Pelangi tak pernah menyangka, bahwa cinta itu datang dari tempat yang tak terduga dan dengan siapa dia akan jatuh cinta. Cinta itu datang menyapanya dua hari setelah hari ulang tahunnya yang ke-25 tahun. Secara tidak sengaja ia bertemu dengan pangeran impiannya saat sedang mengunjungi ayahnya yang terkena serangan jantung di ruang ICU disebuah rumah sakit terbesar di Bandung. Ia tidak jatuh cinta pada seorang dokter atau perawat tampan di sana, tapi ia jatuh cinta pada salah satu pasien tampan yang sedang di rawat di ruang ICU. Ruangannya berada di sebelah ruangan ayahnya. Sayangnya pasien tampan itu sedang koma selama satu Minggu.
Pertama kali Pelangi melihatnya ketika pintu ruangan pasien tersebut terbuka, karena ada dokter yang sedang memeriksanya. Rasa penasaran dan rasa tertariknya itu Pelangi nekat masuk dan berdiri tidak jauh dari ujung tempat tidur. Saat melihatnya, Pelangi langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Ia tidak bergeming. Dunianya tiba-tiba meluruh. Jutaan kupu-kupu berterbangan di dadanya dan seakan tubuhnya melayang di udara. Jantungnya berdebar kencang serasa mau keluar dari rongga dadanya. Perasaan itu pertama kalinya Pelangi rasakan. Akhirnya ia tahu rasanya jatuh cinta. Ia sudah tidak merasa penasaran lagi.
Seorang perawat pria yang menyadari ada Pelangi, menghampirinya.
"Kamu tidak boleh berada di sini," kata suara dari arah belakangnya.
Pelangi tidak mendengar perkataan perawat tadi. Tatapan matanya terfokus pada pria yang sedang berbaring tak sadarkan diri itu. Perawat pria itu melambaikan tangannya di depan wajah Pelangi, tapi gadis itu tidak meresponnya.
"PELANGI," teriak perawat itu membuat dokter dan perawat lainnya terkejut. Perawat itu meminta maaf, lalu menyeret Pelangi keluar.
"Apa yang terjadi?" tanya Pelangi terkejut dan kebingungan.
Perawat pria itu menatap kesal pada Pelangi.
"Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Ada apa denganmu? Aku memanggilmu, tapi kamu tidak merespon panggilanku. Apa kamu sakit?"
Perawat itu menempelkan telepak tangannya di dahi Pelangi.
"Kamu tidak demam."
"Aku baik-baik saja, Kak Ardian."
Ardian adalah kakak sepupu Pelangi yang bekerja sebagai perawat dan ditugaskan di ruang ICU. Akhirnya Pelangi tahu siapa pasien pria yang sedang terbaring koma dari kakak sepupunya itu atas desakan Pelangi. Pria itu bernama Akarsana Maheswara dan seumuran dengan Pelangi.
"Dia sakit apa?"
"Hati kronis."
Raut wajah Pelangi berubah jadi murung. "Apa dia bisa sembuh?"
"Satu-satunya agar dia bisa sembuh saat ini jika ada seseorang yang mau mendonorkan hatinya."
"Apa tidak ada orang yang mau mendonorkan hati kepadanya?"
"Belum ada. Dari pihak keluarga tidak memungkinkan untuk menjadi pedonor, meskipun Ibunya sudah bersedia, tapi ibunya memiliki riwayat darah tinggi, sedangkan ayahnya telah meninggal."
"Bagaimana dengan saudaranya?"
"Dia memiliki seorang saudara perempuan dan laki-laki, tapi tidak bisa menjadi pendonor dikarenakan adik perempuannya itu memiliki riwayat penyakit anemia, sedangkan saudara laki-lakinya memiliki golongan darah yang berbeda."
"Kasihan sekali. Apa tidak ada orang lain yang mau mendonorkan hatinya?"
"Saat ini belum ada."
"Bagaimana dengan anggota keluarganya yang lain?"
"Tidak ada."
Tatapan matanya kembali terarah pada pria yang terbaring tak sadarkan diri dari seberang ruangan dengan perasaan sedih. Sejak saat itu, Pelangi selalu diam-diam menjenguknya atas izin Ardian meskipun hanya sebentar. Hal itu terus dilakukan sampai pria itu dipindahkan ke ruang perawatan yang kamarnya beda satu tingkat dengan ayahnya. Pelangi baru bisa melihatnya setelah tidak ada anggota keluarga yang menjenguknya. Ia akan duduk di samping pria tampan itu dan memandanginya berlama-lama. Sesekali membelai kepalanya dengan perasaan sayang dan cinta.
Pelangi mendesah berkali-kali kenapa ia harus jatuh cinta pada pria yang nyawanya berada diujung tanduk, bahkan mungkin saja pria itu akan meninggal dan cintanya akan berakhir begitu saja sebelum memulainya.
"Pangeran tidurku, bangunlah! Mau sampai kapan kamu akan tidur terus."
Selama berhari-hari, Pelangi selalu mencuri kesempatan untuk melihatnya. Ia selalu membawakan bunga dan juga membacakan buku dongeng untuknya. Ardian yang melihatnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya merasa aneh dengan sikap Pelangi, lalu pergi begitu saja sampai pada suatu siang keesokan harinya, Ardian melihat Pelangi sedang duduk di kantin rumah sakit. Kepalanya tertunduk sedih. Ia menghampirinya.
"Ada apa?"
"Apa dia tidak memiliki kesempatan hidup lagi?" tanya dengan mata berkaca-kaca.
"Siapa yang kamu maksud?"
"Akarsana."
"Ah dia. Kenapa kamu begitu peduli kepadanya? Kalian kan tidak saling mengenal."
"Aku sudah merasa sudah lama mengenalnya. Dia adalah belahan jiwaku."
Ardian nampak terkejut. Suara berisik di sekelilingnya tiba-tiba menjadi hening.
"Pelangi jangan katakan kamu jatuh cinta padanya."
"Aku memang sudah jatuh cinta padanya."
"Sebaiknya kamu lupakan saja cintamu padanya."
"Kenapa? Apa aku salah telah jatuh cinta padanya?"
"Tentu saja salah. Kamu dan dia bagaikan langit dan Bumi."
"Kenapa kamu berkata seperti itu?"
"Apa kamu tahu siapa Akarsana Maheswara itu?"
Pelangi menggelengkan kepalanya dengan wajah sedih dan muram.
"Dia berasal dari keluarga yang sangat kaya dan terpandang. Keluarganya memiliki banyak perusahaan dan rumah sakit ini salah satu milik keluarganya. Kabarnya dia akan menjadi salah satu pewaris keluarga Maheswara."
Pelangi melongo saat Ardian memberitahunya tentang latar belakang keluarganya.
"Kamu dan dia bukan pasangan yamg serasi. Kamu hanya penjual bunga jalanan dan hubungan kalian pasti akan langsung ditentang oleh keluarganya. Pasti mereka menginginkan calon istri yang berasal dari kalangan yang sama dengan mereka."
"Jika aku tidak bisa bersamanya, itu tak masalah. Cinta tidak harus memiliki."
"Kamu hanya akan menelan rasa sakit."
"Tidak apa-apa asal aku bisa melihatnya bahagia itu tidak masalah."
Ardian mengembuskan napas panjang. "Terserah kamu saja."
"Ardian, aku mau mendonorkan hatiku padanya."
Perkataan Pelangi tentu saja bagaikan sambaran petir di telinga Ardian.