Empat

1005 Kata
Shaila akui pemilik perusahaan itu pria yang tampan. Tetapi ia masih ingin hidup nyaman seperti saat ini dan tak ingin membuat masalah. Shaila pun menyadari semua tatapan pria itu padanya dan mengerti maksud dari tatapan itu. Pria itu tertarik padanya. Dan bukannya senang Shaila justru merasa ini sebuah masalah besar. Ia sudah berlari sejauh ini meskipun ia yakin ayahnya tahu dimana ia berada sekarang. Namun ia tidak ingin menanggung semua hal yang harus menjadi pikulannya secepat ini.  "Shaila, kok malah melamun sih? Kamu mikirin apa?" Shaila menggeleng pelan dan memaksakan senyumnya. "Gak papa pak, emm.. kayak nya untuk akhir pekan ini saya gak bisa deh pak. Soalnya udah punya janji dengan Hani untuk Q-time berdua setelah sekian lama." Devan mengangguk paham. "Oke kalo gak bisa akhir pekan ini, saya mau booking untuk minggu depan bagaimana?" Shaila tampak mengingat acaranya. "Kalo minggu depan saya belum ada rencana apa-apa. Jadi boleh deh." Devan tersenyum puas, lalu melirik jam tangannya. "Waktu makan siang hampir habis, ayo selesaikan makannya."  Sesampainya dikantor Shaila langsung kembali keruangannya dan fokus pada pekerjaan. "Eh Shai, perasaan gue aja atau bukan big boss dari rapat tadi perhatiin lo terus." Shaila menatap Hani malas. "Perasaan lo aja. Lagipula kenapa juga big boss perhatiin gue, emang ada untungnya?" Hani berdecak kesal atas jawaban yang Shaila berikan padanya. "Ya siapa tahu dia suka sama lo terus ngajak bobo bareng. Kan enak." "Lo aja sana yang bobo sama dia, gue masih betah bobo sendiri."  "Kalo dia ngajak gue sih hayuk aja. Soalnya gue gak punya nyali besar buat ngajak duluan." Hani terkekeh kecil saat mengutarakan isi hatinya. "Tapi ya Shai, gue kagum loh sama big boss bisa lancar gitu ngomong bahasa Indonesianya. Makin suka ih." "Biasa aja kalo menurut gue, wajar kali Han dia begitu ibunya kan orang Indonesia jelas harus mengajarkan anaknya berbahasa Indonesia yang baik dan benar." Sela Shaila yang matanya masih fokus pada layar komputer. "Ulang tahun perusahaan kali ini pasti seru deh Shai, kan big boss lagi ada disini. Yah walaupun kita tetap pakai kemeja dan bawahan dasar." Shaila bergumam pelan menanggapi celoteh tetangga kubikelnya itu. "Ditambah lagi penaikan keuntungan kita tahun ini gue jamin bakal banyak hadiah nanti." Shaila hanya bergumam pelan menganggap ucapan Hani karena ia terus fokus pada pekerjaannya. Waktu berjalan begitu cepat, satu minggu ini pekerjaan Shaila terasa lancar dan baik-baik saja. Bahkan keberadaan big boss tidak terlalu berpengaruh dan membuat banyak kekacauan di kantor, semua berjalan seperti biasanya. Ponselnya berdering menandakan sebuah pesan masuk, Shaila mengalihkan pandangannya dari laporan yang baru ia baca pada layar ponsel. From: Pak Devan Jangan lupa hari ini, saya tunggu diparkiran :) Shaila tersenyum kecil, ia tak buta dan sangat tahu bahwa Devan menyukainya. Tetapi ia tak bisa membalas karena tak punya perasaan yang sama, ia hanya kagum dan hormat saja pada Devan yang bersahaja dan ramah meskipun sebagai seorang atasan. Lagipula ia masih ingin sendiri, benar-benar sendiri sampai ia mendapatkan sesuatu yang memang ia butuhkan diwaktunya nanti. Shaila kembali melanjutkan membaca laporannya sebelum pergi keruangan akuntan untuk memberikan laporan baru. Ia menekan tombol lift seraya menunggu, ternyata didalamnya sudah ada big boss disertai wajah tak berekspresi seorang diri. Sesaat Shaila berpikir akan mengalah dan akan menaiki lift selanjutnya saja, tetapi baru saja ia mundur satu langkah suara berat itu menghentikannya. "Cepat masuk." Dengan kepala tertunduk sekali Shaila masuk kedalam lift, berduaan dengan big boss yang Shaila rasa terus memperhatikannya. Dan tatapannya itu termasuk tatapan kurang ajar. Bukan sekali dua kali Shaila mendapatkan tatapan seperti itu, ia bahkan sering diajak 'tidur' oleh beberapa pria yang secara tegas langsung ia tolak. Shaila berpura-pura menjadi wanita gendut hanya untuk menghindari pria b******k. Ia memakai tambahan busa diperutnya agar terlihat berisi, sengaja memakai pakaian besar supaya tersamarkan, tapi nyatanya masih saja yang berani memintanya berbuat yang enak-enak. "Maaf pak, apa ada yang salah dengan pakaian saya?"  Ucapan ketus itu sengaja Shaila berikan agar pria ini berhenti menatapnya dengan pikiran yang tidak-tidak. "Warna pakaian kamu terlalu cerah."  Shaila mengerutkan keningnya tak paham, langsung tatapannya jatuh pada apa yang dipakainya. Kemeja hitam dengan blazer pink cerah yang seragam dengan celananya. "Maaf jika begitu pak, tapi semua pakaian kerja saya memang berwarna cerah untuk memperbaiki mood." Pria itu malah mendengus pelan seolah meremehkan ucapannya. "Saya pikir, dengan gaya pakaian kamu yang mencolok dan juga ukuran tubuh kamu yang berlebihan kamu tidak bisa diterima bekerja disini."  Ingin rasanya Shaila menjambak kasar rambut pria ini menonjok wajahnya kuat-kuat. Ia sudah lama bergaya seperti ini tetapi baru kali ini ada yang secara terang-terangan menghinanya, tepat didepan wajahnya. "Saya memang gendut dan kuno pak, tapi saya bisa bekerja disini karena kemampuan saya. Lagipula disini tidak ada aturan jelas tentang berat badan bagi seorang pegawai." Tepat pada saat itu juga lift berhenti di lantai tujuan Shaila, tanpa menunggu lagi Shaila segera pergi setelah mengangguk sekali seolah pamit. Setidaknya ia harus tetap sopan meskipun ia sangat tidak menyukai pria itu, ia masih ingat dengan jelas bahwa pria itu adalah atasannya. Jika ingin pekerjaannya tetap utuh tentu ia harus menjaga sikap mau bagaimana pun atasannya membuat kesal. Dengan mood jelek setelah dihina big boss saat di lift tadi pagi, akhirnya Shaila dapat menyelesaikan pekerjaannya dan bisa secepatnya pergi dari kantor. "Hari ini lo jadi mau nge-date sama pak Devan?"  Decakan lolos dari mulut Shaila yang sedang sibuk merapihkan mejanya sebelum pulang. "Jangan sembarangan ngomong, gue sama dia gak gitu." Tapi yang namanya Hani selalu saja semangat untuk terus menggoda Shaila. "Halah mau pura-pura aja terus lo Shai, kasihan noh pak Devan. Udah sering kasih kode tapi belum ditanggapi juga." "Bodo amat, gue balik." Shaila pergi meninggalkan ruangan staff publikasi disertai tawa milik Hani.  Setibanya di lantai dasar tempat parkir, mata Shaila secara langsung menemukan Devan berada tanpa perlu mencari lagi. Dengan segera ia melangkah mendekat, "Maaf pak, nunggu lama ya?" Devan mengangkat wajahnya dari ponsel dan tersenyum pada Shaila, "Enggak juga, yuk kita langsung berangkat aja." Shaila mengangguk dan segera menaiki mobil milik Devan tak menyadari bahwa sedari tadi mereka terus diperhatikan. Setelah moodnya jelek seharian ini, Shaila ingin memperbaikinya dengan berjalan bersama Devan. Vote and Comment!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN