CVC 59. Permission to Kiss

2966 Kata
CVC 59. Permission to Kiss Malam semakin larut, semakin menggugah desiran hasrat agar menikmati malam bersama seseorang. Ia gadis normal, sedang masa- masa penuh gai.rah, begitu juga Bapak Gabriel. Jadi, tidak ada salahnya 'kan sedikit bermain api? Kayak Bapak Aaron, tidak perlu rasa cinta untuk mencumbu seorang wanita, hanya perlu ketertarikan sesaat, selanjutnya terserah Anda. Elliana tidak ada keinginan berlaku bagai gadis polos yang kena cium aja sudah baper. Ia akan menikmatinya sebagai seorang wanita dewasa. Ciuman Bapak Gabriel tidak ada sedikit pun menyamai ciuman Bapak Aaron. Tidak ada sedikit pun menyamai ciuman Jimin. Ciuman Bapak Gabriel tegas memagut bibirnya, tetapi tidak memaksa, tidak menjijikkan dengan lidah berlendir yang membeliak isi mulutnya, tetapi sebuah ciuman yang romantis, santai, dan menenangkan. Gabriel menyesap bibir Elliana beberapa detik, kemudian membuka mulut dan menyesap lagi. Gadis itu tidak menolaknya, malahan memejamkan mata dan membiarkan ia mencium lagi. Gabriel mengulangi sesapannya sambil menyempatkan memanggil namanya. "Ell ...." "Hm ...?" sahut gadis itu. Ah, ya, dia masih waras. Gabriel memejamkan matanya juga. Sebelah tangannya merayap di sela rambut Elliana, menjambak gelungan rambutnya sehingga rambut Elliana tergerai dan tangannya terbenam dalam helaian lembut bergelombang itu. Bibirnya semakin posesif menyeruput bibir Elliana, beserta saliva, dan helaan napasnya. Elliana merasa berdebar- debar yang aneh. Kenapa Bapak gabriel menciumnya sangat mesra? Persis seperti mimpi basahnya. Sangat nyata, begitu juga reaksi tubuhnya yang memanas. Dan benda bernama Ulil segera terbayang olehnya. Lucu sekali, ular pendek itu berkepala tumpul, penuh pembuluh berdenyut- denyut, dan keras, menjanjikan madu manis kenikmatan. "Engghhh .... Bapak ...," erang Elliana seraya menggeliat tubuhnya menggesek tubuh Gabriel. Gabriel mencengkam belakang kepala Elliana agar membenam ciumannya lebih kuat. Sebelah tangannya terangkat karena memegang rokok yang masih menyala. Bara kecil itu semakin dekat dengan jarinya sehingga Gabriel terpaksa memutus ciumannya untuk membuang sisa rokok ke asbak. "Ah, sialan!" desis Gabriel. Elliana terdiam dengan mata mengerjap- ngerjap dan seluruh wajahnya merah padam. Gabriel menatapnya tajam dan berwajah angkuh, kalau- kalau Elliana mengomelinya, ia akan mengeles dengan elegan bahwa ia hanya ingin menenangkan Elliana karena sedang kalut, akan tetapi gadis itu diam saja. Elliana mengemut bibirnya yang terasa meradang. Ia sangat malu ditatap Bapak Gabriel seperti itu. Apakah setelah ini hubungan atasan - bawahan mereka akan naik ke tahap lebih intim seperti Bapak Aaron dan Yosephina? Tetapi mengingat situasinya, kemungkinan besar tidak akan terjadi demikian. Ia akan dipenjara, dipindah, atau mungkin berhenti dari Novantis. Ya, ia akan berhenti dan berpisah dari bos yang sangat baik dan pengertian ini. Kedua tangan Gabriel menjangkau kedua sisi kepala Elliana dan menyesap bibirnya lagi. Gadis itu bahkan menelengkan kepala menerima ciuman dan sapuan lidahnya. Gabriel penasaran sehingga bertanya sambil mencumbu gadis itu. "Kamu suka ciuman saya, Ell?" tanya Gabriel dengan suara serak. Haruskah aku menjawab pertanyaan itu? suara dalam kepala Elliana. Bapak Gabriel seharusnya sadar ia tidak menolak karena memang menikmatinya. Membantu meredakan stressnya. Agaknya Bapak Gabriel butuh pernyataan pasti. "Suka, Pak," jawabnya berbisik dan pria itu menciumnya semakin lahap. Kedua tangannya bebas bergerak, Gabriel menjamah ke balik baju kaos piama Elliana, meraba bahan rendah hangat yang mengungkung buah berkuncup melati gadis itu. "A- ahhh, Bapak ...?" erang Elliana yang terperanjat oleh sentuhan itu. Ia ragu- ragu tetapi penasaran rasanya diremas- remas kayak di n****+ atau di film- film itu. Ia terkejut oleh reaksinya sendiri, bersuara mendesah yang tidak bisa diredam. "Pak?" ucapnya. "Hm?" Gabriel menunduk ke bawah dagu Elliana dan mengecupi lekukan lehernya. Ia bahkan sengaja mengecup kuat sehingga meninggalkan segaris merah di kulit gadis itu. "Ell, bau kamu lembut banget ...," desahnya lalu mengecup berkali- kali area leher Elliana. Ah, syukurlah! Benak Elliana bersuara lega. Kolonye bayi yang suka dipakainya berguna dan disukai Bapak Gabriel. "Ummh ...." Ia menggigit bibir agar tidak berteriak ketika bra-nya diremas sangat kuat oleh pria itu. "Ell, aku buka, ya?" tanya Gabriel permisi sebelum menyibak baju Elliana. Gadis itu tidak menjawab, melainkan membekap mulut sehingga melenguh lembut. "Enghmm." Entah apa maksudnya, secara naluriah Gabriel menyingkap atasan Elliana dan matanya nanar menatap gundukan berbungkus renda bak kemasan cantik. Ia menyibak sebelah bahan renda itu dan bundaran kenyal berkuncup mungil mencuat. Tiba- tiba tangan Elliana menutupi kuncup itu dan menarik diri. Gadis itu merengek halus. "Jangan, Pak, saya malu ...." Gabriel menangkap tangan Elliana dan menariknya sehingga gadis itu kembali padanya. "Ell, saya sudah liat semuanya, kamu gak usah malu lagi," bujuknya. Bapak Gabriel sudah melihat semuanya? Ah, ya. Aku bukan wanita pertama yang disentuh Bapak Gabriel, Elliana sadar hal itu. Jadi, bukankah menyenangkan ada pria berpengalaman memujanya. Bapak Gabriel pasti tahu semua konsekuensi perbuatannya. Elliana tidak bisa menolak kepasrahan dirinya. Ia membiarkan Bapak Gabriel menciumi belahan dadanya, kemudian mengisap kuncup itu yang terlalu mungil untuk pria dewasa. Namun, ternyata Bapak Gabriel menyukainya. Isapannya sangat kuat dan mendengkus rakus. Elliana merasa dalam perutnya bertebaran getaran halus. "Bapak ...," sebutnya lemah lalu menggigit jari. Ia merasa sangat polos didekapan pria itu. "Ehn? Kalau gak suka bilang, Ell. Saya akan berhenti," kata Gabriel sekilas kemudian menyambung emutannya. Ya ampun, Bapak Gabriel sepengertian itu, coba. Gimana gak tersanjung Elliana olehnya. Elliana menggigit jemarinya, terlalu malu untuk protes. Masa ia mengeluhkan rasa seenak itu? Tapi kalau keenakan, rasanya kurang ajar banget. Elliana merengek memelas, "Pak, saya malu, Pak. Saya gak tau mesti ngapain." Gabriel menyahut seolah menggerutu. "Jangan hentikan saya, itu aja yang saya minta dari kamu." Ia menyibak renda yang sebelahnya lagi sehingga dua buah munjung itu menyeruak menggoda sang pria kelaparan. Ia meremas kedua gundukan yang dikenalnya sejak dalam buaian, menikmatinya kembali bagai nostalgia masa kecil. Diisap dan digigit sepuasnya. Elliana merasakan kedua buah dadanya berdenyut panas dan puncak yang nyeri- nyeri sedap dalam mulut pria itu. "Oh, Bapak ...," isaknya seraya terdongak dan memejamkan matanya yang berair. Hati kecilnya berteriak, kenikmatan ini bisa jadi penghibur lara semata. Elliana berusaha keras berpikir logis. Ia berucap getir. "Pak, katakan yang sebenarnya, bagaimana kelanjutan produk Novantis Cosmetics?" Oh, ya Tuhan. Gabriel meresah. Ia sangat tidak ingin mengecewakan Elliana. Ia sangat tidak ingin melihat Elliana terpuruk. Gabriel mengangkat wajahnya dari da.da Elliana. Ia mendesah lelah, mengulum lidahnya yang terasa sangat pahit. Ia menatap ke dalam mata gadis itu. Kedua tangan mencengkam buah dadanya agar wajah gadis itu berona menyenangkan, agar gadis itu tahu ia menyayanginya. Agar gadis itu tahu ia menginginkannya dan ia tidak akan melepaskannya. "Saat ini ... aku benar- benar tidak tahu, Ell. Entah bagaimana Diva Cosmetics mendaftarkan produk mereka lebih dahulu dari kita. Jika pun kita berhasil menemukan pelaku yang menjual formula itu pada Diva Cosmetics, semua itu bisa diputar balik menyerang kita. Kamu dan aku bisa dituduh sebagai pelaku plagiat." Elliana berpikir ucapan seolah mereka senasib sependeritaan hanya untuk mengurangi kesedihannya. Mana mungkin bos seperti Gabriel mau menanggung hukuman bersamanya. Tidak usah berstatus bos, teman sendiri saja bakalan lepas tangan dan menghindari hukuman dengan segala cara. Elliana beringsut berusaha menarik diri dan menepis tangan pria itu dari tubuhnya. "Jadi, Bapak melakukan ini supaya saya luluh ... aahhh!" Gabriel menguatkan cengkeramannya di kedua gundukan kenyal Elliana. Ia berujar tegas. "Nggak, Ell. Saya melakukan ini supaya kamu tau saya serius." Wajah Elliana panas hingga merah padam, tersandar di bawah kungkungan Gabriel. "Tapi, Pak ...." Gabriel segera menyelanya sambil memelintir kuncup mungilnya. Gadis itu terpejam dalam desah gelisah. "Ell, kita udah bersama-sama mengerjakan proyek itu. Saya CEO- nya dan bos kamu, apa yang kamu kerjakan adalah atas persetujuan saya. Saya akan bertanggung jawab sampai akhir, Ell. Akan saya buktikan itu." Elliana mengangkat wajah menatapnya dengan mata berkaca- kaca. "Pak, tolong jangan beri saya harapan palsu," katanya tersedu- sedu. Gabriel menggeleng seraya mencondongkan wajah mengecup bibir Elliana. "Nggak, Ell. Kamu bisa pegang janji saya karena itu saya hadir di sini. Justru saya meminta kamu yang jangan memberi saya harapan palsu." Mata gadis itu membulat. "Maksud Bapak?" "Saya suka kamu, Ell. Jika saya terpuruk, kamu jangan tinggalin saya." Elliana tercenung. Gabriel memeluknya erat, mengusap punggung dan geraian rambutnya. Gabriel tidak ingin menatap wajah Elliana, ia tidak sanggup melihat ekspresi Elliana jika menolaknya. "Jika hal ini berlalu, kita buka usaha bersama dan mulai dari nol. Saya tahu ini terdengar sangat naif, tetapi hubungan kita tidak perlu cinta mendayu- dayu. Kamu tahu sendiri betapa kita mudah dikecewakan oleh hubungan seperti itu. Anggaplah saya bos yang akan kamu ikuti dan patuhi selama kita bisa bekerja sama. Saya akan jadi sumber nafkah kamu dan saya tidak akan melarang kamu mengerjakan hobimu. Sebagai balasannya, hati dan tubuh kamu menjadi milik saya." Elliana termangap berusaha mencerna makna ucapan Bapak Gabriel. Apakah itu ungkapan cinta atau lamaran pekerjaan? Bapak Gabriel meminta jadi bosnya dalam suka dan duka? Bapak Gabriel sudah seintim ini bersamanya. Bibir dan puncak bukit bertuah sudah dijelajahi, haruskah keperawanannya juga diserahkan pada si bos? Elliana diam saja. Gabriel memeluknya erat dan tanpa dilihat Elliana ia memejamkan mata bersiap menerima penolakan. Rasanya, ia sudah meluruhkan seluruh harga diri dan seharusnya ia tidak ditolak. Setidaknya Elliana tidak tega mengecewakannya. Perempuan 'kan biasanya begitu. Elliana ingin bicara, tetapi bibirnya gemetaran. Ia tidak ingin mengecewakan Bapak Gabriel dan kehilangan pria sebaik itu. "Pp- Pak ..., ss- saya ... minta maaf, Pak ...." Gabriel menunduk dalam dan mengembus napas pasrah. Ia melepaskan pelukannya dan langsung memalingkan wajah agar tidak memandangi buah da.da Elliana yang mungkin membuatnya kalap. "Tidak apa- apa, Ell. Anggap saja omongan saya tadi absurd dan kamu bisa menganggapnya lelucon saja. Mungkin saya putus asa karena situasi ini." Elliana mengusap pundak Gabriel dan mendekat merapatkan tubuh, tepat lengan pria itu berada di belahan dadanya. Gadis itu tertunduk dalam. "Bukan begitu, Pak," ucapnya lirih. "Saya suka Bapak kok dan saya paham maksud Bapak, ingin hubungan kita jalani tanpa beban karena Bapak tahu saya punya banyak cita- cita dan prioritas. Yang ingin saya katakan adalah saya gak bisa ngeseks sama Bapak karena saya sedang mens, Pak dan saya ... saya takut, Pak. Ah, ya, silakan anggap saya kolot dan sok suci. Saya hanya berusaha menjaga diri dan ingin punya partner juga demikian." Gabriel lekas menoleh dan mengusap rambut gadis itu. Semangatnya pulih kembali. "Astaga, Ell. Saya malah lega kamu lagi mens. Maafin saya dah keburu nafsu. Sejujurnya saya gak yakin kamu ada rasa suka sama saya karena saya teman Aaron." "Kenapa saya mesti memikirkan perasaan orang yang pernah menyakiti hati saya?" gumam Elliana. "Jika ada orang yang menyukai saya dan memperlakukan saya dengan baik, kenapa saya tidak mengambil kesempatan itu?" Ia mendekatkan wajah ke bibir Gabriel. Pria itu bergumam geregetan. "Aaron mulai menyukai kamu dan ia sangat serius." "Apa peduli saya? Sekarang perhatian saya ke Bapak." Gabriel menangkup tengkuk Elliana dan menatap ke dalam matanya yang menyorot tajam. Gadis itu sengaja tidak menutupi dadanya, memancingnya dengan hasrat penuh jebakan berbahaya. Elliana bertingkah seperti Cassandra pada malam itu yang menggiring ia dan Aaron ke diskotik, menguji seberapa gentleman- nya ia sebagai laki-laki. Ia harus pintar- pintar mengambil tindakan. Meminta izin lebih baik daripada salah langkah. "Saya ciumi kamu saja, boleh 'kan?" Elliana tersipu dan mengangguk malu- malu kucing. "Ehm, boleh ...." Dan Gabriel tidak membuang- buang waktu lagi. Ia kembali mencumbu Elliana, bahkan mengangkat tangan melepas piama lengan panjang gadis itu, sehingga mendapat penampakan pundak dan selangka Elliana terbuka lebar, beserta bra renda yang dimelorotkan ke perutnya. Gabriel bermain cup kuncup di gundukan kembar Elliana dan sesekali mereka berciuman mesra di bibir. Selama puluhan menit mereka bercum.bu, Elliana mendesah dan tubuh terbaring menggeliat lemah. Matanya mengerjap sayu. Gabriel yang mendempetnya di sofa bertanya penuh perhatian. "Kamu dah ngantuk, Ell?" Elliana mengangguk kecil. Kedua tangan terangkat mengacak rambutnya. "Saya antar kamu ke kamar." Gabriel bangkit dan menarik Elliana agar mendekapnya. Sepasang kaki halus Elliana menjepit pinggang Gabriel, dan tangan mengalungi leher pria itu. Gadis itu tertawa kecil merasakan gundukan di bawah pinggang Gabriel. Gabriel tak ingin malu-malu lagi pada Elliana. "Kamu topless gini aja udah bikin Ulil aku beringas. Ell, kamu beneran bikin aku nafsuan," puji Gabriel sambil berjalan menggendong Elliana ke kamarnya. "Ya Bapak pulang aja dong kalo gak tahan," cebik Elliana. "Isshh, mudah kamu bilang gitu. Mending aku di sini, keluarin di dekat kamu daripada pulang, sendirian bayangin kamu." Elliana semringah bak mabuk kepayang. Gabriel menjatuhkannya di ranjang, memandanginya dengan wajah dingin dan menggigit bibir. "Bapak pernah gitu sambil bayangin saya?" kekeh Elliana bergurau, akan tetapi jawaban Gabriel membuatnya sungkan bukan main. "Sering," kata Gabriel. Mata Elliana terbelalak lalu segera gigit jari dan menarik selimut menyembunyikan wajah sekaligus menutupi tubuhnya. "Saya kira Bapak agak- agak gak nafsuan." "Ell, saya laki- laki. 90 persen pikiran saya adalah me.sum. Cuman hati nurani saya bikin saya bisa nahan diri." "Oh." Gabriel membuka kemejanya, membuat Elliana menunduk semakin sungkan, tetapi melirik penuh minat. Tubuh berotot padat itu tidak seindah tubuh Bapak Aaron, tetapi membuat aliran darahnya berdesir cepat. Gabriel menegurnya sambil membuka sabuk buat melonggarkan celananya. "Udah, kamu balik badan sana. Katanya ngantuk. Saya bisa urus diri sendiri kok." Gadis itu dengan cepat memunggunginya. Selimut tidak menutupi belakangnya yang mana itu cukup memuaskan bagi Gabriel. Ia naik ke ranjang dan berbaring di sisi Elliana. Ia menciumi lembut tengkuk dan punggung Elliana agar ketegangan urat- uratnya reda. "Tidur, Ell," bisiknya. "Jangan pikirkan ini benar atau salah. Aku hanya gak pengen malam ini sendirian. Aku yakin kamu juga begitu." Elliana tidak menyahut karena sangat setuju ucapan Bapak Gabriel. Pria itu mendekapnya perlahan sembari menyentuh penuh kasih. Embusan napas Bapak Gabriel menyapu kulit punggungnya. Elliana merasa sangat nyaman berbaring bersama seseorang yang ia yakin aman dan melindunginya. Mereka berdua lalu tertidur lelap. Di bagian kota yang lain, Aaron berada dalam sebuah kamar hotel. Ia duduk dengan kaki bersilang di sofa. Celine yang mengunjunginya di kamar itu, membuka pakaian luarnya yang model terusan, memperlihatkan tubuhnya berbalut pakaian dalam seksi berbahan kulit warna merah, dilengkapi pengait logam, dan tali- tali kencang. Namun, tidak sedikit pun nafsu Aaron bangkit. Ia jadi sangat jijik karena liciknya wanita itu. "Aku ke sini bukan untuk permainan panas kita, Celine," elak Aaron. "Aaron, sayang ... jangan begitu. Tidakkah kau merindukanku? Aku tahu kau tidak kencan dengan seorang pun selama beberapa hari belakangan, setelah kau bersama Cassandra malam itu ...," ujar Celine dibarengi rasa kecewa. "Oh? Kau memantau kegiatanku rupanya? Jadi, kau juga tahu juga soal lini kosmetik yang sedang kukerjakan?" Celine tergagap. "Yy- ya ... semua orang membicarakannya. Novantis perusahaan besar, wajar saja merambah ke produk kosmetik." Aaron marah sekali sehingga suaranya keras membentak Celine. "Tetapi tidak seorang pun memberitahuku bahwa perusahaan tunanganmu mengembangkan kosmetik yang sama dengan milikku!" "Ah, A- Aaron ... aku tidak tahu apa yang kau bicarakan ...." Aaron berdiri, melangkah lebar mendatangi Celine, dan menjambak rambut bercat pirangnya. "Bagaimana kau bisa tidak tahu sedangkan Valentino bilang bahwa ide foundation itu berasal darimu?" "Dd- dari mm- mana kau ... tahu?" Belum lagi Aaron menjawab, mata Celine terbelalak dan berseloroh getir. "Cassandra ...." Aaron melepaskan Celine dengan kasar sehingga terduduk di lantai dan bergumam bagai orang syok. "Jadi Valentino memilih Cassandra sebagai modelnya? Sialan!" Aaron mengernyitkan kening, heran Celine tidak mengetahui soal itu. Ia bersedekap dan mencemooh, "Well, mungkin karena ia sudah bersiap mencampakkanmu. Ia memperalatmu sebelum membuangmu dan sekarang ia berhasil mengancam posisiku di Novantis. Ada faedahnya aku mencampakkanmu lebih dulu sebelum hal ini menjadi lebih buruk." Celine merangkak ke kakinya dan memelas sambil menangis- nangis. "Aku mohon, Aaron, maafkan aku. Aku sungguh-sungguh tidak menyangka akan begini akibatnya. Please, Aaron, terima aku kembali, maka aku akan pikirkan cara membantumu membalas Valentino." Aaron menggoyang kakinya menepis Celine. "Aaah, menyebalkan! Aku tidak mau berurusan dengan perempuan penipu sepertimu. Sebaiknya kamu ceritakan yang sebenarnya sebelum aku melaporkanmu ke polisi." Celine menggeleng. "Tidak, Aaron, jangan laporkan ke polisi. Baik, aku akan katakan apa yang aku ketahui." Mata Celine menerawang sambil bercerita. "Ada wanita yang menemui Valentino sewaktu kami di hotel. Aku sekilas mendengar percakapan mereka soal foundation puluhan warna itu. Katanya Novantis menolak idenya sehingga ia putus asa dan butuh uang. Valentino setuju membeli apa pun yang ditawarkan wanita itu." "Dan siapa wanita yang kamu maksud itu?" desak Aaron. "E- Elliana. Dia menyebut namanya Elliana." Kening Aaron mengernyit dalam. Apa- apaan lagi ini? Mana mungkin Elliana menjebak dirinya sendiri? Tunggu dulu! Elliana cukup pintar. Sangat pintar malahan, apalagi bermain peran. Apakah ini ... balas dendam Elliana padanya? Tidak, tidak! Tidak mungkin! Celine bergumam sendiri. "Ah, ya, Elliana! Wanita itu pegawai Novantis yang menyerang aku di mall. Ya, dia orangnya." Aaron berdiri mematung memahami cerita Celine dan membayangkan Elliana adalah dalang semua kekacauan, membuat kepalanya pusing, ditambah Celine memelas- melas padanya. "Lihat 'kan, Aaron. Kau membelanya dan menganggap dia keluargamu. Apa kau tidak sadar? Wanita bertampang lugu seperti itu justru sangat mudah berkhianat. Mereka akan melakukan apa saja demi uang." Aaron seolah mendengar nyanyian National Antheme Elliana sebagai Cassandra kala itu. Money is the anthem of success. Money is the reason we exist Everybody knows it, it's a fact (kiss, kiss) I sing the national anthem while I'm standin' Over your body, hold you like a python And you can't keep your hands off me, or your pants on See what you've done to me, King of Chevron He said to be cool but, I'm already coolest I said to get real, "Don't you know who you're dealing with?" "Um, do you think you'll buy me lots of diamonds?" Seberapa keras Aaron berusaha menampik fakta itu, prasangkanya pada Elliana semakin menjadi- jadi. Dia punya bekingan sekelas Mister Joshua Cheng, kemudian Gabriel yang selalu membelanya. Tanpa disadari, Elliana telah mengendalikan Gabriel. Wajah Elliana dan sikapnya memang sangat apa adanya, akan tetapi gadis itu bisa saja mengganti wajahnya dan menjadi orang lain untuk lolos dari kejahatan. Aaron memijat keningnya oleh rasa sakit kepala yang kerap dirasakannya semenjak selibat. Ia tidak memperhatikan Celine terbelalak melihat seseorang masuk ke kamar mereka. Gadis bermata sipit dan berambut lurus panjang yang pernah dilihatnya. Gadis itu memegang sesuatu di belakang. Celine bersuara menggantung. "Kamu ...." "Sssst!" Gadis itu menaruh telunjuk di bibir, kemudian tersenyum tipis. Ia mengeluarkan sebuah tongkat golf dari belakangnya dan siap mengayunkan. Celine terkesiap. Aaron melihat keterkejutannya. Ia hendak menoleh, akan tetapi pukulan keras langsung mengenai belakang kepalanya. Brukk! Pandangan Aaron langsung gelap dan jatuh tak sadarkan diri. *** Bersambung ....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN