Artemion

1016 Kata
Macaroon Aku pulang ke rumah dengan perasaan lesu dan langsung menuju kandang ayam untuk menyimpan keranjang. Aku kembali mengingat kata-kata Mrs. Hauston tadi. Setidaknya ramalan yang wanita itu katakan bukan sesuatu yang baru. Tanpa sadar aku tersenyum menyadari aku akan menjadi seorang pahlawan, tapi tentu saja aku tidak menginginkan Harsengard hancur. Aku juga penasaran kenapa ibu menyuruh Mrs. Hauston merahasiakannya dariku. Apa aku harus bertanya padanya? Aku berteriak keras karena terkejut sampai semua ayam di kandang ikut terkejut juga dan kandang menjadi sangat riuh. Helina muncul di belakangku. "Ternyata kamu." "Aku tidak tahu kalau aku membuatmu sangat terkejut. Padahal aku hanya menyentuh bahumu dengan pelan mungkin tadi kamu sedang melamun." "Iya. Tadi aku bertemu dengan Mrs. Hauston dan dia memberitahu tentang ramalannya padaku." "Ramalan apa?" "Aku belum bisa memberitahumu. Maaf." "Tidak apa-apa. Aku mengerti." "Terima kasih. Nanti aku akan memberitahumu, tapi tidak sekarang." Ayah muncul di kandang dengan tatapan cemas. "Apa yang terjadi? Aku mendengar suara keributan di sini." "Tidak apa-apa. Aku tadi hanya terkejut saja." "Benar tidak ada apa-apa?" "Iya." "Apa kamu sudah mengantarkan telur-telur itu?" "Aku sudah mengantarkannya dengan selamat. Aku baru saja pulang." "Bagus." Ayah keluar kandang ayam lagi. Aku mengembuskan napas panjang, lalu ikut keluar. Di kejauhan, aku bisa melihat ibu melalui jendela sedang memasak di dapur. Aku memandang ibu mencoba membaca pikirannya. Apa ibu sedang menyimpan sebuah rahasia? Apa ibu mengetahui sesuatu yang tidak aku ketahui? Aku berjalan bersama Helina ke dapur dan mencoba melupakan apa yang dirahasiakan ibu dariku. Aku ingin berjalan seperti biasanya seperti tidak terjadi apa-apa. Aku pun tidak akan menanyakan tentang ramalan Mrs. Hauston. "Kamu dari mana saja?" "Aku tadi mengantarkan telur pada Mrs. Oakfield." "Bagaimana kabar Mrs. Oakfield?" "Sepertinya baik dan dia mengundangku untuk minum teh, tapi aku menolaknya, karena aku ingin cepat-cepat pulang." "Macaroon, besok saudara jauh ibu dari Goldpoint akan datang ke sini dan akan tinggal di sini selama satu Minggu, karena rumahnya sedang di renovasi." "Ibu jarang sekali kedatangan tamu apa lagi dari keluarga." "Kamu kan tahu keluarga ibu tidak banyak dan mereka tinggalnya jauh-jauh, jadi kami jarang bertemu." "Setidaknya aku biasa mengenal keluarga Ibu yang lain. Apa aku perlu menyiapkan sesuatu sebelum mereka datang?" "Tidak perlu." "Baiklah." Aku melihat ke arah jendela dapur dan melihat ayah sedang mendorong gerobak berisi jerami. "Sampai sekarang aku tidak pernah bertemu dengan keluarga ayah? Apa mereka masih hidup?" "Ayahmu hidup sebatang kara. Dia tidak memiliki keluarga." "Tidak satu pun?" "Iya. Kenapa kamu tiba-tiba membahas hal ini?" "Itu karena kita sedang membicarakan saudara jauh Ibu, sedangkan keluarga Ayah tak pernah satu pun yang datang." "Kita jangan membahas itu lagi." "Aku akan pergi ke kamarku." "Sebelum pergi ke kamarmu, bisakah kamu dan Helina membersihkan kamar tamu?" "Tadi Ibu bilang aku tidak perlu melakukan apa-apa." "Tadi Ibu lupa." Aku mengajak Helina untuk membersihkan dan memgganti sprei kamar tidur yang sebelumnya ditempati oleh Chris. Helina melepas sprei dan aku melepas sarung bantal. Dulu kamar ini ditempati oleh nenekku dari pihak ibuku. Beliau sudah meninggal ketika usiaku 14 tahun. Aku terkadang merindukan sosok Nenekku. Aku rindu saat nenek mendongengkan sebuah dongeng sebelum aku tidur. Dongeng yang paling berkesan dan tidak akan pernah kulupakan adalah dongeng kisah tentang pegasus. Kisahnya sangat menarik. "Jangan melamun saja!"kata Helina. "Maaf." Aku cepat-cepat mengganti sarung bantal, lalu memberikannya pada Helina untuk ditata di tempat tidur. Perabotan di kamar itu dibiarkan seperti semula. Aku berjalan menuju meja tulis, menyentuhnya. Aku membuka laci. Ada beberapa lembar kertas kosong dan satu botol kecil tinta. "Sisanya biarkan aku saja yang membereskannya." "Baiklah." Aku keluar kamar dan pergi ke lantai dua di mana kamarku berada. Aku duduk di kursi goyang menghadap ke arah jendela. Aku kembali meneruskan rajutanku. Rasa kantuk tiba-tiba menyergapku. Aku bermimpi yang sama lagi dengan sebelumnya. Aku berada di depan tumah mungil dengan taman yang dipenuhi oleh banyak bunga. Aku berdiri menatap rumah itu merasa bingung tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku berjalan menuju pintu hendak membuka pintu rumah, tapi sebuah suara yang berasal dari belakangku cukup memgejutkan. Aku menoleh ke belakang dan aku selalu merasa takjub setiap kali melihat pegasus. "Seharusnya kamu tidak datang ke sini." Aku mengerjapkan mataku berkali-kali. "Kamu bicara padaku?" "Tentu saja. Siapa lagi?" "Ini luar biasa. Sebelumnya aku tidak pernah bertemu dan bicara dengan pegasus." "Sekarang kamu sudah melihatku." Aku mencari-mencari pegasus yang lain ke sekeliling taman, tapi tidak ada. "Di mana temanmu?" "Sedang tidak ada di sini." "Apa kamu bisa memberitahuku di mana aku sekarang?" "Quicksand." "Di mana itu?" "Graymoor." "Maksudmu sekarang aku berada di Graymoor?" "Iya." "Apa ini alam mimpi?" "Ini bukan mimpi. Entah bagaimana kamu bisa berada di sini mungkin ruhmu bisa menjelajah pergi jauh sampai sini." "Tapi sebelumnya aku bermimpi berada di sini dan bertemu dengan pegasus lain mungkin temanmu." "Aku tidak tahu siapa teman yang kamu maksud." Aku berusaha mencerna informasi yang diberikan oleh pegasus itu. Kalau dipikirkan ini memang tidak masuk akal. "Tempat ini sama dengan yang ada di mimpiku." "Sebaiknya kamu segera pergi dari sini kalau tidak ingin mendapat masalah. Tempat ini terlarang bagi manusia sejak kesepakatan itu dilanggar manusia." "Aku tidak tahu bagaimana caranya aku kembali." "Kamu bisa datang ke sini dan tidak tahu cara kembali itu sangat aneh. Sebaiknya kamu pergi dari sini sebelum dia datang." Pegasus itu menjadi terlihat ketakutan. "Dengar, aku sangat menyukai manusia. Aku sama sekali tidak ada masalah dengan manusia, karena tidak semua manusia itu jahat, tapi sejak Raja Phillipe membunuh salah satu pangeran kerajaan pegasus, kami menjadi bermusuhan dengan manusia dan tidak diperbolehkan menjalin kontak dengan kalian. Kesepakatan sudah diakhiri dengan darah. Jadi jika dia melihatmu di sini pasti dia akan sangat marah." "Dia siapa?" "Penjaga di sini. Cepatlah pergi!" "Baiklah. Aku akan pergi, tapi siapa namamu?" "Artemion." "Macaroon. Senang bertemu denganmu, Artemion." Angin besar tiba-tiba berhembus kencang. "Dia datang." Macaroon yang ketakutan terbangun di kamarnya dengan napas yang tersengal-sengal. "Apa yang telah terjadi tadi?" Aku memegang dadaku merasakan jantungku berdetak sangat kencang. Aku masih bingung apa itu mimpi atau bukan, tapi tadi itu seperti nyata. Di luar langit sudah berubah warna menjadi jingga. Aku berdiri dan menyimpan rajutanku di atas kursi goyang, lalu keluar kamar untuk memyiapkan makan malam. Aku menghela napas panjang. Lagi-lagi aku ketiduran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN