Chapter 3

1040 Kata
Selamat membaca Hari-hari telah berlalu tanpa ada masalah dengan Miki. Ia beraktifitas seperti biasa seakan tidak memiliki beban apa pun. Namun suatu hari, Miki tiba-tiba mengalami mual, dan pusing yang luar biasa. Karena tubuhnya terasa tidak enak, akhirnya Miki mengambil cuti satu hari untuk beristirahat. Entah mendapatkan firasat dari mana, tapi Miki tiba-tiba saja ingin mencoba mengetes kehamilan dengan testpack. "Mati gue!" tukas Miki kehilangan kata-kata saat melihat hasil testpack menunjukkan dua garis yang menandakan ia positif hamil. Miki bisa saja tidak mempercayai keakuratan hasil tes itu jika ia hanya mengetes sekali, tapi masalahnya ini sudah keempat kalinya ia mencoba dan hasilnya tetap sama. Miki terlihat cemas dan panik. Ia menarik napas panjang dan membuangnya perlahan mencoba untuk menenangkan diri. Tidak apa-apa, tidak ada yang buruk memiliki seorang bayi. Ia berulang kali mengatakan itu kepada dirinya sendiri. Miki memang seseorang yang selalu berpikir positif. Bahkan dalam keadaan seperti ini ia tidak memikirkan hal yang akan terjadi kedepannya jika ia memiliki bayi di luar nikah. Karena sudah terlanjur seperti ini, akhirnya Miki berniat untuk pergi memeriksakan diri ke dokter kandungan. Beberapa saat kemudian, Miki tiba di rumah sakit dan tengah mengantri giliran menunggu namanya dipanggil. Miki tidak bisa tenang. Meskipun ia sudah mendoktrin jika tidak akan terjadi apa-apa, tapi tetap saja ia merasa gugup. Saat gilirannya diperiksa, Miki menarik napas panjang untuk menormalkan degup jantungnya yang tidak berirama. "Kandungan anda sudah memasuki Minggu ke-7," ungkap dokter perempuan itu ramah setelah selesai memeriksa dan menanyakan beberapa hal kepada Miki. Miki tanpa sadar menyentuh perutnya. "Rasa mual akan terus berlanjut, dan hal ini bisa terjadi tak terduga. Tapi tidak perlu khawatir, anda bisa mensiasatinya dengan menjaga pola makanan sehat. Salah satunya dengan mengonsumsi makanan yang mengandung asam folat dalam jumlah yang cukup selama perkembangan janin tujuh Minggu ini. Dan kurangi mengonsumsi minuman kafein seperti kopi dan teh. Saat mengidam perhatikan juga asupan nutrisi yang dibutuhkan janin." "Dan satu lagi, karena perut anda akan membesar berbeda dari Minggu sebelumnya, jadi pakailah pakaian yang sedikit longgar agar terasa nyaman," sambung dokter itu tersenyum lembut. Kemudian Dokter itu memberitahu segala informasi penting yang boleh atau tidak boleh dilakukan selama masa kehamilan. Dia juga memberitahu makanan apa saja yang bagus dikonsumsi oleh ibu hamil dan memberikan beberapa saran yang sangat bermanfaat sesama wanita. Tidak lama kemudian, Miki keluar dari ruangan itu. Ia berniat langsung pulang dan beristirahat karena tubuhnya terasa lemas akibat rasa mual yang menyerangnya akhir-akhir ini. Tapi saat beberapa langkah Miki berjalan, tiba-tiba suara berat seseorang mengejutkan Miki. Miki tidak berhenti atau pun berbalik. Ia justru semakin mempercepat langkahnya dan pura-pura tidak mendengar seseorang yang telah memanggil namanya. Tak disangka orang itu justru dengan cepat mengejar Miki dan mencekal tangan Miki. "Apa yang kamu lakukan di sini?" Rama bertanya ketus. Miki berusaha tidak terlihat gugup di depan Rama. Karena masalahnya akan semakin panjang jika Rama mengetahui tentang kehamilannya. "Kamu sendiri ngapain di sini?" Miki bertanya balik untuk kabur dari pertanyaan Rama. "Aku datang melihat bayi kak Maya yang baru lahir," sahut Rama singkat. Miki baru ingat jika kakak perempuan Rama memang tengah hamil saat terakhir mereka bertemu. "Lepas, aku mau pulang." "Kamu belum jawab pertanyaan aku," tukas Rama datar. "Aku juga menjenguk teman aku yang baru melahirkan, sekarang lepas." "Teman yang mana?" Miki mulai merasa kesal. "Kamu kenapa, sih? Itu nggak penting!" "Aku harus tau," pungkas Rama keras kepala. Saat Rama dan Miki tengah berdebat, tiba-tiba datang seorang wanita cantik menghampiri Rama. "Rama, kamu dicari sama kak Maya," tutur Aura dengan nada suara yang lembut. Miki tersenyum getir saat menyadari Rama pergi menjenguk Maya dengan wanita itu. Padahal saat ia ingin mengakhiri hubungan, dia justru menolak. Tapi sekarang di saat ia masih berstatus sebagai pacarnya, Rama justru mengajak wanita lain dan tidak menghargai keberadaannya. Jika dia memang mencintai wanita itu, seharusnya dia menyetujui saat ia ingin mengakhiri hubungan. Jadi ia tidak perlu merasa tersingkir seperti ini. Miki menghempaskan tangan Rama kasar dan pergi dengan cepat meninggalkan Rama. "Miki!!" "Udah, Ram. Jangan dikejar," ujar Aura menahan tangan Rama. "Ayo, kak Maya udah nunggu kita di dalam," ajaknya mengandeng lengan Rama lembut dan membawanya ke ruang inap Maya. Rama mengikuti Aura sembari masih melihat ke arah punggung Miki yang sudah menjauh. ***** Saat ini Miki tengah berada di kamar kost Eli. Ia menceritakan tentang kehamilannya, sekaligus pertemuannya bersama dengan Rama kepada Eli. "Lo sama sekali nggak tau siapa ayah dari bayi yang lo kandung?" Miki menggeleng. "Tapi lo pasti ingat mukanya, kan?" tanya Eli lagi. "Dia ganteng, sih. Terus badannya juga bagu—" Eli melempar bantal ke wajah Miki saat melihat semburat merah muncul di pipi sahabatnya itu. "Keadaanya lagi genting kayak gini, tapi lo masih sempat-sempatnya bayangin momen itu?!" Eli benar-benar tidak habis pikir, sekaligus kesal karena dirinya justru tidak mendapatkan pria satu pun saat pergi ke club malam. "Tapi badannya emang bagus banget, sumpah!" "Sialan lo!" Eli kembali melempar bantal ke wajah Miki, tapi kali ini Miki menangkapnya dengan cepat. "Terus sekarang gimana? Mau digugurin?" Eli bertanya enteng tanpa dosa yang langsung dihadiahi pukulan bantal tepat di wajahnya. "Sinting lo! Gue nggak sejahat itu kali." "Tapi lo nggak mungkin bisa masuk kerja dengan kondisi perut lo yang makin besar, Ki," ungkap Eli benar. "Makanya itu yang bikin gue pusing, sedangkan gue butuh banyak biaya buat merawat anak gue kedepannya." Eli membuang napas kasar. "Sial banget hidup lo, Ki. Udah jatuh ketimpa tangga berkali-kali lagi." "Maksud lo berkali-kali?" "Diselingkuhin pacar, hamil sama pria yang nggak dikenal, terus tambah sial karena mulai besok pak Pradana mengundurkan diri dan diganti sama anaknya." "Hah? Serius?" Miki tampak terkejut dan tidak percaya. Eli mengangguk. "Kenapa mendadak?" "Nggak cuma lo aja, gue dan anak-anak lain juga kaget saat dengar berita ini." "Lo sendiri juga tau kan gosip tentang anak tunggal pak Pradana itu?" "Yang katanya berkompeten dan gila kerja?" ungkap Miki. "Bukan cuma itu aja, katanya dia orang yang perfeksionis dan nggak menerima kesalahan apa pun. Lo ketahuan hamil, gue yakin lo pasti langsung dipecat." "Aduh, gimana, dong?" Miki terlihat frustasi. "Sebisa mungkin lo harus menghindar dari dia. Soalnya banyak yang bilang dia orangnya detail dan teliti banget." Miki menyembunyikan wajah di bantal karena terlalu pusing memikirkan masalah hidupnya yang semakin rumit. TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN