Chapter 5

1000 Kata
Selamat membaca Miki menatap Rama tidak suka. "CEO baru di perusahaan," sahutnya dingin dan berjalan kembali menuju kamar kost. "Miki! Kamu kabur lagi? Aku belum selesai bicara!" Rama mengejar, lalu mencekal tangan Miki. "Kamu semakin arogan dan berubah kasar sekarang," pungkas Miki dengan raut wajah tanpa ekspresi. Rama terdiam. Perlahan genggaman tangan di lengan Miki mulai mengendur. "Kita perlu bicara," ujar Rama setelah terdiam beberapa saat. "Pergi, aku nggak mau bicara." "Kalau kamu seperti ini karena Aura, aku bisa jelaskan. Kami nggak ada hubungan apa-apa, aku dan dia hanya teman biasa." Sudut bibir Miki tersungging sebelah ke atas membentuk senyuman sinis. "Hanya teman biasa? Tapi kamu lebih memilih mengajak teman biasa itu untuk menjenguk kak Maya dari pada aku pacar kamu, begitu?" Ucapan Miki seketika membuat Rama bungkam dan tak bisa berkata-kata lagi. "Sekarang aku semakin yakin dengan keputusan aku untuk berpisah." Mata Rama membulat sempurna. "Kita udah sejauh ini, Ki. Aku nggak setuj—" "Stop, Ram! Aku nggak mau dengar apa-apa lagi. Hubungan kita cukup sampai di sini!" Rama tertegun. "Ki, aku nggak mau." "Keputusan kamu nggak penting, aku tetap ingin kita pisah!" "Apa karena laki-laki itu?" tukas Rama sinis. "Sekarang kamu mulai menyalahkan orang lain. Kenapa kamu nggak pernah mencoba untuk introspeksi diri?" "Aku tau pasti karena laki-laki itu, kan?! Apa yang sudah dia beri? Aku akan beri dua kali lipat lebih banyak dari dia!" "Katakan! Kenapa kamu bersikeras ingin pisah dari aku?" "Seharusnya kamu merasa beruntung memiliki pasangan seperti aku. Apa kurangnya aku, Ki? Bahkan aku masih mau menerima kamu yang hanya wanita biasa dan seorang yatim piat—" Rama seketika tersadar. Dia tampak menyesali ucapan yang tidak sengaja terlontar dari mulutnya. Karena sangking kesalnya, Rama tak bisa mengontrol emosi di depan Miki. "Ki, aku nggak bermaksud—" "Kamu benar, tanpa kamu bilang sekali pun aku juga sadar. Aku hanya wanita biasa yang nggak pantas menerima kasih sayang dari siapa pun," Miki tersenyum getir. "Miki ...." Rama menggenggam tangan Miki dengan raut wajah penuh penyesalan. Miki menepis tangan Rama. "Sekarang aku tau, ternyata di mata kamu aku serendah itu. Pantas aja kamu nggak pernah menghargai dan menganggap aku ada." Rama menggelengkan kepala sembari menatap Miki dengan tatapan sendu. "Itu nggak benar, Ki. Aku tulus menyayangi kamu ...." "Kamu nggak akan selingkuh kalau perasaan kamu benar-benar tulus," pungkas Miki sembari menatap kedua bola mata Rama lurus. Tubuh Rama seketika menegang. Bahkan dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat mendengar ucapan Miki. "Aku udah tau tentang perselingkuhan kamu." "Kenapa sekarang diam? Kamu nggak bisa menjelaskan ini, kan?" desis Miki sarkas. "Kalau memang kamu bosan, bilang! Tanpa kamu minta, aku juga akan pergi. Tapi nggak begini caranya!" bentaknya dengan nada tinggi sembari mengepalkan tangan erat untuk menahan amarah. "Ki, kamu yang paling tau bagaimana perasaan aku." "Aku nggak tau! Yang aku tau kamu nggak pernah mencintai aku! Selama ini pun kamu juga nggak peduli dengan aku. Kamu selalu sibuk dengan kehidupan kamu sendiri tanpa mengingat ada aku yang butuh kamu." Tatapan Rama tiba-tiba meredup saat mengingat bagaimana perlakuannya dengan Miki. "Maaf ...." "Aku nggak butuh permintaan maaf!" Raut wajah Rama tampak sayu tak seperti biasanya. "Aku janji akan berubah dan nggak akan pernah berhubungan lagi dengan Aura. "Bukankah sejak awal aku sudah pernah bilang? Aku bisa memaafkan apa pun kesalahan kamu selain perselingkuhan." "Demi apa pun aku nggak pernah serius dengan Aura, Ki. Satu-satunya wanita yang ingin aku jadikan istri itu kamu. Aku hanya ingin kamu yang menjadi ibu dari anak-anakku." Miki tersenyum sinis. "Karena kamu tau aku mencintai kamu, jadi kamu mengira aku akan maafin kamu, ya?" "Nggak ada yang bisa menjamin kamu nggak akan selingkuh lagi. Orang yang pernah berbohong akan terus mengulangi kebohongannya berkali-kali tanpa merasa bersalah." "Sekarang kita udah berakhir, dan aku nggak mau lagi berhubungan dengan kamu!" Lagi-lagi Rama mencekal tangan Miki saat Miki akan pergi. Raut wajahnya terlihat cemas dan panik. "Aku nggak akan pernah melepas kamu, Ki. Nggak akan ...." tuturnya pilu sembari mendekap tubuh Miki erat. "Aku mencintai kamu ...." Untuk pertama kali Rama mengungkapkan pernyataan cinta setelah sekian lama menjalin hubungan dengan Miki. Selama dua tahun ini Rama hanya mengatakan kata sayang, itu pun jarang dia ucapkan. "Itu nggak akan bisa mengubah keputusan aku," ujar Miki lirih dengan tatapan kosong. Napas Rama tertahan. Hatinya mencelos kesakitan. Ia kesulitan bernapas seakan seluruh oksigen di d**a ditarik secara paksa. "Aku mohon, beri aku kesempatan. Aku akan membawa kedua orang tua aku untuk melamar kamu. Aku tau kamu menginginkan sebuah pernikahan." "Ternyata kamu juga udah tau tentang hal itu, tapi kenapa selama ini kamu diam aja? Hah?!" "Ah, aku tau. Karena dari awal kamu memang nggak pernah serius menjalin hubungan dengan aku." Rama menggeleng dengan tatapan lemah. "Aku udah berniat melamar kamu, Ki." Rama merogoh kantong celana dan mengeluarkan kotak merah yang berisi cincin berlian. "Aku nggak mau menikah dengan seorang pengkhianat," tukas Miki tegas dan menukik tajam. Hati Rama berdenyut nyeri. "Aku nggak tulus mencintai Aura, Ki. Aku hanya menganggap dia sebatas teman tidur dan nggak akan pernah lebih dari itu." Miki tertawa hambar. "Aku jadi merasa kasihan dengan wanita itu. Padahal dia rela memberikan tubuhnya buat kamu, tapi kamu justru hanya menjadikan dia sebagai b***k seks dan pelampiasan." "Seharusnya sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, kamu menikahi dia, Ram," ujar Miki tersenyum mengejek. "Aku udah berulang kali bilang, aku hanya mau menikah dengan kamu," tukas Rama tegas. "Aku hamil," ujar Miki dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak. Deg Rama terhenyak. "Bagaimana bisa? Kita jelas nggak pernah tidur bersama. Jangan-jangan kamu ...." Rama menatap Miki dengan tatapan kecewa. "Ya, seperti yang kamu pikirkan. Aku juga selingkuh di belakang kamu." Melihat Rama yang hanya diam membisu, Miki akhirnya memutuskan untuk menyudahi drama ini. "Kita jalani hidup kita masing-masing," ujarnya datar dan kembali berjalan menuju kamar kost. Kali ini Rama tidak menahan Miki. Dia hanya terdiam sembari merasakan rasa sesak yang semakin menghimpit d**a. Rama menatap punggung Miki dari belakang dengan tatapan terluka. "Apa ini juga yang kamu rasakan saat mengetahui aku selingkuh, Ki?" lirihnya dengan nada begitu rendah. TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN