kartun Spongebob, karakter Sandy menggunakan pot kaca lengkap dengan pakaian selamnya, maka tampilan Almeera kurang lebih terlihat seperti itu. Ah tidak, Almeera terlihat sangat berbeda, sangat berantakan, sangat gila, dan sangat mengerikan. Buktinya, ketika Almeera muncul di hadapan Alroy, pria itu sampai terlonjak dari kursi yang ia duduki. Hampir saja Alroy mengira ada alien turun dari langit jika tak melihat wajah menyengir di dalam pot kaca itu. “Apa yang kau lakukan?” Suara Alroy menahan tawa, tak tahan sebenarnya untuk tidak tertawa melihat tingkah Almeera, tapi juga kasihan pada wanita itu. “Diamlah!” Almeera merengut, “Ini biar aku gak muntah.” Almeera yang merasa bahwa perlengkapan selam dadakannya itu berhasil akhirnya mendekati Alroy. Ia tersenyum kikuk sambil mempersilahkan pria itu kembali duduk, tak lupa ia juga ikut duduk di seberang meja. “Mana oleh-olehnya?” tanyanya dengan tak sabaran. “Oh itu, ada di motor” Alroy berdiri, hendak mengambil benda yang ditunggu-tunggu oleh Almeera. Berguna juga pot ini, aroma tubuhnya gak kecium. Aman... Almeera berseru dalam hati dengan senang. Dalam benak Almeera bermunculan puluhan jenis, bentuk, dan warna hadiah yang Alroy bawa padanya. Tapi segala khayalan Almeera terhempas dan diremukkan secara paksa begitu ia melihat Alroy menenteng kantongan plastik berwarna putih. Tak ada oleh-oleh yang terbungkus kotak berpita. Atau setidaknya hadiah dalam paper bag. Almeera tersenyum, menyembunyikan kecewanya. Tapi, ia lanjut berujar untuk menyindir. “Itu apa? Martabak? Gorengan?” “Kamu pengen gorengan?” tanya Alroy. “Pengen mati” balas Almeera dengan lirih. “Nih, gak sempet kubungkus. Lagian kan yang penting isi dan niatnya, toh bungkusannya juga bakalan kamu robek dan buang.” Pria itu menyodorkan oleh-oleh yang ia bawa. “Isi dan niat?” Almeera membeo. “Iya” Alroy membenarkan. “Emangnya apa niat kamu ngasih aku kantongan plastik dan isinya ini?” “Kan kamu minta waktu itu, jadi yah kukasih.” “OH…” balas Almeera dengan nada sumbang karena kecewa. Makin lama pasokan udara di dalam pot kaca itu makin berkurang, dan semakin terasa berat pula benda itu berada di kepala Almeera. Ia mati-matian mencoba bertahan, berusaha menemukan cara agar bisa menemui pria yang berada di hadapannya itu lebih lama. Dahi Alroy mengernyit melihat perubahan raut wajah Almeera, terlihat wanita itu berubah jadi pendiam. Sejak beberapa menit yang lalu Almeera hanya mengangguk atau menggeleng tiap kali Alroy berbicara, itu pun terlihat begitu terpaksa. “Hey, kau baik-baik saja, kan?” Alroy bertanya tapi hanya anggukan yang Almeera beri sebagai jawabannya. Tak mungkin Almeera baik-baik saja, karena nyatanya wajahnya memerah di balik pot kaca itu. Sementara tubuhnya mulai bergetar dan berkeringat dingin. “Hey…” Alroy mengulurkan tangannya untuk menyentuh ujung jemari Almeera yang terlihat gemetaran. “Kau sakit?” Hanya gelengan kecil yang pria itu dapatkan. Almeera tak mampu lagi untuk bersuara. Lebih tepatnya, ia menahan untuk membuka mulut karena sedang menahan nafas. “HEY!!” Alroy meninggikan suaranya. “Kau masih bernafas, kan?” Alroy berdiri dari kursi dan menggoyangkan tubuh Almeera. Untuk beberapa detik Almeera masih merespon sebelum tubuhnya merosot jatuh dan lunglai dalam dekapan Alroy.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN