Christophen
"Terima kasih. Anda sudah bercerita banyak tentang Harsengard dan pangeran terkutuk,"kataku.
"Sama-sama. Aku senang jika bisa membantu."
"Meskipun aku sudah lama tinggal di Harsengard, tapi aku tidak tahu apa-apa tentang hal ini."
Mr. Cornwell menatap kami berdua. "Apa kalian berdua datang ke sini hanya untuk mengetahui cerita ini?"
"Tidak. Aku databg untuk membeli hadiah ulang tahun untuk seorang teman, karena di sini banyak barang-barang yang bagus dan kami sekalian jalan-jalan ke sini. Kebetulan aku memdengar tentang pangeran terkutuk ini, jadi sekalian aku mencari tahu kebenarannya, karena di Grashallow, cerita ini sudah nenjadi cerita rakyat,"kataku bohong. Sebenarnya tidak sepenuhnya bohong, karena Macaroon sebentar lagi berulang tahun dan aku bermaksud memberikannya hadiah.
Mr. Cornwell kembali menganggukan kepalanya.
"Ini sudah sore. Apa kalian akan tinggal di sini malam ini?"
"Kami akan menginap di penginapan. Besok pagi, kami akan kembali ke Grasshallow,"jawabku.
"Aku tahu penginapan terdekat di sini. Pemiliknya adalah salah satu temanku. Penginapannya bagus dan nyaman selain itu harganya pun murah. Aku bisa mengantar kalian ke sana atau kalian sudah memesan kamar di penginapan lain?"
"Terima kasih. Kami belum memesan kamar,"jawab Hansel.
"Kalau begitu ayo, kita ke sana."
Mr. Cornwell memberitahu istrinya kalau dia dan kami akan pergi ke penginapan temannya. Kami mengikuti Mr. Cornwell keluar. Langit sudah berubah menjadi warna jingga yang menandakan langit akan segera menjadi gelap. Kami melewati beberap toko persediaan bahan-bahan makanan, apotik, kain, rempah-rempah yang sudah tutup. Setelah kurang lebih kami berjalan selama lima belas menit, kami menghampiri sebuah bangunan berlantai tiga yang terbuat dari kayu. Di depan pagar terdapat sebuah plang kayu yang bertuliskan Lunar Motel yang bergoyang-goyang tertiup oleh hembusan angin.
Kami semua masuk. Cahaya kuning keemasan membuat motel yang kami datangi terlihat nyaman. Begitu kami masuk, aku langsung mencium aroma bunga lavender dan sebuah perapian yang menyala. Beberapa tamu sedang duduk di sofa nyaman di depan perapian untuk menghangatkan diri. Suara rintihan kayu yang terbakar membuat susana lobi motel yang tidak begitu besar menjadi tambah lebih nyaman. Kami mendatangi meja resepsionis dan menekan bel. Seorang pria seumuran Mr. Cornwell muncul dari arah belakang motel. Pria itu sepertinya terkejut melihat Mr. Cornwell.
"Perry,"seru pria itu dengan tatapan tak percaya.
"Hai Gerry! Apa kabar?"
"Aku. Ada kejutan kamu datang ke sini?"
"Aku membawa tamu ke sini. Ini temanku, Hansel, dan Mr. Lutherford. Ink temanku, Gerry pemilik motel ini."
"Selamat datang di Lunar Motel,"kata pria itu dengan senyuman ramahnya tiap kali menyambut tamu.
"Apa masih ada kamar kosong?"tanya Mr. Cornwell.
"Ada."
"Kami pesan dua kamar,"kata Chris.
"Tentu. Apa kalian ingin melihat kamar kalian dulu?"tanyanya.
"Tentu saja. Kami ingin segera beristirahat setelah perjalanan jauh." Chris tersenyum.
"Ayo ikuti aku!"
"Aku tidak ikut. Aku harus kembali ke tempat kerjaku unyuk mengecek pekerjaan di sana,"kata Mr. Cornwell.
Mr. Cornwell pun pergi meninggalkan motel. Kami berdua mengikuti pemilik motel. Kamar kami berada di lantai tiga dan kamar kami bersebelahan.
"Ini kamar kalian."
Gerry membuka pintu kamar dan mempersilahkan kami masuk. Sebelum pergi pria itu mengucapkan selamat beristirahat pada kami, lalu pergi. Aku masuk ke kamar dan kamarku tidak begitu luas, tapi sangat nyaman. Kamarnya bersih. Di dalam kanar hanya ada satu tempat tidur berukuran 120x200, sebuah meja kecil di samping tempat tidur. Di seberang ruangan ada meja. Di atasnya ada sebuah baskom dan kendi. Sebuah cermin tergantung di atasnya. Sebuah meja tulis terletak di depan jendela. Aku melepas jasku dan menyampirkannya di kursi meja tulis. Aku kemudian menuangkan air dari kendi ke baskom dan mencuci wajahku. Air dingin terasa begitu segar saat mengenai wajahku. Aku melepas sepatuku dan berbaring di atas tempat tidur. Seprei putih itu tercium aroma sabun. Seketika aku tertidur lelap dan melewatkan makan malam.
Malam itu aku bermimpi. Awalnya mimpi itu mimpi yang membuatku bahagia. Aku menikah dengan Macaroon, tapi tiba-tiba saja berubah jadi mimpi buruk. Macaroon pergi jauh dariku kutukanku menelannya dalam kegelapan. Dia berteriak minta tolong dan aku berlari ke arahnya untuk berusaha menolongnya, tapi Macaroon tidak bisa diselamatkan. Tubuhnya hancur dan menghilang. Dia sudah menjadi salah satu korban kutukanku. Aku terbangun di tengah malam dengan tubuh basah oleh keringat. Napasku tersengal-sengal. Aku melihat ke sekeliling dan baru kembali menyadari bahwa aku sedang berada disebuah penginapan. Aku bersyukur tadi hanyalah sebuah mimpi, tapi mimpi itu mungkin saja akan menjadi kenyataan.
Aku turun dari tempat tidur. Tenggorokanku kering dan minum segelas air. Aku membuka jendela membiarkan angin malam berhembus masuk. Aku memandang ke luar kegelapan malam dan kembali teringat dengan mimpiku tadi. Dadaku menjadi terasa sesak. Aku tidak ingin melihat Macaroon mati di depan mataku, karena aku tidak sanggup kehilangan wanita itu. Itu sama saja aku kehilangan sebagian dari jiwaku. Aku memejamkan mata menyerap rasa sakit di hatiku.
Aku menutup kembali jendela dan kembali berbaring di tempat tidur berusaha untuk tidur. Lama kelamaan aku jatuh terlelap dalam tidur tanpa ada mimpi lagi. Suara ketukan keras di pintu membuatku terbangun dan sinar matahari mulai masuk ke jendela kamar. Aku bangun dengan mata yang masih mengantuk dan suara keras ketukan di pintu masih terdengar.
"Tunggu sebentar!"
Aku menyibakkan selimut dan turun dari tempat tidur. Aku berjalan menuju pintu dan membukanya. Hansel sudah berdiri di depan pintu.
"Ada apa?"tanyaku sambil menguap.
"Anda harus segera berpakaian sekarang."
"Kenapa? Ini masih sangat pagi."
"Telah terjadi sesuatu semalam di dekat penginapan."
Dahiku mengernyit dan menatap bingung Hansel. "Apa yang terjadi?"
"Terjadi pembunuhan."
"Apa?"
"Mr. Cornwell telah dibunuh di dekat jalan menuju rumahnya."
Hansel tidak dapat menahan dirinya lagi dan akhirnya menangis. Aku yang mendengarnya sangat shock.
"Ayo masuklah!"
Aku cepat-cepat mengganti pakaiannya.
"Bagaimana itu bisa terjadi?"
"Entahlah. Aku tidak tahu. Aku tak percaya ini kalau sore itu adalah pertemuan terakhirku dengannya."
"Tapi orang gila mana yang membunuh orang sebaik Mr. Cornwell."
"Perry, dia adalah pria yang baik, jadi tidak mungkin dia punya musuh."
"Pasti keluarganya sangat sedih. Aku turut berduka cita."
"Terima kasih. Perry sudah aku anggap sebagai Kakakku sendiri."
"Kita akan ke rumahnya sekarang. Kapan tubuh Mr. Cornwell ditemukan?"
"Tadi jam lima pagi ditemukan oleh tukang susu."
Aku sudah selesai berpakaian dan bergegas keluar dari penginapan. Di depan motel masih nampak oramg ramai membicarakan penemuan mayat seorang pandai besi. Gerry si Pemilik motel baru saja datang entah dari mana. Pria itu nampak sedih dan lesu. Wajahnya muram. Hansel segera menghampiri pria itu. Aku mengikutinya.